Agama dan studi iman dan akal sering kali dianggap sebagai dua kutub yang berlawanan, masing-masing menuntut kesetiaan mutlak. Agama berdiri di atas fondasi wahyu dan keyakinan absolut yang menawarkan panduan moral dan makna transenden. Sebaliknya, studi, atau ilmu pengetahuan, bertumpu pada logika, observasi empiris, dan metodologi kritis untuk memahami realitas. Dalam konteks kehidupan modern yang multikultural dan terus berubah, mempertemukan kedua realitas ini bukan hanya penting, tapi juga mendesak. Di sinilah peran krusial Studi Agama-Agama (SAA) muncul sebagai jembatan yang menghubungkan keyakinan pribadi dengan pemahaman ilmiah dan sosial.
Agama sebagai Objek Studi Kritis
Secara tradisional, agama dipelajari secara teologis atau normatif, yang bertujuan untuk memperkuat dan membenarkan doktrin internal agama itu sendiri. Pendekatan ini adalah hak prerogatif setiap umat beragama. Namun, studi modern menawarkan lensa yang berbeda. SAA, yang bersifat multidisipliner, menempatkan agama sebagai fenomena manusiawi yang dapat dikaji menggunakan berbagai ilmu, seperti:
Sosiologi Agama: Mempelajari bagaimana agama berinteraksi dengan struktur sosial, memengaruhi perilaku masyarakat, dan memunculkan konflik atau harmoni.
Antropologi Agama: Mengkaji agama sebagai manifestasi budaya, ritual, dan tradisi lokal, memisahkan ajaran ilahi dari praktik yang dianut manusia.
Psikologi Agama: Menganalisis pengalaman keagamaan subjektif, motivasi spiritual, dan dampak keyakinan terhadap kondisi mental individu.
Fenomenologi Agama: Berupaya memahami esensi agama dari perspektif penganutnya, melalui empati tanpa menghakimi kebenaran ajarannya (non-teologis).
Pendekatan-pendekatan ilmiah ini memungkinkan kita untuk melihat agama tidak hanya sebagai "kebenaran absolut" yang diyakini, tetapi juga sebagai realitas sosial dan sejarah yang kompleks. Dengan demikian, studi tidak bertujuan untuk menilai benar atau salahnya suatu keyakinan---sebab itu adalah wilayah teologi---melainkan untuk mendeskripsikan, membandingkan, menafsirkan, dan menjelaskan fenomena keberagamaan secara objektif.
Studi Agama-Agama dalam Konteks Multireligius
Dalam masyarakat yang semakin global dan multireligius, SAA memiliki kontribusi yang sangat signifikan, terutama dalam konteks moderasi beragama dan penciptaan kerukunan.
Pertama, SAA memecah ego agama (egosentrisme keagamaan). Dengan mempelajari berbagai agama---seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan lainnya---secara berdampingan dan seimbang, kita diajak keluar dari perspektif tunggal. Studi perbandingan ajaran, sejarah, dan ritual mendorong mahasiswa dan masyarakat untuk melihat kesamaan universal nilai-nilai moral antar agama (misalnya, nilai kemanusiaan, keadilan, dan kasih sayang) sekaligus memahami kekhasan masing-masing.