Mohon tunggu...
Adhi Kusuma
Adhi Kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi saya di bidang editing

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengurai Kualitas Interaksi Guru-Siswa: sebagai Fondasi Pendidikan Bermakna di Kelas

6 Juli 2025   16:57 Diperbarui: 6 Juli 2025   16:57 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan adalah jantung peradaban, dan di dalam denyut jantung itu, kelas adalah ruang vital tempat pengetahuan ditransfer, karakter dibentuk, dan potensi digali. Namun, seringkali kita terlalu fokus pada kurikulum, fasilitas, atau hasil ujian semata, hingga melupakan esensi paling mendasar: kualitas interaksi antara guru dan siswa. Interaksi ini bukan sekadar pertukaran informasi, melainkan sebuah jalinan komunikasi kompleks yang menentukan apakah proses belajar berjalan efektif, inspiratif, atau justru hambar dan menjemukan. Di Indonesia, fenomena komunikasi pendidikan di kelas masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu diurai dan disikapi secara serius.

Interaksi yang Lebih dari Sekadar Transfer Pengetahuan

Interaksi guru-siswa adalah inti dari proses pembelajaran. Menurut teori komunikasi pendidikan, proses ini idealnya bersifat transaksional, di mana pesan tidak hanya mengalir satu arah dari guru ke siswa, melainkan terjadi pertukaran makna yang dinamis dan timbal balik (Littlejohn & Foss, 2011). Guru tidak hanya berperan sebagai penyampai materi, tetapi juga fasilitator, motivator, dan bahkan konselor. Sementara siswa bukan sekadar penerima pasif, melainkan partisipan aktif yang membangun pemahaman mereka sendiri melalui dialog, pertanyaan, dan refleksi. Kualitas interaksi yang baik akan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, memicu rasa ingin tahu, meningkatkan motivasi, dan pada akhirnya, mendongkrak hasil belajar siswa secara holistik.

Sayangnya, realitas di banyak kelas di Indonesia masih jauh dari ideal. Observasi lapangan dan berbagai penelitian seringkali menunjukkan dominasi komunikasi satu arah, di mana guru berbicara dan siswa mendengarkan. Sebuah studi oleh Rahayu (2018) menyoroti bahwa banyak guru masih cenderung menggunakan metode ceramah, dengan minimnya kesempatan bagi siswa untuk bertanya, berdiskusi, atau mengemukakan pendapat. Hal ini diperparah dengan kondisi kelas yang seringkali padat. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kemendikbudristek) menunjukkan rasio siswa per guru di beberapa jenjang pendidikan masih cukup tinggi, terutama di daerah perkotaan, yang secara tidak langsung membatasi waktu dan kualitas interaksi personal antara guru dan setiap siswa (Kemendikbud, 2020).

Tantangan di Balik Dinamika Kelas

Beberapa faktor turut menyumbang pada rendahnya kualitas interaksi guru-siswa. Pertama, kompetensi komunikasi guru yang belum merata. Meskipun guru memiliki kompetensi pedagogik dan profesional, kemampuan mereka dalam membangun komunikasi yang efektif, empatik, dan partisipatif seringkali terabaikan. Pelatihan guru lebih banyak berfokus pada penguasaan materi dan metode pengajaran, namun kurang menyentuh aspek keterampilan komunikasi interpersonal yang krusial. Guru mungkin kesulitan dalam merespons pertanyaan siswa yang "di luar jalur," mengelola diskusi kelas yang dinamis, atau bahkan sekadar memahami sinyal non-verbal dari siswa yang kesulitan.

Kedua, beban kurikulum dan administrasi yang berat. Guru seringkali dikejar target penyelesaian materi dan tumpukan pekerjaan administratif. Hal ini menyisakan sedikit waktu dan energi bagi mereka untuk mengembangkan interaksi yang mendalam dengan siswa. Fokus beralih dari "bagaimana siswa memahami" menjadi "bagaimana materi selesai diajarkan." Sebuah survei terhadap guru di Indonesia menunjukkan bahwa beban administrasi menjadi salah satu keluhan utama yang mengurangi waktu interaksi langsung dengan siswa (Puslitbang Kebijakan Kemendikbud, 2019).

Ketiga, lingkungan kelas yang belum sepenuhnya suportif. Budaya kelas yang kurang mendorong siswa untuk berani bertanya atau berpendapat, kekhawatiran akan penilaian negatif dari guru atau teman, serta kurangnya rasa aman psikologis, dapat menghambat siswa untuk berpartisipasi aktif. Siswa yang merasa tidak nyaman atau takut salah akan cenderung diam, meskipun mereka memiliki pertanyaan atau ide. Ini menciptakan jurang komunikasi yang memperlebar kesenjangan pemahaman dan menghambat pengembangan kemampuan berpikir kritis.

Fondasi Teori dan Dampak Nyata

Dari perspektif teori konstruktivisme, pembelajaran adalah proses aktif di mana siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan interaksi (Piaget, Vygotsky). Dalam konteks ini, interaksi guru-siswa menjadi jembatan bagi siswa untuk menguji ide-ide mereka, menerima umpan balik, dan menginternalisasi konsep baru. Ketika interaksi ini minim, proses konstruksi pengetahuan menjadi terhambat. Dampaknya tidak hanya terasa pada aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik siswa.

Siswa yang kurang mendapatkan interaksi berkualitas dari guru cenderung menunjukkan motivasi belajar yang rendah, kurang percaya diri, dan bahkan mengalami kesulitan dalam mengembangkan keterampilan sosial. Mereka mungkin merasa tidak didengar atau tidak dihargai, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kehadiran di sekolah dan bahkan angka putus sekolah. Sebaliknya, interaksi yang positif, hangat, dan responsif dari guru dapat menumbuhkan rasa aman, meningkatkan keterlibatan siswa, dan membangun hubungan yang kuat yang menjadi landasan bagi pembelajaran seumur hidup. Sebuah artikel di The Jakarta Post menyoroti bagaimana dukungan emosional dari guru melalui komunikasi yang efektif sangat penting untuk kesejahteraan mental siswa, terutama pasca-pandemi (The Jakarta Post, 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun