PENDAHULUAN Â Â
Ilmu sosial, ilmu eksakta, dan seni merupakan tiga disiplin ilmu yang memiliki pendekatan berbeda tetapi saling melengkapi dalam memahami kehidupan manusia. Filsafat sebagai dasar pemikiran ilmiah, juga memainkan peran penting dalam perkembangan ilmu sosial, yang mengkaji fenomena masyarakat, perilaku manusia, serta hubungan antar manusia. Sejarah lahirnya ilmu sosial dimulai pada abad ke-17 melalui Revolusi Ilmiah, yang kemudian melahirkan metode ilmiah untuk memahami fenomena sosial yang terjadi seiring berjalannya waktu. Ilmu sosial menggabungkan pemikiran kritis dan teoritis untuk menganalisis isu-isu sosial dengan pendekatan ilmiah, berbeda dengan ilmu eksakta yang lebih fokus pada fenomena alam yang terukur dan dapat diuji secara objektif. Selain itu, seni juga berperan penting dalam ilmu sosial sebagai ekspresi kreativitas manusia yang mencerminkan nilai dan norma dalam masyarakat. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang lahirnya ilmu sosial, peran filsafat dalam pembentukannya, serta hubungan dan perbedaan antara ilmu sosial, ilmu eksakta, dan seni. Di samping itu, pembahasan juga akan mencakup konsep ilmu demografi serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan tujuan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai ketiga disiplin ilmu tersebut.Â
PEMBAHASAN
Ilmu Sosial, Ilmu Eksakta, dan Seni: Perspektif Filsafat dan Sejarah Lahirnya
Filsafat, yang berasal dari kata "philosophia" dalam bahasa Yunani, berarti "cinta kebijaksanaan" (Adib, 2010). Filsafat adalah upaya manusia untuk memahami realitas dengan menjawab berbagai pertanyaan seputar kehidupan, eksistensi, pengetahuan, nilai, akhlak, pikiran, dan alam semesta. Filsafat mengajarkan cara berpikir kritis, logis, dan sistematis untuk menganalisis masalah-masalah mendasar yang dihadapi oleh umat manusia.
Sementara itu, ilmu sosial adalah disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek kehidupan manusia dan lingkungan sosialnya, memberikan tinjauan yang lebih luas terhadap masyarakat (Maksum, 2023). Filsafat ilmu sosial berfokus pada pemikiran kritis terhadap aspek teoritis, metodologis, epistemologis, dan etika yang muncul melalui ilmu sosial, yakni bagaimana manusia memahami, meneliti, dan menjelaskan fenomena sosial (Maksum, 2023).
Sejarah lahirnya ilmu sosial bermula pada abad ke-17, dengan munculnya Revolusi Ilmiah yang membawa metode ilmiah dan rasionalitas dalam memahami alam semesta, yang kemudian diterapkan dalam analisis fenomena sosial. Pada abad ke-18, pemikiran pencerahan menekankan rasio, kebebasan, dan pemikiran kritis yang mengubah cara orang melihat struktur kekuasaan tradisional, serta membuka jalan bagi analisis masyarakat secara lebih ilmiah dan terukur. Pada abad ke-19, masyarakat Eropa mengalami perubahan besar akibat revolusi industri, urbanisasi, dan perkembangan ilmiah yang mendalam. Seiring dengan itu, muncul berbagai teori sosial, yang dibangun oleh para filsuf seperti Auguste Comte dan Emile Durkheim. Comte dikenal sebagai bapak ilmu sosial dan mengusulkan pendekatan positivistik, yang menekankan bahwa pengetahuan sosial harus didasarkan pada metode ilmiah yang dapat diuji dan diukur (Comte, 1853). Di sisi lain, Durkheim menekankan pentingnya struktur sosial dan pengaruhnya terhadap individu, serta menciptakan konsep-konsep seperti anomie untuk menjelaskan ketidak stabilan sosial (Durkheim, 1893).
Eksistensi Ilmu Sosial, Ilmu Eksakta dan Seni
Ilmu sosial dan ilmu eksakta memiliki perbedaan mendasar dalam objek kajian dan metode yang digunakan. Ilmu sosial mempelajari masyarakat dan perilaku manusia dengan fokus pada variabel subjektif dan kompleks, seperti nilai, budaya, dan interaksi sosial. Sebaliknya, ilmu eksakta, seperti fisika, kimia, dan biologi, berfokus pada fenomena alam yang dapat diukur dan diuji secara objektif. Ilmu eksakta lebih matematis dan eksperimental, dengan tujuan untuk menemukan hukum-hukum alam yang berlaku secara universal dan konsisten.
Meskipun ilmu sosial dan ilmu eksakta berbeda dalam pendekatan dan objek kajian, keduanya saling melengkapi. Ilmu sosial memberikan konteks sosial dan budaya, sementara ilmu eksakta memberikan dasar ilmiah yang kuat untuk memahami dunia fisik. Selain itu, seni, meskipun sering dianggap berbeda dari keduanya, juga memainkan peran penting dalam memahami pengalaman manusia dan realitas sosial. Seni dapat digunakan sebagai alat dalam ilmu sosial untuk menggali konteks budaya, sosial, dan emosional dalam masyarakat. Karya seni baik visual, musik, teater, atau sastra dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang norma, nilai, dan dinamika sosial.
Kelahiran Disiplin Ilmu Demografi dan Penggunaannya dalam Kehidupan Sehari-hari
Ilmu demografi, yang mempelajari segala hal terkait dengan populasi manusia, pertama kali berkembang di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Tokoh-tokoh awal seperti John Graunt dan William Petty memulai penelitian mengenai angka kelahiran, kematian, dan migrasi dalam suatu populasi. Di Indonesia, ilmu demografi berkembang pesat setelah kemerdekaan, terutama pada tahun 1950-an, seiring dengan tantangan pertumbuhan populasi dan kesejahteraan sosial. Badan Pusat Statistik (BPS) dan berbagai universitas di Indonesia berperan dalam memperkenalkan kajian kependudukan.
Dalam perspektif filsafat ilmu, ilmu demografi menggunakan pendekatan ilmiah untuk mengumpulkan dan menganalisis data terkait populasi manusia, dengan mengandalkan teori yang dapat diuji secara empiris. Salah satu teori yang terkenal adalah teori pertumbuhan populasi Malthusian, yang mengaitkan angka kelahiran dan kematian dengan kemampuan sumber daya alam untuk menopang populasi. Ilmu demografi tidak hanya memfokuskan pada angka statistik, tetapi juga menganalisis faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhi perubahan populasi (Hadi, 2007).
Persoalan Kritis dalam Pembelajaran Ilmu Demografi di Indonesia
Pembelajaran ilmu demografi di Indonesia menghadapi beberapa persoalan kritis, di antaranya adalah kurangnya pemahaman mendalam terhadap teori dasar dan metode statistik yang digunakan dalam analisis demografi. Metode statistik yang kompleks, seperti analisis regresi, sering kali tidak dikuasai dengan baik oleh mahasiswa, yang menghambat pengembangan analisis demografi yang lebih mendalam. Selain itu, ada kesenjangan antara teori yang diajarkan di kelas dan tantangan nyata yang dihadapi di lapangan, seperti pertumbuhan penduduk yang cepat dan ketimpangan sosial yang tinggi.
Jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, pembelajaran ilmu demografi di Indonesia cenderung lebih terfokus pada pengumpulan data, tanpa memberikan perhatian yang cukup terhadap interpretasi kritis dan aplikasi data tersebut dalam kebijakan publik.