Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Balada Wartawan Saat Bulan Ramadan

21 Mei 2018   19:11 Diperbarui: 22 Mei 2018   17:11 2496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tayangan di media massa selama Ramadan ini penuh dengan pernak pernik bulan suci. Kita bisa membaca, mendengar, dan menonton hasil liputan para wartawan perihal Ramadan. Dari mulai jajanan, aktivitas ibadah, dunia agamis selebriti, sampai dengan perkembangan terbaru jelang Hari Raya. Semua tersaji lengkap di media massa.

Dari para wartawan inilah kita bisa membaca denyut kehidupan tidak berhenti selama Ramadan. Bahkan, intensitasnya makin tinggi karena dinamika di bulan suci ini memang spesial sekali.

Jelang Ramadan, nyaris semua media massa, baik besar maupun kecil, sudah mempersiapkan menu sajian liputannya. Semua tentu saja ingin menyajikan yang terbaik bagi penikmat warta.

Tapi mungkin sedikit yang meneliti, betapa kawan-kawan wartawan di lapangan itu mesti menjaga benar stamina mereka. Lazimnya muslim yang lain, sebagian besar di antara mereka juga berpuasa.

Jika nyaris semua keluarga berkumpul saat sahur dan berbuka, boleh jadi ada di antara Jurnalis yang masih berjibaku dengan liputan, mengejar narasumber, mengetik berita, menyunting video, dan mengedit foto.

Bahwa itu sudah menjadi konsekuensi mereka yang bekerja di ranah media massa, itu benar. Namun, soal kekuatan para wartawan bekerja selama puasa Ramadan itu barangkali yang tak banyak diketahui khalayak.

Pengalaman beberapa tahun bekerja di bidang jurnalism yang penulis alami memang mendedahkan soal itu. Kami mesti punya stamina ekstra saat bekerja. Terutama teman-teman reporter di lapangan yang mesti menjaga kontinuitas dan kualitas berita meski mereka berpuasa.

Jika jam kerja aparatur sipil negara ada penyesuaian saat puasa, tidak demikian dengan para wartawan. Ada puasa atau tidak, mereka mesti bekerja dengan tingkat pemenuhan tenggat atau deadline yang sama ketatnya. Kebayang kan bagaimana giginya para Jurnalis itu di lapangan saban hari?

Apalagi kalau ada peristiwa besar. Sudah pasti dinamikanya makin tinggi dan stamina yang dibutuhkan juga harus makin kuat. Jika tidak demikian, kemungkinan untuk tepar, sakit, dan tumbang, boleh jadi dirasakan.

Galibnya liputan Ramadan, pasti ada angle atau topik soal persiapan mudik. Yang ini seru banget. Apalagi Lampung yang menjadi pintu mudik dari dan menuju Jawa. Pelabuhan Bakauheni dan jalan lintas Sumatera menjadi objek liputan yang saban tahun ditengok. Kalau sudah begitu, panasnya matahari pun tak terasa lagi. Tahu-tahu kulit sudah gosong terbakar karena tak sempat lagi mengoleskan tabir surya.

Seorang kawan bahkan sering membawa mistar atau penggaris besi. Ini ia bawa karena banyak jalan yang kondisinya masih jelek jelang arus mudik Lebaran. Ia menghitung lebar dan dalamnya lubang demi mendapatkan detail cerita soal mudik ini. Untung saja tinggi gelombang di Selat Sunda tak ia ukur dengan penggaris itu, ada-ada saja. Hehehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun