Mohon tunggu...
Adelia Pratiwi
Adelia Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa

trivia

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Sudah Cukup! Quiet Quitting Jadi Bentuk Perlawanan Pemuda pada Dunia Kerja

6 Juli 2025   18:02 Diperbarui: 6 Juli 2025   19:25 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Quiet quitting belakangan ini ramai dibicarakan di berbagai komunitas di seluruh dunia, terutama di media sosial. Istilah ini menjadi sorotan karena banyak orang mulai memilih untuk tetap bekerja, tapi hanya sebatas tanggung jawab yang wajib saja. Tujuannya supaya tekanan dari pekerjaan tidak mengganggu waktu dan kehidupan pribadi mereka di luar jam kerja.

Quiet quitting bukan berarti karyawan berhenti dari pekerjaannya, melainkan mereka memilih untuk tidak lagi bekerja secara berlebihan. Meskipun istilah ini baru populer belakangan, konsepnya sebenarnya sudah dikenal di dunia kerja. Istilah quiet quitting pertama kali diperkenalkan oleh ekonom bernama Boldger pada tahun 2008 untuk menggambarkan perubahan sikap para pekerja yang mulai membatasi antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Hal ini muncul sebagai respons terhadap jam kerja yang kaku dan ketidakadilan dalam pemberian upah saat itu.

Fenomena quiet quitting lebih terasa dampaknya pada Gen Z (usia 18--28) karena mereka mengalami pandemi COVID-19 dengan cara yang berbeda dibanding generasi lainnya. Secara umum, pengalaman mereka selama pandemi cenderung negatif, terutama karena masa transisi menuju kedewasaan, baik dalam kehidupan pribadi maupun pekerjaan berlangsung sulit. Banyak dari mereka terdampak pemutusan hubungan kerja massal, yang turut memengaruhi kesehatan mental. Akibatnya, banyak karyawan Generasi Z lebih memilih bekerja di tempat yang menghargai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Mereka juga mulai menolak budaya kerja yang kompetitif dan memilih gaya hidup yang lebih santai.

Kelelahan kerja (burnout) merupakan salah satu penyebab utama mengapa pemuda memilih untuk tidak terlalu terlibat secara mendalam dalam pekerjaannya. Menurut Maslach, burnout ditandai dengan kelelahan emosional, rasa terasing atau depersonalisasi, serta menurunnya rasa pencapaian diri akibat tekanan kerja yang terus-menerus. Dalam lingkungan kerja yang penuh tuntutan, pekerja sering merasa lelah secara fisik dan mental karena jam kerja yang terlalu panjang dan harapan yang tidak realistis dari perusahaan.

Pekerja yang melakukan quiet quitting tetap bekerja di tempat yang sama, namun merasa frustrasi dan kehilangan semangat, sehingga memilih untuk bekerja seminimal mungkin. Para quiet quitters sengaja membatasi diri dari melakukan usaha ekstra atau inisiatif di luar tugas utama, sebagai cara untuk menghindari kelelahan berlebih dan menjaga keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi.

Dalam skala global, fenomena quiet quitting muncul seiring meningkatnya beban dan tekanan kerja. Di Jepang, terdapat istilah karoshi yang menggambarkan kematian akibat kelelahan dan stres berkepanjangan karena tuntutan kerja yang ekstrem. Banyak pekerja di Jepang memilih mengundurkan diri karena tekanan kerja yang terlalu berat. Upaya untuk menghindari kondisi seperti karoshi pun dikaitkan dengan munculnya gagasan quiet quitting yang belakangan semakin meluas. Sementara itu, di Amerika Serikat, muncul fenomena lain yang tak kalah mencolok, yaitu Great Resignation pada tahun 2021, di mana jutaan pekerja memilih meninggalkan pekerjaan mereka secara massal.

Dalam praktiknya, banyak pemuda telah menjalankan quiet quitting dengan cara yang berbeda-beda dalam kehidupan kerja sehari-hari sebagai respons terhadap tekanan dan tuntutan yang mereka hadapi. Seperti hanya menyelesaikan tugas-tugas yang dianggap penting, tidak memberikan ide atau inovasi baru, menolak lembur, dan tidak datang lebih awal ke kantor. Inti dari perilaku ini adalah keinginan untuk menyesuaikan kembali keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Ketika quiet quitting didorong oleh ketimpangan antara beban kerja dan penghasilan yang diterima, karyawan merasa berada dalam dua pilihan, yaitu jika tidak memungkinkan meningkatkan hasil kerja (output), maka mereka memilih untuk mengurangi kontribusi (input), misalnya dengan memangkas waktu dan energi yang dicurahkan untuk pekerjaan.

 Bentuk praktik quiet quitting yang dilakukan misalnya dengan secara sengaja mengabaikan atau tidak membalas pesan pekerjaan di luar jam kerja, misalnya pesan melalui fitur WhatsApp. Selain itu, bentuk penerapan praktik ini adalah dengan memisahkan ponsel kerja dan ponsel pribadi, sebagai cara untuk menjaga batas yang jelas antara kehidupan pribadi dan urusan pekerjaan, agar keduanya tidak saling bercampur.

Tindakan ini menjadi bentuk protes halus yang menyiratkan bahwa urusan pekerjaan seharusnya dibahas hanya pada jam kerja. Di tengah tekanan dari kantor dan sistem kerja daring, banyak pemuda akhirnya memilih untuk memaksimalkan produktivitas hanya selama jam kerja demi menjaga kesehatan mental mereka.

Filosofi dalam bekerja menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh para pemuda dalam menjalani profesi mereka. Bagi mereka, bekerja tanpa imbalan yang layak terasa sia-sia, karena usaha dan tenaga yang dikeluarkan seakan tidak dihargai. Bekerja seharusnya menjadi cara untuk memperoleh penghasilan, bukan dipaksa melakukan kerja keras tanpa bayaran, apalagi jika bukan karena kesalahan sendiri.

Idealnya, perusahaan memberikan bonus yang sepadan kepada karyawan yang bersedia lembur. Pengalaman semacam ini menyoroti realitas dunia kerja secara global, yang sering kali terjadi di sektor informal tempat di mana risiko pekerjaan tidak diatur dengan jelas dan perlindungan terhadap pekerja masih sangat minim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun