Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seribu "Udang" Kepentingan di Balik Sebutir "Batu" Kebaikan

25 Februari 2020   19:20 Diperbarui: 25 Februari 2020   19:30 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berdua saja. Suasana belajar di pojok dusun nun jauh di sana di Kab. Jombang. Foto: Dok. Pribadi (DesKot)

Beberapa malam terakhir diskusi kami dipadati oleh tema tentang kesanggupan manusia berbagi. Tema diskusi ini bukan agenda yang dijadwalkan. Ia muncul secara tiba-tiba di tengah obrolan, sesuai takdir saat itu. Mengalir begitu saja, dan entah akan bermuara ke mana. Suasana jadi gayeng, diselingi gelak tawa.

Kawan-kawan saya ini jago menertawakan diri sendiri. Ngenyek uripe dewe sehingga nyaris tidak punya waktu menertawakan apalagi menyalahkan atau mengafirkan orang lain.

Yang mereka tertawakan adalah kebiasaan lalargawe menolong warga di dusun-dusun terpencil. Merintis pemberdayaan di bidang pertanian, pendidikan, kesenian, atau sekadar menemani hati warga dusun yang sepi.

Lalargawe, coba apa bahasa Indonesianya? Tidak ada. Pokoknya, teman-teman saya ini kok mau-maunya melakukan aktivitas kemanusiaan: menempuh puluhan kilometer naik motor, menerabas hutan, membelah jalan berlumpur, bletokan, super licin untuk menuntaskan idealisme mereka bahwa manusia perlu saling membantu perlu saling menolong.

Lantas siapa penyokong dana mereka? Lembaga Islamic philantrophy golongan mana yang mendukungnya? Siapa ketua partai yang membiayai aktivitasnya? Kecanggihan menyusun proyek proposal seperti apa sehingga hampir lima tahun lebih kegiatan lalargawe itu bertahan hingga sekarang?

Sinyo, Jimbul, Mbahwul, Dinoha serta teman-teman yang lain biasanya akan saling pandang mendengar pertanyaan klise semacam itu. Lantas tertawa mereka pun pecah.

"Kita ini memang sok!" ucap Jimbul.

"Sok bagaimana?"

"Lagaknya seperti pejuang kemanusiaan. Padahal aslinya kita ini kumpulan para gelandangan."

Dinoha menimpali, "Mbok ya sekali-kali gerakan kita ini dibranding yang elegan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun