Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menguak Esensi Falsafah Kepemimpinan Jawa

14 Juni 2019   12:23 Diperbarui: 14 Juni 2019   12:25 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Araska Publisher

Untuk dapat memahami filsafat kepemimpinan Jawa, kita harus berbekalkan persepsi literer. Sebelum melangkah lebih jauh, seyogianya kita memahami terlebih dahulu perihal pengertian filsafat kepemimpinan Jawa baik secara harfiah maupun substansial. Hal ini sangat penting, agar bahasan tidak melenceng jauh dari bingkai-bingkai tematik yang ditentukan.

Bila ditilik dari ilmu linguistik, istilah "filsafat kepemimpinan Jawa" merupakan bentukan dari tiga kata benda, yakni: "filsafat", "kepemimpinan", dan "Jawa" yang menimbulkan pengertian baru. Untuk dapat menyimpulkan pengertian tentang "filsafat kepemimpinan Jawa", terlebih dahulu kita perlu menyingkap makna dari setiap kata benda tersebut.

Filsafat

DALAM bahasa Yunani atau Latin, filsafat diidentikkan dengan philosophia. Dalam bahasa Belanda, Jerman, atau Perancis; filsafat diidentikkan dengan philosophic. Sedangkan dalam bahasa Inggris, filsafat diidentikkan dengan philosophy.

Berkaitan dengan pengertian filsafat, para filsul telah memberikan batasan yang berbeda baik menurut segi etimologis maupun terminologis. Menurut segi etimologis, filsafat atau philosophia yang terdiri dari kata philien (cinta) dan sophia (kebijaksanaan) dapat dimaknai dengan cinta kebijaksanaan. Sementara menurut segi terminologis, filsafat memiliki pengertian yang sangat beragam. Dengan kata lain, setiap filsuf memiliki pandangan yang berbeda terhadap pengertian filsafat. Berikut adalah pandangan dari para filsuf tentang filsafat:

  • Filsafat adalah pengetahuan yang berminat untuk mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. [Plato, 428-348 SM].
  • Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. [Aristoteles, 384-322].
  • Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. [Al Farabi].
  • Filsafat adalah sebagai the mother of all the arts (induk dari segala seni) atau sebagai art of vitae (seni kehidupan). [Cicero, 106-43 SM].
  • Filsafat sebagai wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu), yakni ilmu umum yang menjadi dasar dari segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memerkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan. [Johan Gotlich Fickte, 1762-1814].
  • Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan: 1) Apakah yang dapat kita kerjakan? (Jawab: metafisika); 2) Apakah yang seharusnya kita kerjakan?  (Jawab: etika); 3) Sampai di manakah harapan kita? (Jawab; agama); 4) Apakah yang dinamakan manusia?  (Jawab: antropologi). [Imanuel Kant, 1724-1804].
  • Filsafat sebagai grunwissenschat (ilmu dasar) untuk menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya. [Paul Nartorp, 1854-1924].
  • Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi, filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan; namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia dari pada otoritas tradisi atau otoritas wahyu. [Bertrand Russel].
  • Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan obyeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah, yang disebut hakikat. [Notonegoro].
  • Filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai mengapa yang penghabisan. [Driyakarya].
  • Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Filsafat adalah suatu usaha untuk memeroleh suatu pandangan keseluruhan. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian (konsep). Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat. [Harold H. Titus, 1979].
  • Filsafat adalah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya di dalam kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan. [Prof. Mr. Mumahamd Yamin].
  • Filsafat adalah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral, dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, kearifan, atau kebenaran yang sejati). [Prof.Dr.Ismaun, M.Pd].

Berpijak pada seluruh pengertian terminologis mengenai filsafat di atas kiranya dapat disimpulkan, bahwa filsafat dapat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang menyelidiki serta memikirkan segala hal secara mendalam, penuh kesungguhan, serta radikal; hingga segala hal yang diselidiki atau dipikirkan mencapai pada esensi atau hakikatnya.

Kepemimpinan

TERDAPAT beberapa nama tokoh yang mendefinisikan tentang pengertian kepemimpinan. Menurut Swansburg (1995), kepemimpinan merupakan proses untuk memengaruhi aktivitas suatu kelompok yang terorganisasi dalam usahanya mencapai penetapan dan pencapaian tujuan.

Pandangan Swansburg tentang kepemimpinan di muka kiranya tidak bertentangan dengan pandangan George Terry (1986), serta Sullivan dan Decker (1989). Menurut Terry, kepemimpinan adalah kegiatan untuk memengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela di dalam mencapai tujuan kelompok. Sementara Sullivan dan Decker menyebutkan, kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan seseorang di dalam memengaruhi orang lain untuk melaksanakan suatu tindakan dengan sebaik-baiknya selaras dengan kemampuannya.

Berdasarkan definisi kepemimpinan yang disampaikan Swansburg, George Terry, serta Sullivan dan Decker di muka, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan ditangkap sebagai proses interaksi dinamis antara pimpinan dan bawahan di dalam suatu kelompok untuk merealisasikan suatu tujuan yang sama. Tujuan kolektif yang dicita-citakan oleh kelompok tersebut.

Jawa

BERBICARA tentang Jawa dapat mengacu pada nama pulau, wilayah budaya, serta spirit. Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Jawa meliputi provinsi Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, dan Daerah Khusus Ibukota.

Sebagai wilayah budaya dengan dicirikan pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat, Jawa hanya terbatas pada wilayah Provinsi Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakara, dan Provinsi Jawa Tengah. Di mana masyarakat dari ketiga wilayah tersebut menggunakan bahasa Jawa dengan perincian, sebagai berikut:

  • Masyarakat Provinsi Jawa Timur menggunakan Bahasa Jawa Pangarekan.
  • Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian masyarakat Provinsi Jawa Tengah menggunakan Bahasa Jawa Mataram.
  • Sebagian masyarakat Provinsi Jawa Tengah (khususnya: Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Brebes, Tegal, dll) menggunakan Bahasa Jawa Panginyongan atau Bahasa Jawa Ngapak.

Bila mengacu pada spirit, Jawa selalu diidentikkan dengan jiwa dari orang Jawa itu sendiri. Karenanya seseorang dianggap sebagai orang Jawa bila memiliki jiwa Jawi. Artinya, orang tersebut memiliki karakter serta pandangan hidup (filsafat) yang selaras dengan ajaran para leluhur Jawa baik yang dituturkan secara lisan maupun ditulis dalam bentuk karya sastra.

Terdapat sumber lain yang menyebutkan bahwa seseorang dianggap sebagai orang Jawa apabila menerapkan prinsip-prinsip ke-Jawa-an di dalam kehidupan kesehariannya. Adapun, prinsip-prinsip ke-Jawa-an tersebut dapat ditunjukkan ke dalam beberapa ciri, sebagai berikut:

Sangat Permisif

Orang Jawa sangat permisif terhadap berbagai pengaruh dari luar, namun tanpa mengorbankan karakter aslinya. Sebagai misal, orang Jawa banyak yang menganut agama Islam, Nasrani, Hindu, atau Buddha; namun karakternya sebagai penganut animisme dan dinamisme yang ditunjukkan melalui upacara-upacara tradisi, semisal: labuhan, nyadran, ruwatan, slametan orang meninggal, jamasan pusaka, dll masih sering dilakukan.

Mengagungkan Seni Adiluhung

Orang Jawa cenderung mengagungkan seni adiluhung, semisal: wayang, tari, kesusastraan, seni batik, seni bangunan dsb. Dari kecenderungan tersebut dapat disimpulkan bahwa keindahan bagi orang Jawa lebih bersifat impresif (spiritual) yang mengarah pada kesadaran transendental ketimbang bersifat ekspresif (fisikal) yang cenderung berorientasi pada material.

Menyukai Ulah Batin

Orang Jawa menyukai olah batin (olah cipta, olah rasa, dan olah karsa) yang dapat ditempuh dengan melalui tri brata (tiga laku prihatin), yakni: lelana brata (olah batin yang dilakukan dengan jalan mengembara dari tempat satu ke tempat lain), mesu brata (olah batin yang dilakukan dengan jalan berpuasa yang mengarah pada pengendalian nafsu), dan tapa brata (olah batin yang dilakukan dengan jalan bersamadi). Tujuan dari tri brata ini untuk mendapatkan pencerahan batin. Suatu bekal di dalam memahami sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan kehidupan), manunggaling kawula klawan Gusti (penyatuan kosmis antara hamba/mikro-kosmis dengan Tuhan/makro-kosmis), serta kasampurnaning dumadi (kesempurnaan dalam hidup).

Menyeimbangkan Hubungan Kosmis

Orang Jawa yang selalu menyeimbangkan hubungan  kosmis antara jagad alit (aku/mikro-kosmis) dengan jagad ageng (ingsun/makrokosmis) tidak pernah alpa untuk menghormati alam. Penghormatan orang Jawa terhadap alam yang ditangkap sebagai jagad ageng tersebut dapat ditunjukkan melalui berbagai ritual, seperti: labuhan (sedekah laut) atau sedekah bumi.

Menerapkan Etika

Orang Jawa selalu bergaul di tengah masyarakat dengan menerapkan etika (sopan-santun atau tata krama). Penerapan etika ini dapat disaksikan melalui tradisi ujung pada saat hari lebaran, di mana orang-orang muda datang kepada para sesepuh untuk melakukan sungkeman. Selain itu, orang Jawa selalu mengucapkan kata permisi saat melewati orang-orang yang tengah duduk berkumpul atau akan bertamu pada seseorang. Etika dalam kehidupan orang Jawa pula ditunjukkan melalui tutur kata atau sikapnya yang terkesan halus dan merendah. Tidak jumawa seperti bulir padi tak berisi.

Menyukai Musik Gamelan

Orang Jawa sangat menyukai musik gamelan. Berdasarkan fakta inilah, maka Sunan Kalijaga atau Sunan Bonang di dalam melakukan syi'ar Islam pada orang Jawa menggunakan gamelan. Manakala orang-orang mulai berkumpul untuk mendengarkan musik gamelan itulah, kedua sunan yang merupakan anggota Majelis Dakwah Walisanga itu melakukan syi'ar Islam-nya.

Kesimpulan

BERDASARKAN pada penjabaran tentang pengertian "filsafat", "kepemimpinan", dan "Jawa" tersebut; maka dapat disimpulkan bahwa filsafat kepemimpinan Jawa adalah suatu pandangan filosofis seorang pemimpin yang ingin mewujudkan tujuan (cita-cita) bersama (pimpinan dan yang dipimpin) dengan berdasarkan kecintaannya pada kebijaksanaan dan senantiasa berorientasi pada prinsip-prinsip ke-Jawa-an.

Dari kesimpulan di muka dapat dipahami bahwa seorang pimpinan Jawa harus memiliki jiwa-jawi. Seorang pemimpin merupakan khalifatullah (wakil Tuhan) yang senantiasa bersikap etis, estetis, serta berperan aktif di dalam turut hamemayu hayuning bawana. Turut menjaga keselamatan alam beserta seluruh isinya, serta bangsa dan negaranya. [Sri Wintala Achmad]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun