Mohon tunggu...
Addien AlRasyid
Addien AlRasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Wherever Iam Sitting

Mahasiswa UMM Ilmu Komunikasi 2019

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Nonton Film di Bioskop, Masih Worth It?

22 Juni 2021   22:25 Diperbarui: 22 Juni 2021   22:56 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bioskop adalah salah suatu tempat untuk menyaksikan dan menikmati film yang kita suka. Biasanya kita menikmatinya pada saat akhir pekan. Bioskop di Indonesia pertama kali ada pada 5 Desember 1900 di Tanah Abang,Jakarta Pusat dengan nama Gambar Idoep. Sejak saat itu,mulai bermunculan bioskop -- bioskop di seluruh kota di Indonesia. Para pengusaha bioskop tentu saja membuat tempat hiburan tersebut sebagai salah satu tempat bagi masyarakat untuk menikmati dan mengisi waktu kosong dan waktu di akhir pekan.

Namun para pengusaha bioskop tetap harus mengikuti aturan yang berlaku salah satunya dalam Undang Undang Perfilman Pasal 32 disitu dijelaskan bahwa Pengusaha Bioskop wajib menunjukkan film -- film buatan Indonesia sekurang -- kurangnya 60% dari seluruh pertunjukkan film selama enam bulan berturut -- turut. Dengan adanya aturan tersebut membuat para sineas film di Indonesia tidak tersaingi dengan film buatan luar negeri. Selain itu juga,para pengusaha bioskop juga harus mengikuti aturan Undang Undang Perfilman Pasal 7 terkait Penggolongan Usia Penonton. Dengan adanya penggolongan ini,para penonton yang belum cukup umur tidak dapat menonton film yang ditonton oleh orang dewasa. Dengan adanya aturan tersebut,Pemerintah mengharapkan para pengusaha bioskop dan masyarakat mematuhi aturan tersebut yang dimana aturan tersebut dibuat untuk kebaikan bersama.

Semakin berkembangnya dunia perfilman dan menjamurnya bioskop membuat Pemerintah terus memantau dan membuat Undang Undang yang dimana untuk kebaikan kita bersama. Salah satunya adalah Pasal 14 terkait Perizinan Perfilman. Dengan adanya aturan tersebut Pemerintah bisa memantau pengusaha dalam Penyewaan dan Penjualan Film agar tidak adanya pembajakan. Karena kasus yang sering terjadi di Indonesia adalah Pembajakan Film.

Namun,semakin berkembangnya zaman dan teknologi semakin canggih membuat para pengusaha bioskop harus memutar otak untuk mempertahankan usahanya tersebut? Mengapa? Semenjak kemunculan plaftorm digital movie stream,peran bioskop perlahan mulai bergeser. Mengapa? Menurut pengamatan sederhana saya,para masyarakat saat ini cenderung berfikir panjang dan tidak ingin ribet. Sebagai salah satu contoh adalah platform Netflix. Dengan berlangganan sebesar Rp. 60.000 kita bisa menikmati seluruh film yang tersedia di platform tersebut selama 1 bulan. Sedangkan untuk ke bioskop saja menghabiskan sebesar Rp. 50.000 untuk sekali menonton. Sebuah kemajuan yang sangat canggih bukan?

Kemajuan teknologi memang tidak dapat bisa kita hindari dan yang bisa kita lakukan adalah beradaptasi dengan hal tersebut. Begitupula yang dilakukan oleh pengusaha bioskop. Ditambah dengan kondisi Pandemi COVID -- 19 yang hingga saat ini belum usai.

Namun berdasarkan survei dari layanan Over The Top,sejak Oktober 2020 penonton di bioskop mengamati peningkatan yang sangat drastis dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 80%. Hal ini terjadi dikarenakan banyak film yang ditunda dikarenakan Pandemi dan dimundur jadwal tayangnya hingga bulan Oktober 2020. Ini adalah suatu tanda positif bagi pengusaha bioskop dimana kondisi akan kembali normal. Walaupun para pengusaha bioskop harus menaati aturan terkait pencegahan COVID -- 19. Dengan adanya survei tersebut membuat pengusaha bioskop bisa menghela nafas setelah setahun lebih tidak buka dikarenakan Pandemi COVID -- 19.

Tapi tetap saja,apakah platform film berbayar dapat menggeser peran bioskop yang sudah lama berkuasa didunia jasa menonton film di Indonesia? Menurut saya tidak akan menggeser. Mengapa? Pertama,kondisi masyarakat Indonesia belum sepenuhnya melek akan platform menonton film berbayar. Ada beberapa masyarakat yang belum mengetahui cara kerja platfom tersebut. Kedua adalah experience. Bagaimanapun juga experience menonton film di bioskop tidak ada tandingannya dari pada menonton di platfom film berbayar. Experience yang disajikan oleh pengusaha bioskop mulai dari kenyamanan hingga fasilitas yang disediakan menjadi salah satu alasan bahwa platform film tersebut tidak akan menggeser bioskop.

Hal ini adalah sebuah kasus yang sederhana namun selalu menjadi perdebatan masyarakat. Namun itu semua kembali ke masyarakat tersebut lebih nyaman yang mana. Menonton ke bioskop atau menonton di rumah menggunakan platform film berbayar. Kita tidak bisa memaksa masyarakat untuk selalu menonton di bioskop. Begitu pula kita juga tidak bisa memaksa masyarakat untuk menggunakan platform film berbayar untuk menonton film. Ini menjadi sebuat pekerjaan rumah bagi pengusaha bioskop agar tetap eksis di masyarakat. Dengan kemajuan teknologi serta Pandemi COVID -- 19 yang mengubah sikap dan perilaku manusia menjadi suatu pekerjaan yang tidak mudah bagi pengusaha bioskop. Banyak sekali trobosan baru yang dilakukan oleh pengusaha bioskop. Mulai dari pemesanan tiket secara online hingga kategori kenyamanan untuk menonton film tersebut.

Walaupun kemajuan teknologi semakin pesat menurut saya bioskop akan tetap ada dan tidak akan bergeser tren nya. Tergantung para pengusaha bioskop tersebut untuk membuat sebuah trobosan baru agar masyarakat tetap setia mengunjungi bioskop.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun