Salah satu isu paling krusial dalam membenahi kota Jakarta adalah lingkungan hidup. Penduduk Jakarta dimana banyak dari kalangan terdidik tentu sangat perhatian dengan isu ini. Kalangan terdidik inilah yang relatif lebih menerima dan tetarik dengan isu lingkungan. Sedangkan untuk kalangan menengah ke bawah, isu lingkungan harus bisa terkoneksi dengan isu lain salah satunya budaya.
Isu lingkungan yang menjadi seharusnya menjadi salah satu konten kampanye calon gubernur DKI adalah mengembalikan salah satu identitas Jakarta dulu yaitu sebagai kota penghasil buah. Anda tentu sangat familiar dengan Kawasan Condet, Duren Sawit, Mangga Besar, atinegara, Jatiwaringin, Jatipetamburan, Jatipadang, Kampung Rambutan, Kebon Jeruk. Nama-nama tersebut terkait erat dengan produk buah yang dihasilkan oleh daerah tersebut zaman dulu.
[caption id="attachment_190630" align="aligncenter" width="448" caption="Gandaria, salah satu buah lokal yang dulu terkenal di Jakarta (sumber : http://www.fruitipedia.com/gandaria%20Bouea%20macrophylla.htm)"][/caption]
Sebut saja daerah Condet. Condet dulunya adalah kawasan penghasil Salak, Duku dan Emping Condet yang sangat terkenal. Menurut budayawan Jakarta Alwi Shibab yang dikenal dengan Abah Alwi, Salak Condet bagitu dikenal di masa lalu, karena rasanya manis dan masir. Jauh lebih manis dibanding salak pondoh dari Yogyakarta. Salak yang kini populer dan paling banyak dipasarkan di Jakarta, belum ada apa-apanya dibandingkan salak Condet, kata sejumlah warga di Condet, yang dulu memiliki kebun salak di kediamannya. Apalagi kalau dibandingkan salak Bali. Duku Condet tidak kalah manisnya dengan duku Palembang, yang kini juga banyak merajai pasar buah di Jakarta. Masih ada lagi buah-buahan lainnya, seperti sawo dan kecapi yang juga terkenal manisnya. Belum lagi melinjo, yang oleh rakyat Condet dijadikan sebagai emping. Pohon melinjo, menurut para sesepuh di Condet, jumlahnya pernah mencapai ratusan ribu pohon. Tak heran ketika itu industri emping melinjo menjamur. (Baca : Salak, Duku dan Emping Condet)
[caption id="attachment_190631" align="aligncenter" width="239" caption="Salak condet, dulu banyak tumbuh di kawasan Condet (sumber : http://opiniherry.wordpress.com/2008/02/05/apa-kabar-salak-condet-2/)"]

Abah Awi juga menegaskan bahwa Jakarta, dulunya juga banyak tumbuh pohon jati, yang hingga kini masih diabadikan untuk nama kampung dan tempat. Seperti Jatimurni dan masih banyak lagi. Hutan jati yang dulu banyak terdapat di Jakarta telah dikuras sejak masa VOC karena laku keras di pasaran internasional. (Baca : Kampung Tertua di Jakarta)
[caption id="attachment_190632" align="aligncenter" width="239" caption="Duku asal Condet alias Duku Condet (sumber : http://naturindonesia.com/tanaman-pangan/tanaman-buah-dan-sayuran-d/677-duku-condet.html)"]

Abah Alwi juga menambahkan bahwa sempitnya lahan karena telah berubah menjadi perumahan, mengakibatkan pepohonan dan buah-buahan yang dulu sangat syarat kini hampir tidak ada. Padahal semua buah-buahan yang ada di Jakarta, seperti duku, salak, mangga, rambutan, durian dan masih banyak lagi tumbuh subur di sini. Menurut keterangan penduduk asli, buah-buahan ini sengaja ditanam Pangeran Ahmad Jaketra pada ketika hijrah. . (Baca : Kampung Tertua di Jakarta )
Bila ditelusuri lebih dalam, nama-nama daerah yang terkait buah-buahan tersebut merupakan akar budaya lahir dan berkembangnya kota Jakarta yang dulunya bernama Jayakarta. Mengembalikan identitas Jakarta Zaman Dulu artinya juga mengembalikan Jakarta menjadi Kota yang Sejuk, Asri, Merakyat dan Penuh Warna Warni.
Inilah seharusnya yang menarik perhatian para calon gubernur yang akan bertarung dalam pilkada bulan depan. Melestarikan lingkungan dengan menanam dan memelihara kembali pohon buah tidak hanya menjadikan Jakarta makin asri. Pelestarian pohon buah akan mengembalikan sejarah dan budaya masyarakat Jakarta yang menjadi pusat buah-buahan dan tanaman lokal Indonesia.
Salam lestari pohonku!