Malam minggu ini hati semakin resah, ketika Matka dan Bunda-kakak memanggil-manggil namaku, untuk masuk dan mengikuti semua kisah, yang akan mereka kisahkan di antara gelap yang semakin gulita.Â
Ada sedikit keraguan untuk memasuki wahana mistis yang mereka bawakan. Sebab kupikir ini malam minggu, sudah seharusnya aku meminjam wajah kekasih orang, untuk membahagiakan rasa sepi, yang semakin membuat aku terjebak kedalam bagian ruh-ruh malam Jumat, yang pada akhirnya muncul di malam minggu.
"Ubus, datanglah!" Kembali Matka memanggil namaku.
"Ayolah, Ubus! Temani kami." Kakak-bunda memanggil dan membujuk untuk ikut serta, dalam kenistaan yang akan membantai malam minggu ini, menjadi bait paling durjana.
Maka akhirnya dengan kesempurnaan rasa sepi ini pada akhirnya aku datang memenuhi panggilan mereka.
"Koyak Bung Arman, Bus!"
Maka dengan lembaran bait paling sembunyi, aku mencoba merobek gawang ketampanan, yang membuat kakak-bunda terpesona sehingga melupakan misi utamanya.
"Om Arman, maafkanlah aku!"Â
"Krekkk ...!"
Batang lehernya mulai mengeluarkan darah segar, yang menggoda Matka untuk lebih liar lagi, memainkan jemarinya ke arah bagian yang paling penting.
"Ubus, akhirnya aku mendapatkan jantungnya!" Kata kakak-bunda.