Justru larangan ini kontraproduktif dengan ajakan Jokowi untuk spending money demi menggerakkan roda ekonomi. Saya pernah menulis ini di Kompasiana. Silakan baca saja. Kritik atas Ajakan Spending Money Presiden Jokowi.
Mestinya, kalau memang pemerintah sudah siap memasuki endemi dan sudah kampanye lepas maker, kenapa masih ketakutan? Waspada boleh. Khawatir juga tidak masalah. Bagus malahan.Â
Namun, dalam konteks sekarang, surat edaran larangan itu tidak relevan lagi. Ia tidak menemukan momentum yang mendukung realisasi surat yang diteken Pramono Anung itu.
Saya kira, ketimbang menjadi polemik, cabut saja surat itu. Toh Indonesia sudah klaim berhasil melakukan vaksinasi.Â
Kita sudah mengklaim siap memasuki babak baru pascapandemi. Kita juga sudah dibolehkan tak bermasker di ruang publik. Lantas, buat apa lagi ada aturan yang boleh disebut langkah mundur ini.
Harapan publik kita besar untuk Ramadan dan Lebaran tahun ini. Roda ekonomi siap bergerak lagi setelah melambat selama dua tahun terakhir.Â
Kini kita memasuki babak baru. Ekonomi kita mau maju lagi.Â
Dan ini oleh pemerintah sudah digembar-gemborkan juga. Termasuk ajakan presiden untuk makan di restoran, nonton konser, pergi ke tempat wisata, dan lainnya.Â
Semua dalam konteks membelanjakan uang alias spending money. Lantas, mengapa ada langkah "mundur" dengan adanya surat larangan buka puasa bersama itu? [Adian Saputra]
Gambar pinjam dari sini