Mohon tunggu...
Adi Ciputra
Adi Ciputra Mohon Tunggu... Guru - Manusia Biasa dengan Pemikirannya

Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki seorang pemuda

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Catatan Guru Honorer #3 Sejarah Keluarga

25 Januari 2022   17:02 Diperbarui: 25 Januari 2022   17:05 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BAB III

SEJARAH KELUARGA

Saya berusaha ikhlas untuk tetap menjalani kenyataan ini, pemikiran-pemikiran yang saya cari demi membela keadaan saya terus saya lakukan untuk memperteguh pendirian saya. Walaupun terkadang bisa saja runtuh oleh beberapa sebab. Ketika saya mendengar cerita-cerita sukses teman-teman seangkatan saya, dan kemudian melihat keadaan saya yang sekarang, rasanya seperti bom atom yang dijatuhkan kehati saya, hancur semuanya. Ketika saya berfikir, "teman saya yang dari background keluarga yang mapan, sepertinya terlihat mudah menjalani hidup ini, nasibnya sangat bagus, mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang besar.

 Sedangkan saya yang bercita-cita merubah nasib ekonomi keluarga saya kearah yang lebih baik, untuk melangkah satu langkah kedepan rasanya sulit sekali." Pemikiran-pemikiran seperti ini yang membuat saya down. Apakah saya kurang bersyukur atas apa yang sudah saya dapatkan? Mungkin Tuhan sedang menguji kesabaran dan ingin melihat saya berusaha lebih keras lagi, atau mungkin Tuhan marah terhadap tingkah laku saya di dunia ini, saya hanya bisa menerka sesuatu yang belum tentu akan saya ketahui nantinya.

Meyakinkan apa yang kita pilih itulah hal yang tersulit bagi saya, dengan mengajar di 4 sekolah tentu hati saya harus yakin untuk berada dalam dunia pendidikan, agar saya dapat menjalani dengan baik pekerjaan yang ini. Berusaha focus untuk apa yang sedang saya kerjakan, dan berusaha menutup mata dan telingaku terhadap apa yang didapatkan teman-teman saya, agar tidak timbul rasa iri dan dengki menjadi salah satu cara saya untuk memantapkan apa yang saya tekuni.

Sebenarnya tidak begitu sulit mencari pekerjaan selain guru, dengan berbekal ijazah S1 tentu itu mudah, namun yang membuatnya sulit ialah gengsi. Jelas saya sempat diterima di beberapa perusahaan dengan posisi marketing, namun saya tolak sebab marketing merupakan pekerjaan yang beresiko, dan sepertinya saya tidak bisa dipekerjaan ini. Kemudian beberapa menerima saya namun yang ia cari ialah lulusan SMA dengan pekerjaan standart lulusan SMA. Kemuadian jika saya terima, untuk apa saya kuliah 4 tahun jika pekerjaan yang saya dapat berstandart lulusan SMA. Kenapa tidak langsung saja dari dulu lulus SMA saya langsung bekerja, tidak usah kuliah. Memang terkadang saya menyesali mengapa dulu saya memilih untuk kuliah, sedangkan seharusnya saya langsung bekerja, karena saya harus membantu sekolah adikku dan meringankan beban keluagaku. Namun saya malah lebih memili kuliah, dan ketika saya kuliah adik saya malah bekerja, kata orang-orang kok kebalik harusnya kakanya yang kerja, adiknya kuliah dulu.

Mengapa saya tidak ingin kuliah, dan bersikeras untuk bekerja setelah lulus SMA dahulu. Karena perjalanan keluarga saya yang terlalu terjal untuk dapat hidup yang layak. Mungkin beberapa orang hanya mengenalku seperti apa yang mereka lihat dipermukaan, namun mereka tidak mengetahui bagaimana latar belakangku, dan apa yang ada di benakku. Memang masih banyak yang nasibnya jauh lebih parah dari pada saya, saya tidak menepiskannya. Tetapi memang inilah yang terjadi pada kehidupan saya dan inilah sebuah sejarah keluarga yang melekat pada kehidupan saya.

Dahulu sewaktu saya kecil, saya selalu takut akan namanya kematian. Ada seribu pertanyaan di pikiranku apa benar tentang adanya kematian, apakah manusia semua akan mati, dan bisakah kita berlari untuk menghindari kematian tersebut. Sewaktu kecil setiap saya mendengar akan suara petir dan hujan badai yang besar saya selalu menangis. Satu-satunya pikiran yang ada di otak saya waktu itu adalah apakah ini sudah saatnya kiamat (akhir jaman). Asumsi tersebut selalu berada di otakku dan membuat saya ketakutan.

Salah satu faktor yang membuat saya takut akan kematian adalah, saya takut kehilangan anggota keluarg saya, ketakutan tidak bisa bertemu keluarga lagi di kehidupan yang lain menjadi ketakutan yang amat besar. Mungkin waktu kecil saya salah satu anak tercengeng dari saudara-saudara saya yang lain, namun saya salah satu anak yang sangat menyayangi semua anggota keluargsaya.

Saya anak ke 2 dari 3 bersaudara, mungkin ayah dan Ibuku merupakan orangtua terhebat di dunia ini. Keluarga kami sangat harmonis, namun semua keluarga pasti ada masalah yang datang, setiap ada masalah keluarga kami selalu bisa menyelesaikannya dengan baik. Mungkin masalah yang sudah saya rasakan belum ada apa-apanya dengan apa yang dirasakan kedua orang tusaya.

Bapakku termasuk keturunan dari keluarga yang bisa di bilang kaya. Dan ibuku berasal dari keluarga yang kurang mampu. Namun cinta memang tak memandang kasta, kelas, ras, dan lain-lain, dan tidak ada alasan untuk menjelaskan bagaimana cinta itu muncul. Ketika ayah dan ibuku menikah dan membentuk sebuah keluarga, mereka memulai kehidupan baru dari titik nol. Perjuangan hidup mereka untuk membentuk suatu keluarga yang harmonis sangat dramatis menurutku. Mereka selalu menceritakan bagaimana mereka bertemu dan akhirnya menikah, cerita tersebut selalu ku dengar ketika menjelang tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun