Mohon tunggu...
Adib Zulqudsie
Adib Zulqudsie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Gadjah Mada

Mahasiswa S1 Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekowisata, Langkah Konservasi atau Awal dari Degradasi?

3 Desember 2022   22:52 Diperbarui: 3 Desember 2022   23:53 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ekowisata berasal dari dua kata, yaitu ekologi dan juga pariwisata. Pada awalnya, istilah ini digunakan untuk memberikan gambaran kegiatan pariwisata yang berkaitan dengan SDA dan juga arkeologi. Hal ini dimaksudkan pada kegiatan pariwisata yang berfokus pada konservasi lingkungan alam, seperti pengamanan satwa liar, situs fosil, dan juga situs arkeologi. Namun, istilah ini hanya dikenal sebatas kegiatan pariwisata yang berbasis alam (nature-based tourism) berupa menikmati keindahan alam. Padahal, Ekowisata merupakan konsep yang kompleks dengan memperhatikan hubungan interaksi wisatawan dengan lingkungan alam maupun budaya.

Menurut The International Ecotourism Society pada tahun 2015, Ekowisata merupakan perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah alami dengan melestarikan lingkungannya, menopang kesejahteraan masyarakat lokalnya, dan juga melibatkan interpretasi dan pendidikan yang berkaitan dengan konsep Ekowisata itu sendiri.

Dengan begitu, Ekowisata dikategorikan sebagai jenis khusus dari pariwisata berkelanjutan dengan tujuan penggunaan SDA, budaya, dan juga nilai historis secara tanggung jawab yang sekaligus memberikan kontribusi pada masyarakat lokal dan juga konservasi kawasan alamnya. Ekowisata juga dapat menjadi strategi dalam menyeimbangkan antara pembangunan dan konservasi ekologi yang nantinya dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokalnya.

Pada penerapannya, konsep Ekowisata mempunyai prinsip dan tujuan yang menjadi landasan dalam praktiknya. Tujuan dari praktik Ekowisata sendiri meningkatkan kesadaran masyarakat dan wisatawan terkait kegiatan pariwisata yang mampu berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan juga pembangunan ekonomi. Selain itu, Ekowisata juga diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal dan juga pengalaman wisatawan yang berkunjung. Hal ini menjadi sebuah kelebihan dari konsep ekowisata dibandingkan dengan salah satu bentuk wisata lain, yaitu mass tourism.

Praktik dari Ekowisata tentunya berbanding terbalik dengan bentuk wisata mass tourism yang selalu mengedepankan keuntungan ekonomi dan tidak memperhatikan aspek keberlanjutannya. Konservasi lingkungan alam dan budaya bukan tujuan utama dari praktik wisatanya. Hal ini tentunya dapat membahayakan kehidupan masyarakat lokal yang ada di sekitar destinasi karena menerima dampak negatif dari aktivitas pariwisata. Namun, penerapan Ekowisata pada sebagian destinasi wisata justru bersinggungan dengan fenomena mass tourism. 

Pada praktiknya, penerapan Ekowisata seringkali ditemukan permasalahan terkait keberlanjutan pada destinasi wisatanya. Hal ini terlihat dari beberapa lokasi yang menerima dampak negatif akibat kasus overtourism merupakan lokasi wisata yang menerapkan konsep Ekowisata. Salah satu contohnya adalah Desa Wisata Nglanggeran, destinasi Ekowisata yang pernah mengalami overtourism pada tahun 2014 silam.

Desa Wisata Nglanggeran merupakan desa wisata yang menerapkan konsep Ekowisata berbasis masyarakat sejak tahun 2008. Sayangnya, pengelolaan pengunjung di Desa Wisata Nglanggeran belum terstruktur dan belum berjalan dengan baik. Pada tahun 2014, data pengunjung tercatat sebesar 325.303 wisatawan yang terdiri dari 476 wisatawan mancanegara dan 324.827 wisatawan domestik. Dari data tersebut terjadi peningkatan jumlah pengunjung sebesar 279.9% dari jumlah pengunjung tahun sebelumnya.

Penerapan Ekowisata yang seharusnya mengedepankan aspek keberlanjutan pada lingkungannya justru memberikan ancaman besar terhadap keberadaan lingkungan alam. Terjadinya overtourism pada tahun tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap berbagai aspek, seperti lingkungan, keamanan, budaya, dan juga permasalahan lainnya. Permasalahan tentang menumpuknya sampah plastik akibat dari aktivitas pariwisata di Desa Wisata Nglanggeran menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan pada tingkat yang mengkhawatirkan.

Dengan melihat kasus yang pernah terjadi di Desa Wisata Nglanggeran, Ekowisata dapat dijadikan sebagai instrumen konservasi pada pengelolaan destinasi wisata yang memiliki ketergantungan pada lingkungan alam. Namun, Ekowisata juga memliki keterkaitan yang kompleks dengan aspek lain dan dampak yang luas. Hal ini menyebabkan Ekowisata dianggap sebagai pedang dengan dua mata pisau. 

Pada satu sisi, Ekowisata merupakan salah satu peluang dalam pengembangan dan pelestarian lingkungan alam dan juga mampu meningkatkan sektor ekonomi pada masyarakat, tetapi penerapan Ekowisata mampu memberikan dampak negatif berupa degradasi lingkungan dikarenakan kedatangan wisatawan meninggalkan jejak berupa gas emisi yang mampu mengakibatkan perubahan iklim yang tidak wajar pada skala global.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Ekowisata merupakan salah satu bentuk wisata yang diminati oleh banyak wisatawan khususnya wisatawan yang berasal dari perkotaan. Namun, fakta bahwa penerapan konsep Ekowisata memiliki ketergantungan yang kuat terhadap lingkungan alam juga perlu diingat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan dan pengadaan regulasi terkait keberlanjutan pada destinasi Ekowisata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun