Dalam beberapa minggu terakhir, publik ramai membicarakan sosok Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa (60 Tahun) Nama ini sudah lama dikenal dalam lingkaran ekonomi nasional, terutama dari kiprahnya sebagai ekonom senior dan pejabat di sejumlah lembaga strategis. Namun kali ini, sorotan publik tidak hanya tertuju pada posisinya, melainkan pada bagaimana Ia membawa gaya komunikasi dan eksekusi kebijakan yang berbeda.
Purbaya muncul dengan bahasa sederhana, membumi, dan penuh ketegasan. Ia berusaha mengurai kerumitan ekonomi dalam narasi yang mudah dicerna masyarakat. Salah satu kebijakan yang langsung menarik perhatian adalah suntikan dana Rp200 triliun ke sektor perbankan, langkah yang dimaksudkan untuk menjaga likuiditas dan menghindari potensi kepanikan di tengah situasi global yang tidak menentu.
Menariknya, efek dari kebijakan ini tidak berhenti pada ranah teknis fiskal. Di balik angka besar tersebut, ada dampak psikologis yang dirasakan publik. Rasa aman, kepercayaan, bahkan optimisme mulai tumbuh, seolah negara memberi jaminan bahwa stabilitas tetap dijaga. Pertanyaannya kemudian, mengapa kebijakan ekonomi bisa begitu kuat membentuk persepsi dan rasa aman masyarakat?
Kebijakan Ekonomi dan Dampak Psikologis
Suntikan dana besar ke bank memang punya fungsi teknis, yakni memastikan likuiditas tetap terjaga. Tetapi bagi masyarakat awam, langkah itu dipersepsi sebagai tanda bahwa tabungan mereka aman dan bank tidak akan kolaps. Inilah yang dalam psikologi ekonomi disebut sebagai "sense of security", perasaan aman yang menjadi fondasi kepercayaan publik.
Selain itu, Purbaya juga menekankan pentingnya menjaga cadangan devisa agar rupiah tetap stabil. Stabilitas nilai tukar bukan hanya soal kurs, melainkan simbol kestabilan nasional. Ketika rupiah tidak terlalu bergejolak, masyarakat merasa harga kebutuhan pokok lebih terkendali, sementara pelaku usaha dapat merencanakan ekspansi dengan lebih percaya diri.
Langkah lainnya adalah menjaga defisit APBN tetap rendah sembari mengarahkan belanja pada sektor produktif. Narasi bahwa uang negara dikelola hati-hati tetapi tetap fokus pada pembangunan nyata membuat publik merasa dana pajak mereka tidak terbuang percuma. Insentif pajak yang diberikan ke industri strategis juga memperkuat rasa optimis: ada harapan bahwa lapangan kerja akan tetap terbuka dan masa depan industri nasional lebih terjaga.
Program penjaminan kredit untuk UMKM menambah lapisan psikologis yang penting. Dengan pemerintah ikut menanggung sebagian risiko, para pelaku usaha kecil merasa tidak dibiarkan berjalan sendirian. Rasa dilindungi ini membuat keberanian mereka untuk mengambil keputusan usaha meningkat.
Semua langkah ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi tidak hanya berfungsi pada level makro, tetapi juga bekerja sebagai penopang psikologis masyarakat. Publik tidak sekadar melihat angka, melainkan merasakan bahwa ada tangan negara yang hadir memberi rasa aman.
Komunikasi Membumi dan Gaya Kepemimpinan
Keunggulan lain dari Purbaya adalah gaya komunikasinya. Ia menghindari jargon teknis yang membingungkan, memilih kata-kata sederhana yang dapat dipahami masyarakat luas. Dari sudut pandang psikologi komunikasi, hal ini menciptakan rasa inklusi yakni publik merasa dilibatkan, bukan ditinggalkan.
Dalam literatur kepemimpinan, pendekatan ini dapat disebut sebagai relational leadership gaya yang menekankan hubungan dan kejelasan dengan audiens. Model kepemimpinan semacam ini cenderung lebih efektif dalam masa krisis, ketika masyarakat membutuhkan figur yang bisa menenangkan sekaligus memberikan arahan jelas.