Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bukan Urusan Mega, Salah Urus Jok ?

22 Juli 2015   12:33 Diperbarui: 3 Mei 2017   18:23 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Desakan reshuffle Kabinet Kerja Joko Widodo bukan sekedar isu yang berhembus kian kencang pasca Hari Raya Idul Fitri yang baru lewat. Presiden milik relawan itu diharapkan sudah menentukan beberapa nama menteri yang akan diganti. Meski demikian, semua mata tetap mengawasi dua sudut yang sepertinya yang tersudut.

Salah satunya adalah pihak partai pengusung PDI Perjuangan. Bahkan tak luput sang Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri, coba didengar pendapatnya. Tentu saja - seperti biasa - media akan sulit mengorek keterangan dari Mega. 

"Saya enggak ada urusan," ucap Mega sambil tersenyum di sela sekolah calon kepala daerah PDIP yang digelar di Wisma Kinasih, Depok, Selasa (21/7/2015). (kutipan: liputan6.com)

Benar, Mega memang tidak ada urusan dengan kabinet dan soal reshuffle-nya. Tetapi ada beban berat bagi Mega jika sang Presiden yang hanya menghargai jasa "Relawan" itu melakukan kesalahan yang sama. Meski ada resiko untuk disebut sebagai "menyetir" Presiden Boneka atau Petugas Partai.

Dilihat dari kondisi kekinian, perihal ekonomi adalah hal yang paling disorot. Masyarakat yang terbiasa kenyang akan bereaksi keras ketika perut mereka menggeliat kosong. Dengan kata lain, orang yang sudah terbiasa dengan kemudahan mendapatkan sesuatu, pastinya gelisah luar biasa disaat mereka kini harus pandai-pandai berhitung dan berhemat. Apalagi mereka yang lain masih mendamba kemudahan, tapi impian tak kunjung lebih jelas?

Inilah kesalahan terbesar Presiden Joko Widodo saat terpilih dan mulai memilih/menunjuk anggota kabinetnya. 

Semua juga tahu bahwa PDIP adalah partai pengusung Jokowi-JK. Dimana PDIP juga harus diakui sebagai penyusun rencana , program dan semacam 'GBHN' kedepan jika Jokowi terpilih. Rencana dan Program yang kemudian digembor-gemborkan Jokowi melalui improvisasi dalam musim kampanye dan kini menunggu realisasi setelah lama terpilih. 

Nyatanya, ekonomi kerakyatan, Berdikari, Nawacita, Revolusi Mental... bla...bla...bla... atau apapun istilahnya, jauh panggang dari api. Kesalahan yang membuatnya menuai desakan untuk mengganti menteri menteri yang berkinerja buruk.

 

Kenapa bisa demikian? 

Lha... wong yang punya program dan rumusannnya sejak awalnya kan PDIP?! Perumus dan ahlinya kan pastinya kader PDI P?! Ekonom dan programmernya juga pastinya masih di PDIP toh?!.

Lalu celaka dua belasss... bahkan tak satupun menteri Jokowi yang mengurusi ekonomi berasal dari partai perumusnya. Logikanya, Bagaimana mungkin perumus tidak disertakan dalam eksekusi bidang yang dirumuskannya? Bukankah perumus cenderung lebih mengerti apa yang dirumuskannya?.  

Menteri-menteri ekonomi Jokowi saat ini ibarat mahasiswa yang mencoba peruntungan sidang skripsi menggunakan skripsi susunan/buatan orang lain. Mereka tidak menguasai materi milik orang lain meski mereka juga ekonom handal. 

Mungkinkah Jokowi merencanakan desain produk Apple dikerjakan oleh orang-orang Samsung? Itu kesalahan tidak hanya besar, tapi... Fatal!. Seperti staf ahli membuat pidato lalu beliau tinggal baca karena terima beres. Jadilah salah baca, salah data, salah fakta hingga salah intonasi bisa jadi bahan tertawaan anak kecil.

Tidak ada salahnya jika Mega mengingatkan hal ini, agar Jokowi sadar bahwa relawan memberinya suara tapi tidak membuatkannya rumusan Nawacita dan Berdikari secara detail. Tidak ada salahnya memberi masukan dengan resiko dianggap ikut campur atau "menyetir" tadi. 

Tersudut kedua yang disorot tentunya pihak Istana. Walaupun secara tegas, PDI P dan Koalisinya memang menyerahkan persoalan perombakan kabinet kepada Presiden Jokowi. Bahkan jika itu harus membagi jatah kursi dengan Gerindra dan Golkar sekalipun.

Masuknya Gerindra dan Golkar ke pemerintahan juga menjadi bumbu isu terkuat terkait reshuffle dimaksud. Jokowi harus menghitung ulang kapasitas dan kualitas etikanya jika perombakan itu dilakukan sekedar berdasarkan alasan politik.

Dengan segala keleluasaan melalui hak prerogatifnya, Presiden Joko Widodo memang tidak bisa dibatasi dalam memilih pembantunya. Tetapi, apakah hak itu juga dibatasi bahwa presiden tidak boleh memilih tim ekonomi dari partainya hanya karena takut dianggap presiden boneka? Siapa yang tahu... istana belum berani bersuara.

Salam 

=Sachsâ„¢=

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun