Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kompasiana, "Sekolahnya" Para "Blogger Newbie?"

20 November 2017   10:31 Diperbarui: 20 November 2017   10:38 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana coverage lomba lari maraton di jakarta bersama kompasiana (sumber: dokumentasi admin kompasiana)

Dengan mengesampingkan suatu keyakinan tertentu, saya selalu percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita saling "terhubung" dan "keterhubungan" itulah yang akhirnya mempertemukan saya dengan Kompasiana sekitar lima tahun lalu.

Perkenalan itu sendiri sebetulnya "dimakcomblangi" oleh teman saya, Daniel. Pada saat itu, di sela obrolan ringan, Daniel sempat menyinggung soal Kompasiana, yang sedang bertumbuh menjadi "sekolah" bagi para blogger profesional dan amatir.

Saya sebut "sekolah" karena di Kompasiana, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk belajar dan berlatih menulis. Lagipula, di Kompasiana juga tersedia sejumlah rubrik, layaknya "ruang kelas" yang dihuni oleh para blogger yang punya ketertarikan pada topik tertentu.

Seperti sekolah sungguhan, "kelas-kelas" yang terdapat di Kompasiana punya keunikan tersendiri. Ada yang "ramai" dan "gaduh", seperti "kelas politik". Ada pula yang santun, macam "kelas humaniora". Singkatnya, "kelas-kelas" itulah yang menjadi sebuah ruang bagi siapapun untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya.

Saya tidak begitu ingat artikel pertama yang saya pos di Kompasiana. Namun, yang masih terkenang oleh saya adalah bahwa artikel itu dibaca lebih seribu kali. Jumlah yang menurut saya sangat besar pada waktu itu. Sebab, di blog pribadi saja, jumlah pembaca yang diperoleh paling banter lima puluhan.

'sejarah' kompasiana termaktub dalam buku karya kang pepih ini (sumber: dokumentasi pribadi)
'sejarah' kompasiana termaktub dalam buku karya kang pepih ini (sumber: dokumentasi pribadi)
Namun demikian, setelah menerbitkan beberapa artikel, akhirnya saya "vakum" dari Kompasiana. Saya menjelma menjadi "bayang-bayang", yang hanya sesekali menengok Kompasiana tanpa pernah menulis artikel atau menorehkan komentar di blog orang lain.

Semua itu terjadi karena saya juga terus "dibayangi" oleh pekerjaan. Pekerjaan itu telah "menawan" semua perhatian saya, kreativitas saya, dan energi saya dalam menulis. Dunia saya akhirnya teralihkan oleh pekerjaan, kalau boleh meminjam lagu dari Afgan.

Makanya, selama lebih dari empat tahun, saya menjadi "asing" dengan Kompasiana. Pun sebaliknya demikian. Akhirnya, pada tahun lalu, setelah "cabut" dari kantor, akhirnya, saya punya cukup waktu untuk merefleksikan pengalaman dan membikin tulisan.

Jadi, kembalilah saya ke Kompasiana sebagai "newbie", walaupun sebetulnya saya telah cukup lama bergabung dengan Kompasiana. Mengapa saya kembali? Mengapa saya tetap memilih Kompasiana, sementara masih ada media lain yang menawarkan layanan yang sama?

Semua itu "berpulang" pada ciri khas Kompasiana. Di antara sekian banyak media blog, menurut saya, hanya Kompasiana yang punya tingkat interaksi yang tinggi. Tidak jarang kalau kita menulis di Kompasiana, kita akan mendapat vote atau komentar dari orang lain yang belum kita kenal. Artinya, Kompasianer lain tidak sungkan bertegur sapa dengan para "tetangga baru" atau "tetangga lama"-nya.

Interaksi itulah yang akhirnya "menggoda" saya. Pasalnya, saya senang bersosialisasi. Saya gembira menyambut teman baru, tanpa melupakan kawan lama tentunya. Bagi saya, berteman itu ialah sebuah silaturahmi yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun