Lima orang pelaku judi online diringkus aparat Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di sebuah rumah kontrakan di Banguntapan, Bantul. Penangkapan ini menjadi sorotan publik setelah penyanyi Kunto Aji mempertanyakan logika hukumnya di media sosial (JawaPos, 4/8/2025).
Seumur-umur, saya paling males berurusan sama hal-hal yang bikin kepala muter. Bukan karena saya anti mikir, tapi kadang ada hal-hal yang saking gak masuk akalnya, kita mikir pun malah jadi capek sendiri. Salah satu contoh nyata yang baru-baru ini bikin saya menghela napas panjang sampai kerongkongan rasanya kering adalah berita penangkapan komplotan pemain judi online di Jogja.
Kabar ini, jujur saja, bikin saya senyum-senyum miris. Bukan karena saya senang ada orang ditangkap, bukan juga karena saya setuju sama judi online (naudzubillah, amit-amit), tapi karena narasi di baliknya itu lho, Mas Mbak, yang bikin otak saya harus loading ulang berkali-kali.
Bayangkan, ada lima orang di Jogja, kota yang terkenal dengan keramahan dan kearifan lokalnya, yang ditangkap polisi. Apa salah mereka? Mereka bukan begal. Bukan juga pencopet. Apalagi koruptor yang merugikan negara triliunan. Mereka, menurut polisi, adalah "komplotan pemain judi online". Oke, sampai sini masih masuk akal. Mereka melanggar hukum, ya ditangkap.
Tapi, tunggu dulu. Baca lagi detailnya pelan-pelan. Komplotan ini bukan sekadar main, tapi mereka memanfaatkan celah sistem di situs judi online. Mereka bikin akun baru setiap hari, pakai SIM card bekas, demi mendapat promosi cash back dan peluang menang yang lebih besar. Dengan kata lain, mereka ini bukan sekadar penjudi, tapi 'penjudi cerdas' yang 'menipu' bandar.
Nah, ini dia bagian yang bikin saya ngakak sambil garuk-garuk kepala. Lha, yang dirugikan siapa? Bandar judi online!
Sampai sini, saya yakin para pembaca budiman sudah merasakan kejanggalan yang sama. Kayak ada yang salah, tapi kita gak bisa nunjukinnya dengan kata-kata. Sampai akhirnya Mas Kunto Aji, penyanyi yang lagu-lagunya suka bikin kita merenung, melontarkan pertanyaan simpel yang langsung menohok jantung persoalan: "Cuma nanya ini kan yang dirugiin bandar ya? Yang lapor siapa?"
JEDERRRRR!
Pertanyaan sederhana yang ampuh banget. Ini seperti ada orang yang ketahuan nyolong di rumah maling. Lalu si maling melapor ke polisi dan polisi pun menangkap orang yang nyolong itu. Kan nganu, ya. Gimana gitu, lho.
Logika kita sebagai orang awam yang waras, yang setiap hari makan nasi, pasti akan bertanya-tanya, "Lho, kok bisa?" Kenapa bandar judi online yang jelas-jelas ilegal, malah bisa menjadi korban yang dilindungi hukum? Kenapa polisi justru menangkapi orang-orang yang "menipu" bandar? Di sini, definisi "kejahatan" seolah bergeser.
Ini persis seperti komentar-komentar netizen yang bilang, "Ini semacam 'polisi menangkap pengedar narkoba palsu'." Atau, "yang lebih salah secara hukum harusnya bandarnya bukan pemainnya." Ya gimana, kalau yang legal-legal saja masih sering diakali, apalagi ini, yang ilegal.