Mohon tunggu...
Ade Lanuari Abdan Syakura
Ade Lanuari Abdan Syakura Mohon Tunggu... Guru - Bersatu padu

Hanya manusia biasa yang diberikan kehendak oleh Tuhan untuk menggoreskan pena pada secarik kertas kusam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengubur Mimpi

16 Desember 2020   07:29 Diperbarui: 16 Desember 2020   07:30 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah beberapa minggu ini aku tak lagi memegang buku-buku yang kupinjam dari perpustakaan sepulang sekolah. Beberapa minggu pula aku tak pergi mengaji ke tempat Kyai Malik, biarlah Yasin yang meneruskan belajarnya baik di sekolah formal maupun non formal, sedang aku... secara perlahan mengubur mimpi-mimpi indah di tengah terik matahari.

Kemarin, wali kelasku datang menjenguk dan membujuk agar aku bisa kembali belajar di sekolah, namun dengan berat hati kutolak dan kujelaskan pula bahwa kondisi keluarga sedang tak memungkinkan untuk kembali beraktivitas seperti sediakala. Untuk sementara, aku ingin konsentrasi menafkahi keluarga dengan segenap daya dan upaya.

Aku limpahkan semua cita-cita dan mimpiku ke pundak Yasin. Biarlah ia yang sibuk mengejar mimpi dengan usaha belajarnya, serta mengubah taqdir dengan daya imajinasi liarnya. Jujur, sebenarnya hati ini meringis sakit tak dapat meraih segala keinginan dan harapan, namun apalah daya seorang anak lelaki miskin yang tiba-tiba menjadi tulang punggung keluarga karena ingin membahagiakan kedua orang tua dengan caranya sendiri.

*****

Terik matahari membakar kulitku yang semula berwarna putih. Tangan-tangan yang semula halus karena memegang buku kini mulai kasar, begitu pula dengan telapak kaki mulusku perlahan mulai menampakkan luka akibat menginjak batu-batu kerikil di ladang. Aku benar-benar telah berubah, tak lagi menjadi seorang pembelajar di sekolah dengan menenteng buku dan bolpoin. Aku hanyalah seorang buruh dengan membawa sebuah cangkul di pundak kanan.

Jauh dalam benak hati, aku mencoba menghibur diri,

            "Aku hanyalah seorang buruh cangkul yang sedang mengubur mimpi dan berharap mendapat keberuntungan melalui mimpi lain. Aku pun hanya seorang anak muda yang sedang dididik oleh Tuhan bagaimana cara menjadi anak berbakti kepada orang tua dengan mengorbankan segala cita-cita."

Aku menghela nafas panjang, seraya menghapus peluh di muka. Nampak, seseorang dengan tubuh gempal yang berada di belakangku berteriak kencang...

            "Hai anak muda, jangan melamun terus. Ayo segera bekerja!!!"

            Dengan berat hati kuayunkan lagi cangkul di tangan, mencabik-cabik tanah ladang agar siap ditanami sayuran dan biji-bijian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun