Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Inikah Waktu Terbaik untuk Investasi Saham?

15 Juli 2020   08:14 Diperbarui: 16 Juli 2020   04:13 2213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Investasi saham saat pandemi seperti sekarang masih bisa peluang| Sumber: KONTAN/Carolus Agus Waluyo

Sebuah pertanyaan yang sering saya ajukan pada diri saya sendiri adalah "Andaikan saya punya mesin waktu dan bisa kembali ke masa lalu, akankah saya mau berinvestasi saham ketika IHSG masih 400-an?"

Pertanyaan ini cukup "menggelitik" pikiran saya, mengingat saya agak "telat" mengenal investasi saham. Saya pribadi baru berinvestasi saham ketika berumur 28 tahun. Makanya, apabila beberapa tahun sebelumnya berani mencoba investasi saham, maka mungkin pengalaman saya jauh lebih banyak daripada sekarang.

Meski begitu, kalau dipikir-pikir, sekalipun dulu sudah membuka akun sekuritas, namun belum tentu saya siap menghadapi "drama" yang terjadi di pasar modal. 

Maklum, pada masa lalu, informasi seputar pasar modal masih begitu terbatas, sehingga memasuki pasar modal tanpa disertai informasi yang lengkap sama dengan menyusuri sebuah jalan di tengah kabut yang pekat. Begitu berbahaya!

Keterbatasan itu bisa terjadi lantaran teknologi informasi belum banyak berkembang. Pada waktu itu, akses internet memang belum semudah sekarang. Alhasil, jika ingin mendapat berita tentang kondisi pasar modal, maka kita wajib berlangganan koran atau tv berbayar. 

Hal itu jelas berbeda sekali dengan masa kini, yang mana kabar tentang pasar saham bisa diperoleh dengan mudah di internet.

Selain itu, jumlah aplikasi untuk menyeleksi saham juga belum sebanyak saat ini. Dulu, ketika IHSG masih di level 400-an, mungkin ada banyak investor yang kesulitan mencari saham yang bagus. Sebab, semua analisisnya masih dilakukan secara manual.

Bisa dibayangkan, betapa pusingnya kalau kita harus memeriksa laporan keuangan setiap perusahaan publik hanya untuk mengetahui saham mana yang cocok dibeli. Kalau pada waktu itu, perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia jumlahnya sebanyak 200 buah, maka sebanyak itu pula total laporan keuangan yang mesti dianalisis!

Kesulitan lainnya ialah proses transaksi saham. Harus diakui, sebelum ada fasilitas online trading, bertransaksi saham masih begitu ruwet. Pasalnya, jika ingin membeli atau menjual saham, maka kita mesti menelepon broker terlebih dulu. Setelah itu, barulah transaksi dilakukan sesuai perintah investor.

Hal ini jelas kurang efisien, mengingat prosesnya cukup memakan waktu. Kalau pasar saham sedang "adem-ayem", maka hal itu tidak jadi masalah, tapi bagaimana kalau situasinya sedang bearish, sehingga investor mesti menjual cepat sahamnya untuk menghindari kerugian yang lebih lebar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun