Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani, "pragma yang artinya perbuatan dan "isme" Yang artinya ajaran atau paham atau aliran. Jadi pragmatisme dapat diartikan sebagai ajaran yang menekankan bahwa pemikiran menuruti tindakan.Â
Implikasi pragmatisme dalam pendidikan adalah pendidikan yang partisipatif yang menuntut peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran. Pendidik berperan sebagai fasilitator. Peserta didik diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kreativitas, dan kecerdasan emosional. Pendidik dituntut untuk dapat melibatkan peserta didik secara langsung ke dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat memiliki kemandirian dalam mencari penyelesaian permasalahan yang di pelajari. Â
Menurut aliran filsafat pragmatisme, pendidik harus memusatkan kebutuhan dan minat siswa sebagai yang utama. Mata pelajaran di sekolah, seharusnya dipilih dengan mengacu pada kebutuhan siswa. Kurikulum pendidikan seharusnya tidak dibagi ke dalam bidang mata pelajaran yang bersifat membatasi kemampuan peserta didik.Â
Kenyataannya dalam pendidikan masih banyak pendidik yang masih memiliki mindset atau pola pikir bahwa mengajar harus memenuhi tuntutan kurikulum. Siswa harus memperoleh ketuntasan nilai dalam semua mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum sesuai rentang usia dan jenjang fase pendidikannya. Guru terkadang memaksakan menyelesaikan materi pelajaran dengan tujuan agar bisa mengikuti tuntutan sumatif akhir semester. Bahkan soal sumatif akhir semester pun dibuat bersama sekabupaten sehingga soal tersebut sama untuk semua sekolah, tanpa memperhatikan kemampuan siswa di masing-masing satuan pendidikan. Padahal siswa di setiap satuan pendidikan, bahkan di masing-masing kelas memiliki kemampuan yang berbeda-beda terhadap materi ajar. Masing-masing pendidik pun pasti memiliki batasan materi ajar yang berbeda untuk masing-masing kelas, hal ini tentu saya berbeda dengan pendidik lainnya.Â
Ketimpangan teori dan kenyataan yang ada ini bisa kita jadikan refleksi sebagai perbaikan pendidikan ke depannya. Karena bagaimanapun caranya pendidikan harus menempatkan kebutuhan peserta didik sebagai hal sentral dalam mengambil segala macam kebijakan.Â