Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jurnalisme Lapis Legit

4 Januari 2023   08:04 Diperbarui: 4 Januari 2023   09:18 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bulan Ramadan tahun 2016. Saya hendak pulang kerja usai mengedit berita di portal yang waktu itu saya pimpin. Waktu sudah menunjukkan jam setengah tiga dini hari. Perjalanan saya menuju rumah berhenti di depan Masjid Baabussalam, Jalan Teuku Umar, Bandar Lampung.

Warga ramai di seberang. Rupanya ada kecelakaan. Sebuah mobil sedan mewah kecelakaan tunggal. Bagian depan ringsek. Entah ada korban jiwa atau tidak. Saya sebetulnya bisa saja pulang. Sudah capek. Tapi ada kejadian di depan mata. Saya telepon reporter supaya segera ke lokasi. Saya bilang kepadanya, tolong ke lokasi dan bikin berita sebanyak-banyaknya. Saya balik kantor.

Usai di kantor, komputer kembali dioperasikan. Satu buah berita yang dikirim reporter lewat surat elektronik (surel) sudah masuk. Beritanya ringkas. Isi berita cerita soal kecelakaan lalu lintas. Yang tertera dalam berita tentu masih terbatas karena berita awalan. Karena masih hangat saya imbuhkan di depan judul "breaking news". Seingat saya hanya media kami yang menaikkan berita itu kala dini hari. Namanya juga jelang sahur.

Berita pertama lekas disambar pembaca. Saya menyebarluaskan juga di Facebook dan status WhasApp. Karena breaking news alias warta semerta, data yang dikemukakan belum banyak. Baru sebatas kejadian, lokasinya, pelat kendaraan, dan lainnya. Nama korban, kronologi kejadian, dan lainnya masih mau diungkap dengan melakukan wawancara ke beberapa pihak.

Apakah berita pertama yang naik itu sudah benar? Benar. Sebab, dia faktual. Apakah reporter selesai melakukan tugas? Belum. Ia mesti mencari kebenaran faktual lain dari peristiwa ini.

Saya menunggu laporan reporter sembari mengirim pesan WhatsApp untuk mencari identitas pemilik kendaraan dan kronologi kejadian. Setengah jam kemudian berita baru dikirim. Isinya kesaksian warga setempat bagaimana sedan keren nan baru itu bisa kecelakaan, menabrak tiang listrik saking kencangnya melaju.

Sepuluh menit mengedit, berita kedua naik. Kebenaran faktual dalam jurnalisme kembali diketengahkan. Kebenaran faktual ini nomor urut 1 dari 9 elemen jurnalisme yang dikemukakan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme.

Buku ini sering disebut sebagai kitab suci bagi para jurnalis dalam melakukan kerja jurnalistiknya. Tapi ini hanya sebutan ya. Bukan berarti kitab suci ini menggantikan beberapa kita suci agama yang sudah ada sebelumnya. Tolong jangan kelewat serius, hahaha.

Setengah jam berikutnya, berita baru dikirim lagi dari lapangan. Kali ini angle-nya lumayan menarik. Si empunya sedan mewah ini anak dari pengusaha nasi uduk terkenal di Lampung. Maka, angle ini kemudian menginspirasi menjadi judul dan bagian awal berita yang ke-3 ini. Berita yang ketiga ini melengkapi kebenaran-kebenaran yang sudah ditulis pada kesatu dan kedua.

Pembaca makin luas informasinya mengenai kejadian kecelakaan ini. Berita kesatu yang breaking news tadi dan berita ketiga soal siapa pemilik sedan mewah yang kecelakaan ini paling banyak dibaca kala itu. Kami tertolong karena jamnya mendekati waktu sahur. Orang mungkin sudah ramai di media sosial soal kecelakaan di depan Masjid Baabussalam Jalan Teuku Umar Bandar Lampung itu. Warganet kemudian mencari-cari informasi yang sahih di media daring arus utama dan ketemulah berita itu di web kami.

Begitulah kebenaran faktual dalam jurnalisme itu dibentuk dari satu berita ke berita lain. Dari satu lapisan ke lapisan lain. Entah berapa lapis. Itulah sebabnya sekarang kita membaca di berita daring, ada beragam angle dari satu peristiwa. Yang paling mudah saja misalnya sepak bola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun