Mohon tunggu...
Muhammad Farid
Muhammad Farid Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat Literasi

Relawan dan Pegiat Literasi; Founder: Perpustakaan Berjalan Kaohsiung; Author: Ruang Kontemplasi (2017); e-mail: adhefarid@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bersepeda, Merawat Kesederhanaan

26 Desember 2015   01:29 Diperbarui: 26 Desember 2015   01:43 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan bersepeda di masyarakat beragam, ada yang memilih bersepeda bila ada acara fun bike, bergabung di komunitas sepeda dengan menempuh rute tertentu di akhir pekan, ataupun memilih bersepeda ke kampus (bike to campus) atau ke kantor (bike to work). Pilihan ini tentunya sesuai dengan waktu, kesempatan, dan kesibukan masing-masing pencinta sepeda yang ada di tanah air. Bahkan di Jakarta terdapat jasa kurir pengantaran paket cepat dengan personilnya menggunakan sepeda jenis fixie.

Saat tiba di Kota Kaohsiung, ada keinginan untuk kembali memulai rutinitas bersepeda. Di akhir Oktober mencoba fasilitas Kaohsiung public bike dari stasiun MRT Haoyi menuju ke Kampus, lumayan berolahraga dan menyalurkan hobby. Setelah dua kali memanfaatkan penyewaan sepeda tersebut, akhirnya di awal November 2015 terwujud impian memiliki sepeda lipat (folding bike), tujuannya bila ingin ke kota lain tetap membawa sepeda di dalam bus, MRT, ataupun kereta listrik.

Bersepeda ke kampus menjadi rutinitas harian, di akhir pekan bila tidak ada agenda kampus dapat mengunjungi beberapa tempat wisata di Kota Kaohsiung. Dua minggu yang lalu, saat tiba waktunya makan siang, kukayuh sepeda menuju warung vegetarian food dekat kampus, mengingat kembali aktivitas keseharian menuju kampus parangtambung Makassar.

Dua bulan sepulang dari kunjungan ke Humber College Toronto dalam rangkaian kegiatan program kewirausahaan, aku sering ke kampus menggunakan sepeda bekas jenis mountain bike yang kudapatkan dari adik iparku. Sepeda yang sebelumnya telah lama parkir di gudang rumah orang tua di Antang. Setelah bernegoisasi, akhirnya aku dapat menggunakan sepeda tersebut.

Bila tidak ada jadwal untuk pergi ke Kampus Gunung Sari atau ke tempat lain, maka aku putuskan untuk bersepeda ke kampus. Tujuan utamanya untuk berolahraga, sekalian untuk menggalakkan program pemerintah go green, upaya nyata untuk penghematan pemakaian bbm. Jarak tempuh dari rumah menuju kampus sekitar 8 km bila menggunakan jalur biasa, namun bila menggunakan jalur bypass hanya sekitar 5 km. Jalur pintas ini dilalui dengan menyebrangi sungai Jeneberang menggunakan jasa penyeberangan perahu.

Waktu tempuhpun tentunya berbeda dengan menggunakan jalur biasa ditempuh selama 25 menit dan jalur bypass cukup dengan 15 menit. Dalam suatu kegiatan kewirausahaan di kampus, beberapa teman bertanya: "Pak Farid, bagaimana setelah bersepeda, apakah mandi terlebih dahulu sebelum mengajar ?"

Sambil tertawa aku menjawab: "tidak, saya langsung masuk ngajar". Seketika mereka berkomentar: "deh, botto'ta itu" (baunya itu). Memang sih idealnya, setelah bersepeda, kita mandi dulu dan dilanjutkan mengajar agar lebih fresh saat di kelas. Namun tentunya dibutuhkan tersedianya kamar mandi yang representatif di kampus yang dapat digunakan bagi dosen/mahasiswa yang ingin bersepeda ke kampus.

Pilihan bersepeda ke kampus bagi seorang dosen saat ini menjadi sesuatu yang langka, di tengah merebaknya mahasiswa yang menggunakan sepeda motor bahkan mobil ke kampus. Apakah ingin menyalurkan hobi? alasan menjaga kesehatan? peduli lingkungan atau hanya sekedar membuat sensasi. Entahlah setiap orang bisa berasumsi, namun jawabannya terpulang dari yang bersangkutan.

Alhamdulillah, dua orang teman dosen yang mengajar di kampus Parangtambung merespon untuk bersepeda ke kampus. Salah satunya Kanda AB, seorang dosen senior memberi respon positif dengan memilih bike to campus dari rumah ke kampus parangtambung. Beliau salah seorang dosen yang sangat saya kagumi dan juga menjadi inspirator sejak saya menjadi mahasiswa. Ide-ide yang segar kerap saya temukan saat berdiskusi dengan beliau, serta pelajaran berharga saat beliau memimpin di Fakultas.

Dalam diskusi kami di kampus sempat terlontar alasan bersepeda untuk menjaga kesehatan, namun ada makna tersirat yang ditransformasikan bahwa bersepeda dapat memberi edukasi untuk senantiasa "merawat kesederhanaan", walaupun tingkat ekonomi sebenarnya telah mampu membeli sepeda motor ataupun mobil.

Setelah memasuki musim dingin di Kaohsiung, saya jarang lagi bersepeda karena tidak tahan dengan udara yang menembus kulit walaupun telah dilapisi dengan jaket yang cukup tebal. Ide untuk bersepeda kembali muncul dari teman kampus, setiap hari Jum'at menuju ke Mesjid Kaohsiung. Semoga cuaca yang kurang bersahabat ini, bisa mengembalikan semangat bike to campus lagi sambil belajar memaknai filosofi bersepeda.

Kaohsiung, 26 Desember 2015.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun