Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nasib Guru Honorer di Sumbar Sungguh Memprihatinkan

2 Januari 2018   10:22 Diperbarui: 2 Januari 2018   11:03 1713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI: Aksi unjuk rasa menuntut peningkatan kesejahteraan guru honor di suatu daerah. (Sumber Foto: edukasi.kompas.com)

Sudah diketahui banyak orang bahwa nasib guru honor di Sumatera Barat sejak lama sungguh sangat memprihatinkan. Rata-rata guru honor tersebut, terutama yang mengabdi di SLTP dan SLTA baik negeri ataupun swasta, menerima sebulannya kurang dari Rp500 ribu meski yang bersangkutan sudah memforsir pengabdiannya begitu maksimal.

Di Sumatera Barat, boleh dikatakan semua guru honor tersebut full mengajar dalam sebulan. Namun, hitungan kesejahteraannya hanya seminggu saja.

Jika dalam sebulan guru honor itu mengabdi 100 jam pelajaran dan dibayar Rp20 ribu per jam, tentu mereka bisa menerima Rp2 juta. Namun kenyataaan yang terjadi sejak lama, mereka mengajar sebulan namun penerimaan honor hanya dihitung per minggu. Kisaran Rp200 ribu saja honornya. Sungguh memprihatinkan.

Problema berkaitan dengan penerimaaan honor bagi guru tersebut sudah dimaklumi DPRD Sumatera Barat. Bahkan, Wakil Ketua DPRD Sumbar, Arkadius Datuk Intan Bano, seperti diberitakan KORAN PADANG baru-baru ini, mengungkapkan yang cukup jumlah guru berstatus ASN baru SMA dan SMK negeri yang ada di Kota Padang. Sementara, di 18 daerah kota dan kabupaten di Sumatra Barat entah kapan terpenuhi guru yang berstatus ASN. Ironisnya, di daerah terisolir atau kawasan tertinggal, ada SLTA negeri yang hanya punya dua guru ASN. Tentu yang dominan adalah guru honor. Namun, sangat disayangkan, Datuk Intan Bano tidak menyebutkan pada wartawan yang mewawancarainya SLTA di pedalaman Sumatra Barat yang punya dua guru ASN tersebut.

Jika pola hitungan jam per minggu dipermanenkan jadi hitungan perbulan, termasuk penerimaan honornya, barulah guru honor itu agak lega. Seperti disebutkan, dalam seminggu guru itu mengabdi 20 jam, maka sebulannya yang bersangkutan bisa menerima Rp2 juta. Hal begini baru agak melegakan bagi guru bersangkutan.

Sistem yang berlaku selama ini boleh disebut 'tidak lagi manusiawi' kalau ditilik dari kacamata 'zaman now'. Memprihatinkan. Murid datang ke sekolah diantar dengan mobil pribadi yang 'wah' sementara guru honor naik oplet tua rongsokan.

Problema memiriskan yang menimpa nasib guru honor di Sumatra Barat yang jumlahnya ribuan orang diharapkan ada pemecahan masalahnya. Pemerintah, DPRD, bersama masyarakat harus 'seiya sekata' mengatasi nasib guru ini. Khusus dari pemerintah, harus tersedia anggaran yang jelas dari APBD.

Kalau pemerintahan provinsi bersama DPRD sepakat mengangkat derajat kesejahteraan guru honor ini, tentu anggarannya harus disediakan. Bisa saja anggaran lain dipotong, seperti perjalanan ke luar negeri yang banyak dapat sorotan selama ini, dialihkan untuk guru honor. Bahkan dana lain pun bisa asal punya niat baik bersama untuk mengatasi beragam kemiskinan yang menimpa guru yang juga disebut 'pahlawan tanpa tanda jasa' ini.

'Ciloteh lapau' yang muncul berkaitan dengan perjalanan pejabat ke luar negeri untuk 'menjual daerah' pada investor sepertinya belum memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Sebab, setelah kembali, dan berlalu beberapa lama hasil perjalanan tersebut tidak diketahui lagi. Atau bisa jadi evaluasinya tidak diinformasikan secara luas.

Karena 'zaman now' sudah begitu modern, ada baiknya 'menjual' daerah ini dimaksimalkan melalui internet. Hasilnya juga dipastikan lebih masimal kalau kita benar-benar serius membangun negeri ini. Rakyat daerah ini bukan iri banyak pejabat berkunjung ke luar negeri. Namun, kunjungan itu hendaknya membawa hasil maksimal.

Bagaimanapun juga, keprihatinan guru honor SLTA di Sumatra Barat sangat diharapkan bisa diatasi secara bertahap. Lebih cepat tentu lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun