Mohon tunggu...
Achmad Fadhila Rosyadi
Achmad Fadhila Rosyadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tindakan Represif Petugas dalam Penegakan Peraturan Ppkm

1 Agustus 2021   14:00 Diperbarui: 1 Agustus 2021   14:01 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

          Pandemi yang belum usai selalu membuat masalah baru yang terus muncul, berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah korban yang terus berjatuhan. Di awal pandemi di tahun 2019 telah banyak aturan yang dikeluarkan untuk menekan angka penyebaran Covid-19 mulai dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dengan jenis -- jenis lain dari PSBB itu sendiri telah diterapkan hingga yang terbaru adalah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dengan penerapannya juga dengan berbagai level mulai dari level satu hingga level empat. Di dalam penerapan PSBB hingga PPKM juga memiliki kekacauan dalam hal peraturan didalamnya yang berubah -- ubah. Tentu saja masyarakat dibuat bingung oleh pembatasan mobilitas yang berdampak pada ekonomi,sehingga terjadi penurunan pendapatan masyarakat bahkan banyak pula yang tidak bisa makan karena pemberlakukan peraturan tersebut. Disini menimbulkan sebuah dilema antara menghindari virus atau tidak bisa makan? Akhirnya pemerintah mulai mngendorkan peraturan tersebut usaha kecil boleh tetap berjalan namun tetap  menerapan protokol kesehatan yang baik dan benar.

       Pengendoran PPKM tersebut tentu juga diawasi oleh pemerintah dengan dikerahkannya para petugas dalam hal ini Satpol PP,Polisi,hingga TNI untuk mengawal pemberlakuan PPKM dengan benar dengan pengawasan protokol kesehatan utamanya.Tapi,ada saja pelanggaran PPKM yang dilakukan oleh masyarakat. Disinilah peran petugas sangat diperlukan untuk mengamankan dan menyelesaikan permasalahan tersebut, petugas pengawas lapangan seharusnya melakukan pengawasan dengan cara yang baik dan benar pula. Alih -- alih para petugas melakukan tugasnya dengan baik dan benar, justru terjadi beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh beberapa oknum petugas dalam melaksanakan tugas mereka.

       Pelanggaran etika yang dilakukan oleh aparat dalam pengamanan PKKM kerap kali represif. Di Semarang pada Juli 2021, Satpol PP membubarkan lapak pedagang dengan cara menyemprot mereka dan lapak mereka menggunakan mobil pemdam kebakaran. Bukan itu saja yang juga harus disoroti adalah penyitaan barang dagangan beserta alat -- alat mereka yang digunakan untuk berdagang. Di Surabaya pada Juli 2021,petugas menyita tabung LPG 3 kilogram dari pemilik warung yang berlokasi di Kec.Kenjeran tidak berhenti disitu petugas juga menyita e-ktp si pemilik warung. Di tasikmalaya yang juga menyita perhatian adalah pemberian denda lima juta rupiah kepada pedagang bubur karena melayani pembeli makanan ditempat,tentu hal ini miris dimana pedagang kecil terkena sanksi yang cukup berat ditengah pandemi melanda yang membuat penghasilan tak tentu. Di Jakarta juga terjadi kasus yang cukup aneh dimana para aparat yang selesai bertugas mereka justru membuat kerumunan dengan 'nongki' di warung kopi dan alhasil para petugas itu diberhentikan.Kasus yang terbaru terjadi di Gowa,Sulawesi Selatan. Sepasang suami istri pemilik caf mendapatkan perlakukan represif dari petugas berupa pemukulan terhadap pasangan suami istri tersebut yang benar -- benar menguras emosi adalah bahwa si istri yang dipukul dari pemilik caf itu diketahui sedang hamil. Selain itu,menurut kabar yang beredar pertikain antara petugas dan pasangan suami istri pemilik caf itu salah satunya adalah petugas yang mengomentari pakaian dari istri si pemilik caf. Aneh bukan? Yang seharusnya petugas fokus pada tugasnya menertibkan kerumunan tapi pakaian juga ikut menjadi fokus tugas mereka.

      Rentetan sikap represif dan arogansi petugas di atas tentu menyita perhatian publik dan termasuk dalam suatu tindakan amoral yang melanggar etika.Peristiwa -- peristiwa tersebut menambah betapa buruknya pemerintah dalam mengatasi pandemi,seharusnya pemerintah mengatasi pendemi ini merujuk pada pasal 55 UU No.6 tahun 2018 yang berbunyi "kebutuhan hidup dasar warga dan bintang ternak ditanggung oleh pemerintah selama masa karantina" jelas disebutkan disitu seharusnya pemerintah menjamin kebutuhan dasar masyarakat hingga binatang ternak selama masa karantina. Memang pemerintah kita tidak bisa menjamin itu sekarang. Tapi,masyarakat butuh makan seharusnya pemerintah bisa memberikan jaminan keamanan diluar keamanan terkena virus pada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.

       Jika kita telusuri tindakan kekerasan dalam penegakan dan pengamanan PPKM darurat bukanlah suatu hal yang baru menurut data dari KontraS mereka mencatat pada periode September 2019 -- September 2020 terjadi 33 tindakan kekerasan yang dilakukanoleh kepolisian dalam proses hukum yang menyebabkan 9 orang meninggal.Adapula kasus penembakan sebanyak 475 aksi yang menewaskan 213 orang dan melukai setidaknya 544 orang. Hingga 57 kasus penganiayaan dan bentrokan yang menyebabkan 2 orang meninggal dan 102 orang luka -- luka. Tidak hanya kepolisian yang melakukan tindakan represif tapi juga TNI. KontraS mencatat TNI melakukan 40 tindakan penganiayaan,19 penembakan,11 intimidasi,dan 8 penyiksaan.Hingga  Mei 2021 tindakan kekerasan terus berlanjut dan bertambah dengan catatan dari KontaS sebanyak 651 kekerasan yang dilakukan oleh personel Polri,390 kasus penembakan,75 kasus penangkapan sewenang-wenang,66 kasus penganiayaan dan 58 kasus pembubaran paksa.

      Dengan adanya peristiwa dan data diatas semakin jelas tindakan amoral dari petugas lapangan yang bertugas menegakkan peraturan PPKM.Seharusnya petugas menindak pelanggar PPKM dengan cara yang humanis justru dilakukan dengan tindakan yang represif.Seharusnya pemerintah lebih mensosialisakan cara menertibkan pelanggaran PPKM kepada petugas lapangan untuk menggunakan cara yang lebih persuasif,selain itu kesadaran humanisme petugas sangat dibutuhkan sehingga tidak lagi timbul tindakan imoral tersebut.Di masa pandemi ini rakyat harus diayomi dengan penuh bukan dimusuhi.Selain itu urgensi sisi humanisme dari berbagai pihak juga dibutuhkan dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun