Mohon tunggu...
Adibah TazkiyyatunNafsi
Adibah TazkiyyatunNafsi Mohon Tunggu... Mahasiswa UINSA

Saya seorang Mahasiswa Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"The New Rules of the World by John Pilger" Globalisasi dan ketimpangan: Eksploitasi Pekerja Indonesia dalam Cengkeraman Korporasi

24 Maret 2025   11:44 Diperbarui: 24 Maret 2025   11:44 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Video The New Rules of the World by John Pilger, subtitle Indonesia secara kritis mengkaji globalisasi, khususnya dampaknya terhadap Indonesia, dengan mengungkap kontras yang mencolok antara kekayaan kaum elit dan kondisi buruk yang dihadapi oleh pekerja biasa. Setelah menguraikan konteks historis, termasuk kebangkitan Jenderal Suharto yang penuh kekerasan dan eksploitasi ekonomi yang terjadi setelahnya, video ini menyoroti bagaimana perusahaan multinasional mendapatkan keuntungan dari tenaga kerja murah sambil mengabaikan kondisi kerja yang buruk. Narasi ini juga mengkritik lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia, dengan menuduh mereka melanggengkan kemiskinan melalui utang dan kebijakan neoliberal. Pada akhirnya, video ini menganjurkan perubahan sistemik untuk mengatasi ketidaksetaraan ini dan menyarankan bahwa kerangka ekonomi global saat ini dapat diubah. Hal-hal terkait dalam video tersebut yaitu:

  • Globalisasi menciptakan kesenjangan yang besar.
  • Sekelompok kecil elit memiliki kekayaan yang luar biasa.
  • Pekerja di Indonesia menghadapi kondisi yang buruk di pabrik-pabrik eksploitatif.
  • Protes massa terhadap globalisasi berkembang secara global.
  • Kekerasan historis di Indonesia di bawah Suharto adalah kunci untuk memahami perekonomiannya saat ini.
  • Kebijakan IMF dan Bank Dunia sering kali merugikan negara-negara termiskin.
  • Pekerja menghadapi eksploitasi saat memproduksi barang untuk pasar Barat.
  • Globalisasi dikaitkan dengan meningkatnya kemiskinan dan pengangguran.
  • Transparansi dalam praktik perusahaan sangat penting untuk standar ketenagakerjaan yang adil.
  • Seruan untuk reformasi menekankan perlunya lembaga yang bertanggung jawab.

Globalisasi telah memicu protes besar-besaran, terutama terhadap kesenjangan ekonomi. Meskipun terjadi kemajuan dalam penciptaan kekayaan, kemiskinan tetap ada, dengan sejumlah kecil perusahaan mengumpulkan kekayaan dalam jumlah besar, yang menyoroti kesenjangan yang parah. Bangkitnya Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya tetapi dirundung kemiskinan mencerminkan dampak negatif globalisasi, di mana penduduk lokal menderita di bawah pengaruh perusahaan asing, yang menyebabkan kesenjangan sosial.

Peristiwa seperti pernikahan elit di Jakarta mengungkap kontras yang tajam antara orang kaya dan sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan, dengan jutaan orang berjuang untuk bertahan hidup, menyoroti biaya manusia dari produksi massal. Kondisi kerja di pabrik-pabrik Indonesia sangat buruk, di mana para pekerja memperoleh upah di bawah upah hidup, diperburuk oleh perumahan yang sempit dan kurangnya layanan dasar, yang menunjukkan adanya eksploitasi di balik barang-barang global yang murah.

Pabrik-pabrik yang mengeksploitasi tenaga kerja beroperasi di zona-zona pemrosesan ekonomi tempat merek-merek Barat mengeksploitasi tenaga kerja murah, dengan para pekerja menghadapi kondisi-kondisi yang ekstrem. Merek-merek mengklaim menegakkan standar-standar etika, namun pelanggaran-pelanggaran merajalela dan sebagian besar tidak terkendali. Pekerja di pabrik merek seperti Gap menghadapi jam kerja yang melelahkan dan pengawasan yang minim serta mengalami kondisi yang tidak aman, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang akuntabilitas perusahaan dan penegakan hak-hak pekerja.

Kode etik yang diusulkan oleh merek sering kali gagal melindungi pekerja, yang menyebabkan eksploitasi berkelanjutan karena lemahnya penegakan hukum dan intimidasi terhadap pelapor di pasar tenaga kerja Indonesia. Narasi tersebut mengungkap bagaimana prioritas Barat selama rezim Suharto lebih mengutamakan keuntungan ekonomi daripada hak asasi manusia, menunjukkan keterlibatan dalam kekejaman massal yang menyebabkan eksploitasi sumber daya strategis Indonesia.

Pasca jatuhnya Suharto, investasi asing terus mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia dengan mengorbankan hak dan kesejahteraan rakyat, sehingga memperparah siklus utang dan korupsi. Globalisasi telah mempertahankan kesenjangan di mana kekayaan terakumulasi untuk segelintir orang sementara mayoritas hidup dalam kemiskinan, dengan seruan untuk pembatalan utang yang menggambarkan perjuangan yang sedang berlangsung untuk keadilan dan kesetaraan ekonomi.

Video ini memberikan perspektif kritis terhadap globalisasi, menyoroti bagaimana sistem ekonomi global sering kali menguntungkan segelintir elite kaya sambil mengeksploitasi pekerja di negara berkembang, termasuk Indonesia. Fokus utama yang diangkat adalah bagaimana perusahaan multinasional dan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia berperan dalam melanggengkan ketimpangan ekonomi melalui kebijakan yang memprioritaskan kepentingan modal dibanding kesejahteraan sosial.

Terdapat beberapa poin menarik dalam video ini:

  1. Kesenjangan Sosial yang Kian Melebar
    -- Fenomena ini masih sangat relevan hingga saat ini, terutama di Indonesia, di mana kelompok elite ekonomi terus menumpuk kekayaan sementara pekerja di pabrik-pabrik mendapatkan upah yang minim.

  2. Eksploitasi Pekerja di Pabrik-pabrik Multinasional
    -- Hal ini tercermin dalam berbagai laporan investigasi tentang kondisi buruk di pabrik-pabrik garmen yang memproduksi barang untuk merek internasional, seperti Nike dan H&M.

  3. Peran Lembaga Keuangan Internasional dalam Memperparah Ketimpangan
    -- IMF dan Bank Dunia sering dikritik karena kebijakan yang membebani negara berkembang dengan utang besar dan syarat-syarat reformasi ekonomi yang merugikan masyarakat miskin.

  4. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun