Mohon tunggu...
Adimas Agung Mulyana
Adimas Agung Mulyana Mohon Tunggu... Content writing

Hi, I am a content writer and digital marketer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Burhanudin dan Gembalanya

6 Maret 2025   16:39 Diperbarui: 6 Maret 2025   16:39 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Burhanuddin Abdullah saat ditemui di Markas TKN Fanta, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2024). (KOMPAS.com/ADHYASTA DIR

Penunjukan Burhanuddin Abdullah sebagai Ketua Tim Pakar Danantara Indonesia telah memicu perdebatan publik. Burhanuddin, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), pernah terlibat dalam kasus korupsi aliran dana BI ke DPR sebesar Rp100 miliar pada tahun 2008, yang mengakibatkan hukuman penjara lima tahun. Kini, ia memegang peran penting dalam pengelolaan aset negara melalui Danantara Indonesia, sebuah lembaga yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Situasi ini mengingatkan kita pada istilah "Serigala menjaga kandang domba", yang menggambarkan ironi ketika seseorang yang sebelumnya terbukti tidak amanah diberikan tanggung jawab besar. Dalam fabel "The Wolf & the Shepherd" karya Aesop, serigala yang dipercaya menjaga domba akhirnya memangsa mereka, mencerminkan risiko menempatkan pihak yang tidak layak dalam posisi kepercayaan.

Kekhawatiran publik terhadap penunjukan Burhanuddin Abdullah mencerminkan ketidaknyamanan atas potensi risiko pengelolaan dana negara oleh individu dengan rekam jejak korupsi. Meskipun pengalaman dan keahliannya di sektor keuangan tidak diragukan, sejarah keterlibatannya dalam kasus korupsi menimbulkan pertanyaan tentang integritas dan kepercayaan.

Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan rekam jejak dan integritas individu yang ditunjuk dalam posisi strategis, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan aset negara. Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan ketat harus menjadi prioritas untuk memastikan bahwa pengelolaan dana publik dilakukan dengan amanah dan profesional, sehingga menghindari risiko yang digambarkan dalam pepatah tersebut.

Dalam konteks ini, pemerintah perlu menjelaskan alasan penunjukan Burhanuddin Abdullah dan langkah-langkah yang diambil untuk memastikan bahwa pengelolaan Danantara Indonesia bebas dari potensi penyalahgunaan. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa tujuan utama lembaga tersebut, yaitu meningkatkan perekonomian Indonesia, dapat tercapai tanpa hambatan.

Jika kita melihat lebih dalam, polemik ini bukan sekadar persoalan individu, tetapi juga mencerminkan kecenderungan dalam sistem politik dan birokrasi Indonesia. Fenomena di mana seseorang dengan rekam jejak bermasalah kembali menduduki posisi strategis bukanlah hal baru. Dalam berbagai kasus, individu yang pernah tersandung kasus hukum justru kembali ke panggung kekuasaan, sering kali dengan dalih pengalaman dan kapabilitas mereka yang masih relevan.

Penunjukan Burhanuddin Abdullah mungkin memicu reaksi beragam dari masyarakat. Di satu sisi, ada yang berargumen bahwa setiap orang yang telah menjalani hukuman berhak mendapatkan kesempatan kedua. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa hal ini justru menciptakan preseden buruk, seolah-olah sejarah korupsi tidak menjadi faktor yang cukup kuat untuk mendiskualifikasi seseorang dari jabatan publik yang krusial.

Dalam banyak kasus serupa, masyarakat cenderung skeptis terhadap pejabat yang memiliki rekam jejak buruk, karena khawatir akan terulangnya penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini mencerminkan krisis kepercayaan yang semakin dalam terhadap pemerintahan dan lembaga publik.

Sebagai lembaga yang memiliki peran strategis dalam pengelolaan aset negara, Danantara Indonesia harus dijaga dari potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Jika transparansi dan akuntabilitas tidak ditegakkan secara ketat, bukan tidak mungkin publik akan mempertanyakan setiap keputusan yang diambil oleh lembaga ini.

Keberadaan tokoh seperti Burhanuddin Abdullah di pucuk kepemimpinan bisa menjadi bumerang jika tidak disertai dengan mekanisme pengawasan yang kuat. Kasus seperti skandal aliran dana BI ke DPR pada 2008 seharusnya menjadi pelajaran penting bahwa pengelolaan keuangan negara membutuhkan integritas yang tak bisa ditawar. Karena sejatinya, Once a wolf, always a wolf.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun