Apakah anak-anak kita tahu mengapa ada kurban? Atau mereka hanya tahu bahwa akan ada banyak daging di rumah? Apakah kita mengajak keluarga merenungkan kisah Nabi Ibrahim, atau hanya sibuk berfoto dengan hewan kurban? Jangan sampai kita hanya membagikan daging, tapi lupa membagikan makna.
Nilai kurban adalah tentang keikhlasan. Tentang memberikan yang terbaik, bukan yang tersisa. Tentang kepekaan terhadap penderitaan orang lain. Idul Adha seharusnya menjadi momen pendidikan spiritual yang membentuk jiwa sosial, bukan sekadar ritual tahunan yang kehilangan ruh.
Lebih dari segalanya, Idul Adha bisa menjadi waktu yang tepat untuk introspeksi diri. Dalam suasana takbir yang menggetarkan, kita bisa bertanya dalam sunyi "Sudahkah aku mengikhlaskan luka masa lalu?", "Apakah aku masih menggenggam amarah yang sudah seharusnya dilepaskan?", "Apakah aku berani melepaskan sesuatu demi menjadi pribadi yang lebih baik?"
Kadang, kurban terbesar adalah melawan sisi gelap dalam diri sendiri. Dan itu tidak terlihat oleh siapa pun. Tapi justru itulah kurban paling jujur, karena hanya kita dan Tuhan yang tahu prosesnya.
Idul Adha bukan hanya soal menyembelih, tapi juga menyembuhkan. Bukan hanya tentang mengorbankan hewan, tapi tentang membebaskan diri dari hal-hal yang menahan kita untuk tumbuh dan damai. Jika tiap tahun kita menyaksikan darah kurban mengalir, seharusnya itu juga menjadi pengingat bahwa ada bagian dalam diri yang perlu dikorbankan agar hidup menjadi lebih bermakna.
Maka, saat takbir kembali menggema, mari bertanya pada diri sendiri tahun ini, apa yang akan aku lepaskan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI