Pada bursa transfer musim panas ini, Manchester United (MU) bersiap menyambut seorang pemain baru. Klub berjuluk "Setan Merah" tersebut resmi mendatangkan winger bertalenta bernama Daniel James dari Swansea City.
Pembelian James memang menyita perhatian. Pasalnya, sejumlah pengamat sebelumnya memperkirakan bahwa manajer MU, Ole Gunnar Solskjaer, akan memboyong seorang bintang berharga mahal untuk memperkuat klub.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Alih-alih merekrut seorang superstar, pelatih berpaspor Norwegia itu justru membeli seorang pemain muda, yang namanya belum begitu mendunia. Dan, yang lebih heran lagi, pemain tadi dibeli dengan harga yang relatif murah, yakni 15 juta Poundsterling!
Bagi klub kaya raya sekelas MU, pembelian pemain dengan harga miring tersebut jelas di luar "tradisi". Jika merunut sejarahnya, dalam banyak kasus, MU tidak segan mengeluarkan banyak uang untuk memborong pemain yang diincarnya ke Old Trafford.
Buktinya, manajemen MU bersedia menggelontorkan puluhan atau bahkan ratusan juta Poundsterling untuk menghadirkan pemain kelas dunia seperti Paul Pogba, Fellaini, dan Herrera.
Makanya, begitu MU hanya menghabiskan sedikit sekali uang untuk membeli pemain, sejumlah pihak pun bertanya-tanya. Apakah MU sedang "berjudi" dengan merekrut pemain yang belum terbukti kualitasnya, seperti James?
Biarpun disoroti sana-sini, Solskjaer sepertinya punya pandangan tersendiri tentang pemain yang baru direkrutnya tersebut. Ia membeli James karena pemain yang masih berusia 21 tahun itu memenuhi kriteria yang diinginkannya.
"Daniel adalah winger muda yang mengesankan dengan banyak kemampuan, visi permainan, kecepatan luar biasa dan etos kerja yang bagus. Dia punya musim yang hebat dengan Swansea dan punya segala atribut yang dibutuhkan untuk menjadi pemain Manchester United," jelas Solskjaer, seperti dikutip dari detik.com
Solskjaer justru merasa beruntung bisa membeli James dengan harga murah. Sebab, apabila ia mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya, kelak nilainya tentu akan "berbicara" lebih dari yang dibayarkan MU sekarang.
Saham "Salah Harga"
Strategi pembeli yang diterapkan oleh Solskjaer sejatinya mirip dengan strategi investasi saham yang biasa diterapkan oleh investor Lo Kheng Hong (LKH). Jika Solskjaer senang membeli pemain berkualitas dengan harga murah, LKH doyan memborong saham bagus yang dinilai "salah harga".
Seperti Solskjaer, Lo Kheng Hong jelas memiliki kriteria tertentu dalam memilih saham tersebut. Kalau Solskjaer mempertimbangkan skil dan visi permainan, LKH mencermati manajemen, pertumbuhan laba, dan valuasi saham. Makanya, dalam menyeleksi saham, LKH kerap menggunakan beberapa indikator, seperti ROE, Profit Margin, EPS, dan PER.
Dengan menggunakan strategi pembelian saham yang "salah harga", Lo Kheng Hong berhasil memetik untung puluhan hingga ratusan persen. Sejumlah saham yang pernah dibelinya dan berhasil mendatangkan keuntungan luar biasa di antaranya INKP (untung 1.000%), UNTR (5.900%), dan MBAI (12.500%).
Sampai sekarang, Lo Kheng Hong masih setia menggunakan strategi tadi. Sebab, strategi tersebut terbukti menghasilkan "cuan" yang besar untuknya. Dengan menerapkan strategi tersebut, ia bisa "mengembangbiakkan" modalnya hingga jumlahnya sangat banyak.
Mencari saham yang "salah harga", seperti yang dilakukan LKH, memang bukan perkara mudah. Pasalnya, di Bursa Efek Indonesia, terdapat 600-an emiten yang sahamnya diperdagangkan setiap hari. Bisa dibayangkan betapa sulitnya memeriksa saham-saham tersebut satu per satu!
Pada masa lalu, ketika internet belum ada, hal itu memang "berat" dilakukan. Namun, kini sudah ada stock screener yang bisa dipakai untuk melacak saham yang "salah harga".
Perusahaan sekuritas umumnya menyediakan layanan tersebut. Jadi, dengan menjadi nasabah di perusahan sekuritas tadi, kita bisa menggunakan beragam fasilitas di dalamnya, termasuk stock screener.
Penggunaan stock screener sebetulnya mudah. Cara kerjanya mirip dengan googling. Kita cukup memasukkan kriteria rasio yang diinginkan, dan secara otomatis, sistem akan memunculkan saham yang sesuai dengan rasio tadi.
Meski mudah dilakukan, bukan berarti kita boleh langsung membeli saham yang "direkomendasikan" stock screener. Biarpun sudah sesuai kriteria yang diinginkan, kita mesti memeriksa aspek lain, seperti manajemen dan sektor usahanya. Jadi, data yang ditampilkan stock screener hanyalah indikator awal.
Membeli saham yang "salah harga" ibarat membeli pemain sepakbola berkualitas bagus dengan harga yang murah. Meskipun dibeli dengan harga murah, bukan berarti pemain tadi mempunyai kualitas yang murahan.Â
Sebab, selama ia memiliki potensi dan mampu memperlihatkan kemampuan terbaiknya, boleh jadi, harga yang dikenakan untuknya tidak sepadan dengan kualitas yang ditunjukkannya kelak.
Demikian juga dengan saham yang dianggap murah. Biarpun kini dihargai murah, tetapi kalau ia memperlihatkan pertumbuhan laba yang baik, bisa saja, harganya akan "terbang" suatu saat nanti.
Jadi, semua adalah soal potensi. Pada akhirnya, waktulah yang akan menyingkap potensi besar tadi.
Salam.
Adica wirawan, founder of Gerairasa
Referensi: