Mohon tunggu...
Adelia Safitri
Adelia Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi jajan hobi jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Banyurip: Desa Potensial yang Ternyata Menyimpan Kisah Unik

14 Februari 2023   05:07 Diperbarui: 14 Februari 2023   05:09 1215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Banyurip merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Jenar, bagian paling timur Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Memiliki luas wilayah 1.116,85 hektar, Desa Banyurip termasuk ke dalam daerah dataran rendah hingga sedang, dengan ketinggian wilayah berkisar 180 meter di atas permukaan laut. Karena sebagian wilayahnya adalah perbukitan tanah kapur menjadikan tanahnya kurang subur, sehingga kondisi alam Desa Banyurip didominasi oleh perkebunan yang utamanya tebu dan jagung, serta lahan hutan jati.

Sebagai wilayah yang rentan akan kekeringan karena merupakan wilayah perbukitan batu kapur, membuat masyarakat khawatir akan kemarau panjang. Namun konon katanya, terdapat sendang yang dianggap sebagai sumber mata air yang tak pernah kering meski saat kemarau sekalipun, ialah Sendang Bendo. Dalam bahasa Jawa jadi terdengar sebagai banyu-urip atau "banyu sing urip" artinya sumber mata air yang airnya tidak pernah surut sehingga mampu menghidupi lingkungan sekitarnya. Sehingga jadilah nama desa Banyurip.

Diluar kisah tentang sejarah Banyurip ini, kenyataannya sebelum tahun 2019 sempat terjadi kekeringan hebat yang menyebabkan Desa Banyurip menjadi langganan bantuan air bersih sepanjang musim kemarau. Keresahan ini membawa warga Desa Banyurip dalam komunitas Banyu Langit Banyurip menciptakan teknologi resapan air hujan yang dipadukan dengan instalasi pemanen air hujan (IPAH). 

Air hujan yang turun tak dibiarkan hilang begitu saja. Tetapi ditampung di tandon-tandon air dan sisanya dialirkan ke sumur-sumur resapan. Mereka juga melakukan gerakan penanaman pohon atau reboisasi untuk konservasi air jangka panjang. Selain itu belum lama ini juga diresmikan Embung Banyurip yang dapat digunakan untuk menampung suplai aliran air hujan. Selain itu embung ini juga memiliki potensi wisata untuk mendukung Desa Wisata Banyurip.

dok.pribadi
dok.pribadi

Mata Pencaharian Masyarakat

Berdasarkan data BPS tahun 2022, penduduknya berjumlah 5.485 jiwa yang tersebar dalam 3 Kebayanan, 13 Dukuh dan 24 RT.

“Tanah di Desa Banyurip ini luas, tapi sebagian besar lahannya dikelola oleh Perhutani. Mata pencaharian masyarakat Desa Banyurip masih didominasi oleh petani atau buruh tani dengan upah harian sebesar Rp 30.000” Mbah Sis, sesepuh Desa Banyurip.

Uniknya saat ini para kelompok tani yang ternaung dalam LMDH Banyurip Lestari tidak hanya berpasrah menerima nasib yang diberi, melainkan mereka berinovasi agar bisa menghasilkan pertanian jenis lain. Seperti yang baru saja ramai belakangan terakhir ini (dilansir dari Solopos.com), Watanasachi atau Wana Tani Ternak Sacha Inchi, sebuah inovasi sistem budidaya yang terpadu antara hutan, pertanian sacha inchi, dan ternak. Ternyata pertanian sacha inchi dinilai cukup potensial karena mampu tumbuh dengan baik, dan memiliki manfaat serta nilai jual yang menjanjikan. 

“Bijinya gurih dan kulitnya bisa diolah untuk menghasilkan minyak goreng alternatif dengan memiliki kandungan omega 3 lebih tinggi dari ikan salmon. Harga per liter dari minyak sacha inchi ini masih diangka satu juta-an” Pak Endung, tim LMDH Banyurip Lestari.

dok.pribadi
dok.pribadi

LMDH Banyurip Lestari tidak segan mengeluarkan produk sendiri dari hasil pertaniannya dan menjadi produk unggulan Desa Banyurip berupa olahan kacang sacha inchi dan serbuk minuman empon-empon yang terdiri atas jahe, kunyit, dan temulawak bernama Wana Herba. Sari empon-empon itu diambil untuk dibuat minuman sementara ampasnya digunakan untuk pembuatan pupuk organik cair.

Kearifan Lokal : Kisah Unik

  1. Pasar Wage (Pasar Banyurip)

    dok.pribadi
    dok.pribadi

    Pasar Banyurip atau juga dikenal dengan sebutan Pasar Wage. Sesuai dengan sistem penanggalan Jawa, Pasar Wage ini hanya buka 5 hari sekali yaitu pada saat hari Wage. Menurut cerita dahulu pasar ini sempat dibom oleh Belanda sekitar tahun 45 sehingga lokasi pasar sempat dipindah ke kopel selama beberapa waktu hingga situasi pasca bom pulih. Cerita lain menuturkan bahwa keberadaaan Pasar Wage dahulu juga dipakai untuk mengelabui Jepang saat ingin menjatuhkan bom. Bagaimanapun sejarahnya, saat ini Pasar Wage beroperasi seperti pasar pada umumnya. Hanya saja yang berjualan juga dari penduduk sekitar dan didukung oleh ruko-ruko disekelilingnya untuk menunjang ekonomi warga.

  2. Kandangan

    dok.pribadi
    dok.pribadi

    Ini bukanlah kandang peternak, melainkan sebuah pohon jati besar yang konon katanya terus tumbuh dan tidak pernah mati. Oleh karena itu, kandangan cukup dikeramatkan oleh sekitar dan digunakan dalam prosesi ritual tertentu. Mengelilingi kandangan menjadi salah satu rangkaian kegiatan dalam prosesi pernikahan atau disebut ngubengi. Kandangan juga dijadikan lokasi berkumpul warga saat melaksanakkan tradisi nyadran. Ternyata kandangan ini juga dikenal oleh masyarakat luar Banyurip. Biasanya mereka datang dengan maksud tertentu dengan membawa seserahan.

  3. Panggang-panggang

    dok.pribadi
    dok.pribadi

    Sama seperti kandangan, panggang-panggang juga merupakan lokasi yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Sebuah pohon beringin besar yang pada zaman dahulu sebelum adanya agama, panggang-panggang dijadikan sebagai tempat pemujaan. Setiap orang yang ingin punya hajat, pohon ini digunakan sebagai media perantara untuk berdoa. Panggang-panggang saat ini juga digunakan untuk ngubengi dan nyadran.

Desa Banyurip memiliki potensi luar biasa besar di segala aspek kehidupan, dari sosial-budaya, ekonomi hingga pertanian. Ulasan diatas merupakan segelintir potensi yang ada di Desa Banyurip yang patut didukung untuk terus dikembangkan sebagai penunjang pembentukan desa wisata. Kehadiran mahasiswa KKN Undip di Desa Banyurip dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Nyata selama kurang lebih 45 hari semoga dapat memberi manfaat bagi desa dan masyarakat itu sendiri. Dan nantinya, Desa Banyurip mampu secara mandiri mengembangkan desa menjadi desa yang maju yang dikenal masyarakat luas, tidak kalah dengan desa wisata lainnya.

Penulis:Adelia Safitri / FIB - Antropologi Sosial
Editor: Hendrik A.S., Ocid M., Renata J.N.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun