Tanpa ragu, Rasmin mendekati pintu pagar besi rumah Icha. Memukul-mukulkan batu pada pintu pagar besi itu. Karena bisingnya suara, robot anjing herder yang tertidur pulas di bawah kursi di teras rumah itu terbangun. Berlari cepat ke arah Rasmin sambil menggonggong dan menjulur-julurkan lidahnya yang berliur. Karena ketakutan, Rasmin berlari. Baru beberapa langkah, Rasmin mendengar suara, "Kek, kembalilah! Robot anjing herderku tak akan melukaimu."
Rasmin memalingkan wajah. Saat melihat Icha dari kejauhan, Rasmin melangkah gontai ke tempatnya semula. Sesudah dipersilakan, Rasmin memasuki rumah dengan dinding ruang tamu berhiaskan lukisan-lukisan figur manusia. Melihat salah satu lukisan di dinding itu, Rasmin sontak teringat pada anaknya.
"Ada apa dengan lukisan-lukisan itu, Kek?" Icha bertanya tanpa beban. "Kenapa Kakek selalu memandanginya?"
"Figur siapa yang mengenakan surjan lurik itu?"
"Kata ayah, itu figur kakek buyutku yang telah meninggal sebelum aku dilahirkan." Icha mengingat-ingat sesuatu. "Namanya, Rustam...."
"Maji?"
"Ya. Rustamaji. Dari mana Kakek tahu?"
"Cuma mengira-ngira."
"Oh, begitu." Icha terdiam. "Oh ya, Kakek sudah sarapan?"
Rasmin menggeleng.
"Sarapan, Kek! Tapi..., mandilah dulu! Bukankah sudah sekian lama Kakek tak mandi?"