Saya sering membaca berbagai cerita dari beragam tema yang sering dibagikan ke salah satu grup chat. Biasanya, saya lebih suka membaca cerita yang bertema keluarga. Kebetulan baru baru ini, saya mendapat cerita tentang bukan orang mampu seperti bukan keluarga ipar yang tinggal di pulau Sumatera di satu provinsi dan ada yang tinggal di provinsi yang berbeda. Bagi saya, hal ini memang sudah biasa terjadi di kalangan masyarakat terutama masyarakat keturunan tionghoa, tetapi bagi saya, ini sangat keterlaluan.Â
Salah satu anggota grup chat awalnya bercerita kalau di Kota Jambi, ada satu keluarga keturunan tionghoa yang tinggal di kawasan Talang Bakung sangat beruntung. Meskipun salah satu anggota keluarganya yang selalu menjadi posisi kepala keluarga sudah meninggal 4 tahun lalu, tetapi istri dari saudara mendiang suaminya masih saling peduli. Bahkan 2 tahun lalu, istri mendiang suaminya pun diajak ikut membantu iparnya untuk mempersiakan pernikahan keponakannya. Keluarga mereka berdua pun sederhana meskipun bukan golongan orang yang sangat mampu. Sayangnya, ini tidak pernah dijadikan contoh oleh salah satu keluarga yang tinggal di kawasan Kebun Handil Kota Jambi yang selalu memandang status sosial orang lain.Â
Banyak sekali masyarakat yang mengkritik jika keluarga yang tinggal di kawasan Kebun Handil ini memang termasuk golongan keluarga pelit. Saudara iparnya yang baru saja tinggal 2,5 tahun di Kota Jambi diusir dari rumah milik salah satu saudara iparnya yang tinggal di Jakarta pun masih saja enggan peduli terutama tidak ada punya balas budi. Setiap korban pengusiran ini memberikan apapun kepada keluarga yang tinggal di kawasan Kebun Handil ini, keluarga ini sama sekali tidak pernah ada rasa balas budi. Anehnya, keluarga ini selalu dibela mati matian oleh pelaku yang sudah mengusir saudaranya sendiri di Kota Jambi. Pelaku ini juga merupakan saudara kandung pemilik rumah bekas pengusiran yang sama sama tinggal di Jakarta. Satu keluarga yang tinggal di kawasan Kebun Handil ini memang tidak punya rasa berdosa. Saat anak perempuannya menikah, ibu pengantin ini diduga sengaja ingkar janji karena tidak ajak korban pengusiran untuk make up jelang resepsi. Pada saat itu, pemilik rumah bekas pengusiran dan pengusir yang sama sama tinggal di Jakarta baru saja tiba ke Kota Jambi. Saat itu juga, ibu pengantin ini sengaja mengaku ke semua tamu saat acara jamuan teh oleh pengantin kepada tamu keluarganya jika pemilik rumah bekas pengusiran dan pengusir yang sama sama tinggal di Jakarta merupakan saudara iparnya yang kaya raya. Saudara kandung ibu pengantin terlihat heran dengan perkataan ibu pengantin itu. Setelah 2 tahun kemudian punya menantu laki laki, suami ibu pengantin ini meninggal. Setelah 2 tahun kemudian pasca ditinggal suami meninggal, ternyata anak perempuan yang sudah menikah itu baru saja punya keturunan. Tetapi, banyak tamu yang mengaku curiga jika cucu ibu pengantin ini bukan cucu kandungnya, melainkan cucu angkat dari orang lain. Tamu itu curiga jika tamu itu tidak pernah melihat perut anak perempuan ibu pengantin itu membesar saat 1-2 bulan sebelum mengaku sudah melahirkan. Bahkan pelaku pengusiran pun diduga sengaja menutupi keburukan satu keluarga yang tinggal di kawasan Kebun Handil ini termasuk status keluarga cucu ibu pengantin itu. Banyak anggota grup chat berkomentar jika itu hasil karma buruk orangtuanya yang diterima anak kandung perempuannya.
Baru baru ini, ada beberapa anggota grup chat yang mengaku mendapat informasi jika selama menjadi saudara ipar korban pengusiran, ibu pemgantin ini sangat pelit tanpa punya balas budi setiap hari besar agama Konghucu, seperti Imlek dan Kue Bulan. Saat Imlek, saudara iparnya tidak pernah kasih apapun secara gratis seperti kue kering 1 toples padahal dulu korban pengusiran sering memberikan makanan atau minuman untuk persiapan Imlek. Bahkan setiap perayaan Kue Bulan pun juga, termasuk perayaan Kue Bulan tahun 2025 ini. Bisa buat kue pia, tetapi tidak pernah kasih ke korban satupun padahal keluarga anaknya sudah bisa punya mobil dan bisa renovasi rumah seperti rumah mewah. Menantu perempuan dan anak perempuan dari ibu pengantin pun sama. Sudah pintar berbicara manis dan cerdas dalam beretika, tetapi sifatnya sama saja, selalu pelit kepada korban. Padahal dulu waktu anak perempuannya minta tolong sesuatu saat jelang Imlek 2025 lalu, korban tidak pernah meminta sepeserpun dan mengaku ikhlas karena keponakannya sendiri. Menjadi keponakan bisa mengajarkan orang lain secara manis dan sopan, tetapi diri sendiri sifatnya juga sama dengan saudara ipar korban, tidak ada etika balas budi. Berbeda dengan sepupu korban yang tinggal di kawasan Jalan Letkol M Insya Kota Jambi. Setiap tahun, sepupu korban masih ada niat kasih kue kering dan kue pia termasuk tahun 2025 ini. Meskipun hanya bisa memberikan 1/2 lusin dan sepupu korban bukan orang mampu yang sifatnya kurang bagus, tetapi di dalam hatinya masih ada niat untuk memberikan kue kering maupun kue pia setiap tahun kepada korban. Saudara kandung sepupu korban cukup banyak dan mereka biasa dikasih kue kue tersebut dari sepupu korban setiap jelang Imlek dan jelang perayaan Kue Bulan. Sebenarnya, saudara ipar itu sudah termasuk keluarga terdekat daripada sepupu. Tetapi, mayoritas manusia menganggap keluarga yang mampu merupakan keluarga terdekat meskipun bukan termasuk keluarga kandung.Â
Banyaknya adegan buruk yang tidak pernah ditindaktegas oleh KPI dalam tayangan drama di televisi dan kurangnya diajarkan beretika baik bukan membuat contoh baik bagi semua penonton karena ini membuat kebiasaan sifat buruk manusia semakin bertambah. Padahal menurut masyarakat, mayoritas drama yang selalu tayang di televisi Indonesia kualitasnya dinilai jauh lebih buruk daripada tayangan lain yang lebih bermanfaat seperti tayangan kuis cerdas cermat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI