Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Saham Manis untuk Jurnalis

3 Januari 2016   13:07 Diperbarui: 3 Januari 2016   13:32 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sebagian kru jejamo.com"][/caption]

Bicara soal saham, mungkin kita cepat ingat dengan sebuah tagar atau hashtag terkenal #PapaMintaSaham. Namun, cerita saya kali ini sederhana saja. Tidak ada unsur politik sama sekali. Ya sekadar berbagi saja di Kompasiana. Lagipula, ini mengobati rasa kangen saya karena sudah lama tak menulis di sini. Maklum, sok sibuk, hahaha. Kalaupun tulisan ini dijadikan headline oleh Admin, ya alhamdulillah. Andaipun tidak, ya alhamdulillah juga.

Profesi saya hingga tulisan ini saya tulis masih jurnalis. Hanya bedanya sudah berpindah dari satu media massa ke media massa lain. Saya mulai masuk menjadi “sekrup” media massa di Harian Umum Lampung Post pada 30 September 2004. Awal masuk menjadi staf di korektor bahasa atau copy editor. Koran ini milik Media Grup dengan bos besarnya Surya Paloh yang kini menjadi Ketua Umum Partai Nasdem.

Lima tahun di korektor bahasa, saya dimutasi ke Desk Politik. Agak unik karena di media massa ini, saya bisa dibilang tidak punya pengalaman “tempur” di lapangan. Untungnya, secara diam-diam, selama tiga tahun, saya sejak pagi sampai sore jam masuk di Lampung Post, nyambi menjadi kontributor Kantor Berita Radio 68 H atau KBR68H. Juga menyambi selama tiga tahun menjadi kontributor majalah Khalifah yang satu grup dengan tabloid Pulsa.

Di Lampung Post saya ditempa kemampuan editing, bahasa, dan menulis opini—sebuah keahlian yang saya pelihara sejak awal kuliah dan menulis di rubrik Opini koran ini. Di KBR68H dan majalah Khalifah, kemampuan reportase saya ditempa. Lumayan juga. Setidaknya ada pengalaman memburu narasumber di lapangan.

Tak lama di Desk Politik, saya dimutasi ke online Lampung Post yang dahulu bernama lampungpost.com. Kini namanya berubah menjadi lampost.co. Sejak di Desk Online, saya mulai mencari berita sendiri. Meski tugas utamanya editor, tak membuat saya enak-enakan di belakang meja. Setiap hari mesti bikin berita sendiri. Dua tahun di dunia maya, saya dimutasi lagi ke Desk Minggu.

Nah, di ranah ini, saya berhadapan dengan liputan yang mewangi. Pasalnya, mesti mengurus soal model, gaya hidup, kuliner, dan sebagainya. Genap setahun, saya pun dimutasi lagi ke Desk Humaniora. Namun, saya sudah punya ancang-ancang. Saya hendak mundur. Cukup belajar di sini selama 10 tahun.

Akhirnya saya mundur. Istilah kerennya resign, hehehe. Keluar dari Lampung Post, masuk berkutat di sebuah media online, duajurai.com. Kebetulan pemimpin redaksinya, Juwendra Asdiansyah, adalah senior saya di kampus. Juwe, demikian ia biasa disapa, menerima saya sebagai editor. Tanggal 16 Desember 2014, saya mulai bekerja di portal berita ini. Jumlah karyawannya tentu tak sebanyak Lampung Post yang mencapai ratusan.

Di sini kemampuan editing saya dan ilmu soal dunia portal berita bertambah. Juwe juga bilang, bekerja di sini jangan sekadar bekerja, tapi juga belajar. Saya memaknainya dengan teramat baik. Alhasil sepengetahuan saya, peringkat portal berita ini di situs pemeringkat alexa.com melejit, bahkan menjadi tiga terpopuler di Lampung. Jumlah pengunjung dan pageviews-nya pun lumayan. IP adress yang masuk dan terpantau via Google Analytic juga oke punya.

Usai sepuluh bulan, tepatnya 5 Oktober 2015, saya pamit mundur baik-baik dari portal berita ini. Meski cukup mendadak, saya memutuskan mundur. Sebuah pekerjaan baru menanti saya.

Beberapa bulan bekerja selepas dari Lampung Post, saya ada pemikiran untuk lebih baik. Maksudnya, kalau kita merasa punya kemampuan, tak mengapa mengajukan penawaran khusus kepada mereka yang ingin merekrut kita. Dengan kata lain, hargailah diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun