Mohon tunggu...
Adii Donk
Adii Donk Mohon Tunggu... Penulis

Penulis lepas yang tertarik pada isu sosial, Olahraga, kesehatan mental, Pendidikan, dan dinamika masyarakat urban. Percaya bahwa tulisan yang jujur bisa menjadi ruang refleksi bersama.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

"AI dalam Karya Tulis: Alat Bantu atau Jalan Pintas Menuju Kebodohan?"

30 Agustus 2025   12:30 Diperbarui: 30 Agustus 2025   01:57 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tangan manusia dan tangan robot saling menyentuh, melambangkan hubungan manusia dengan kecerdasan buatan.

Di zaman ketika segala sesuatu bisa dilakukan oleh mesin, muncul pertanyaan yang tidak pernah usai: masih adakah aturan yang melarang penggunaan AI dalam menulis? Beberapa kalangan menegaskan, "karya tulis harus murni buatan manusia." Sementara yang lain justru berargumen, "kenapa harus menutup ruang perkembangan teknologi?"

Ketakutan yang sering muncul sederhana: manusia akan terlalu bergantung pada AI. Jika semua tulisan dibuat dengan bantuan mesin, apakah manusia akan menjadi malas untuk berpikir? Apakah otak kita perlahan akan dibiarkan menganggur, sampai suatu saat kehilangan daya kritisnya?

Namun, di sisi lain, ada fakta yang tidak bisa dipungkiri. Banyak orang justru merasa terbantu. AI menjadi semacam sekretaris digital yang siap membantu menuangkan ide, merapikan bahasa, bahkan memberi perspektif baru. Hasilnya tentu tidak selalu sempurna. Kadang terasa hambar, kadang melenceng, bahkan kadang tidak nyambung sama sekali. Tapi bukankah itu juga terjadi pada manusia?

Kuncinya terletak pada prompt, cara kita memberi perintah. Di sinilah letak perbedaan: apakah AI akan menghasilkan tulisan yang dangkal, atau justru kaya gagasan, sangat bergantung pada sejauh mana manusia mampu mengajukan pertanyaan dengan cerdas. AI hanyalah cermin dari kecerdasan penggunanya.

Jadi, apakah kita perlu takut? Atau justru kita harus jujur bahwa yang sebenarnya ditakuti bukan AI, melainkan keterbatasan kita sendiri menghadapi perubahan?

Karena pada akhirnya, AI tidak membuat manusia bodoh. Yang membuat manusia bodoh adalah ketika kita menyerahkan segalanya tanpa berpikir. Sama seperti kalkulator: ia bisa menghitung cepat, tapi kalau kita tak pernah belajar berhitung, siapa yang salah?

Mungkin inilah waktunya kita berhenti bertanya: bolehkah AI dipakai dalam menulis? Pertanyaan yang lebih penting adalah: apakah manusia masih mau melatih otaknya, atau rela menjadikannya sekadar penonton?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun