Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kendaraan Makin Padat, Anak-anak Makin Tersisih di Kampung Sendiri

20 Agustus 2019   07:53 Diperbarui: 20 Agustus 2019   09:58 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: makassar.tribunnews.com / TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR

Selain menerima pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, anak-anak juga diberi kesempatan untuk mengakses jalan tanpa sikap diskriminatif dari pengendara lain. Terlebih jalan itu adalah jalan di desa atau kampung mereka sendiri.

Lingkungan paling dekat dengan mereka, misalnya, pada skala lokal RT/RW, perlu menjamin hak-hak dasar anak. Salah satunya, anak-anak bisa mengakses jalan di kampung dengan gembira, aman dan nyaman.

Kota Ramah Anak menurut UNICEF Innocenti Reseach Centre adalah kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga kota.

Namun, mewujudkan Kota Ramah Anak tidak sesederhana itu. Sejak keluar dari pintu rumah mereka langsung berhadapan dengan belantara jalanan yang padat dan ramai. Terlebih pagi hari saat jam berangkat sekolah dan masuk kantor.

Ruang bermain terbuka semakin sempit. Nyaris tidak lagi kita jumpai tanah lapang di kampung-kampung perkotaan. Anak-anak tumpah bermain di jalan.

Egoisme pengendara dewasa merajalela. Barangkali kita memerlukan riset yang serius. Apakah pengendara di jalan telah mengalami penyempitan kesadaran terhadap ruang? Atau bahkan kesadaran ruang telah hilang sama sekali? Akibatnya, seolah-olah di jalan itu hanya ada dia seorang sehingga bebas bergerak ke mana saja.

Menghadapi fakta yang mengerikan itu ruang imajinasi anak seketika amblas. Nyali mereka ciut. Omelan dan cacian kerap diterima anak-anak dari pengendara dewasa. Kekerasan verbal jadi tontonan yang "lumrah".

Bebas mengakses jalan bukan berarti anak dibiarkan melakukan kesalahan, seperti belok seenaknya atau naik sepeda di lajur sebelah kanan. Pendidikan berlalu lintas tetap diberikan. Sekolah dan keluarga memiliki peran membangun kesadaran literasi anak di jalan.

Kenyataannya, egoisme pengendara dewasa dan mandegnya kesadaran literasi seperti "tumbu ketemu tutup". Keduanya menjadi tantangan bagi upaya menghadirkan lingkungan yang aman dan nyaman.

Kabupaten Jombang boleh berbangga hati sebagai Kota Layak Anak. Namun, formalisme dan seremoni semacam itu tidak memiliki makna dan akan menguap aktualisasinya jika Kota Layak Anak berhenti sebatas penghargaan dan kebanggaan.

Sejumlah pertanyaan bisa kita ajukan. Apakah Kabupaten Layak Anak memiliki akar kenyataan hingga Dusun atau Kampung Layak Anak? Difondasi oleh RT/RW Layak Anak? Dirawat oleh Keluarga Layak Anak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun