Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mendedah Makna 9 Falsafah Kepemimpinan Jawa Jokowi

15 Juli 2019   21:09 Diperbarui: 15 Juli 2019   21:13 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://palembang.tribunnews.com 

SEBAGAI Wong Jawa, Jokowi tidak dapat dilepaskan dengan tradisi dan budaya Jawa. Cerminan Jokowi sebagai Wong Jawa tersirat pada sikapnya yang tidak mudah mabuk pujian dan tinggi hati. 

Suatu sikap yang menyebabkannya tidak eling klawan waspada dan berpoternsi menjerumuskannya ke dasar jurang kesengsaraan. Suatu sikap yang musti dihindari sejauh mungkin, karena falsafah Jawa mengingatkan, "Aksara Jawa dipangku mati!" Makna substansinya, Wong Jawa bila mudah tersanjung dengan pujian berlebihan akan terlena hingga lupa mengembangkan potensi diri.

Sebagai Wong Jawa yang lekat dengan tradisi dan budayanya, maka tak pelak lagi kalau Jokowi senantiasa menerapkan sembilan falsafah kepemimpinan Jawa selama mengemban tugas dan tanggung jawabnya sebagai Presiden RI. 

Kesembilan falsafah kepemimpinan Jawa yang  diterapkan  Jokowi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab kepemimpinannya, sebagai berikut:

Urip iku urup

Falsafah urip iku urup memiliki pengertian hidup itu nyala. Artinya, kepemimpinan Jokowi serupa lampu yang memberi cahaya harus memberikan manfaat bagi rakyat. Selain, kehadirannya musti memberi inspirasi bagi banyak pemimpin untuk mengenal seluruh rakyatnya melalui blusukan.

Memayu hayuning bawana, ambrasta dur angkara

Falsafah hamemayu hayuning bawana, ambrasta dur angkara memiliki pengertian menyelamatkan alam serta memberantas keangkaramurkaan. 

Berdasarkan falsafah ini, Jokowi memiliki spirit untuk mengemban tugas dan kewajibaannya sebagai pemimpin yang memerangi korupsi. Mengingat korupsi merupakan virus ganas yang berpotensi menghancurkan bangsa dan negara.

Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti

Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti yang memiliki makna bahwa segala sifat keras hati, picik, atau angkara murka hanya dapat dilumpuhkan dengan sikap bijak, lembut hati, dan sabar tersebut merupakan falsafah Jokowi dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya sebagai presiden. 

Melalui sikap bijak, kelembutan hati dan kesabaran, seluruh pihak yang berseberangan akan menjadi kawan di dalam mewujudkan tujuan bersama yakni kesejahteraan bangsa dan negara.

Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorke, sekti tanpa aji, sugih tanpa bandha

Falsafah ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorke, sekti tanpa aji, sugih tanpa bandha yang memiliki arti bahwa berjuang tanpa harus membawa pasukan, menang tanpa harus menaklukkan, sakti tanpa ajian, kaya tanpa harta-benda menunjukkan bahwa keberhasilan kepemimpinan Jokowi tidak berdasarkan pada pendukungnya, nama besar, atau harta benda; namun kecintaannya pada rakyat kecil. 

Cinta adalah kekuatan yang lebih dahsyat dari pada banyaknya pasukan, senjata yang dapat menaklukkan lawan tanpa kekerasan, lebih sakti dari ajian apapun, dan lebih bernilai ketimbang harta dan benda.

Aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja aleman

Falsafah aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja aleman memiiki makna jangan mudah terkagum-kagum, jangan mudah menyesal, jangan mudah terkejut, dan jangan manja. 

Falsafah ini kiranya menjadi bekal Jokowi di dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya sebagai presiden. Falsafah yang mengajarkan seorang pemimpin tidak mudah tergiur dengan segala yang bersifat gemerlap. Falsafah yang mengajarkan untuk tidak sombong atau lupa diri dengan jabatan yang dipikulnya.

Aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan, lan kemareman

Falsafah aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan, lan kemareman mengandung ajaran bahwa manusia hendaklah tidak sekadar berorientasi pada kedudukan, keduniawian, dan kepuasan. 

Bermula dari falsafah ini, maka kepemimpinan Jokowi tidak mengutamakan kedudukan, keduniawian, serta kepuasan; melainkan lebih mengutamakan pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Aja kuminter mundhak keblinger, aja cidra mundhak cilaka

Falsafah aja kuminter mundhak keblinger, aja cidra mundhak cilaka memiliki ajaran agar manusia hendaklah tidak merasa paling pintar agar tidak salah arah, serta jangan suka mengingkari janji agar tidak celaka. 

Falsafah ini menjadi bekal Jokowi di dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Karenanya selama menjabat sebagai presiden, Jokowi senantiasa tidak pernah sombong. Apa yang dijanjikan pada seluruh rakyat Indonesia semasa kampanye telah berusaha dipenuhinya dengan sekuat tenaga.

Aja milik barang kang melok, aja mangro mundhak kendho

Falsafah aja milik barang kang melok, aja mangro mundhak kendho memiliki makna jangan tergiur dengan sesuatu yang tampak mewah, cantik, dan jangan berpikir mendua agar tidak kendor semangatnya. 

Falsafah tersebut kiranya telah menjadi spirit kepemimpinan Jokowi yang tidak berorientasi pada empuknya kedudukan tinggi serta besarnya upah, melainkan pada pengabdiannya pada rakyat itu sendiri. Sebagai presiden, Jokowi tetap setia pada komitmennya dan bercita-cita satu yakni mensejahterakan kehidupan rakyat.

Aja adigang, adigung, adiguna

Falsafah adigang, adigung, adiguna memiliki pengertian jangan sok kuasa, sok mulia, dan sok berguna. Bermula dari falsafah ini, Jokowi senantiasa tampak bersikap wajar. 

Tidak sok kuasa, tidak sok mulia, dan tidak sok berguna sewaktu menjabat sebagai presiden. Mengingat esensi kedudukan seorang presiden adalah abdi rakyat. Bukan sebagai penguasa lalim yang menjadikan rakyat tidak lebih sebagai boneka. [Sri Wintala Achmad]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun