Setiap negara di dunia pasti mengalami keadaan yang disebut dengan Transisi Demografi. Transisi Demografi merupakan sebuah konsep yang membahas mengenai teori kependudukan. Utamanya kepada perubahan populasi penduduk (kelahiran dan kematian) dari waktu ke waktu. Awalnya, teori ini dikembangkan oleh ahli demografi asal Amerika Serikat, Warren Thompson pada tahun 1929. Dalam temuannya Thompson mengungkapkan bahwa transisi demografi dibagi menjadi lima tahap, antara lain :
1. Angka kelahiran dan kematian tinggi;
2. Angka kematian menurun, angka kelahiran masih tinggi;
3. Angka kelahiran berangsur-angsur turun mengikuti angka kematian yang sudah lebih dulu menurun
4. Angka kelahiran turun drastis, angka kematian meningkat
5. Angka kematian lebih tinggi dari angka kelahiran
Hasil amatan Thompson itu atas dasar fakta dan temuan yang dikumpulkan dalam kurun waktu 200 tahun. Sehingga sampai sekarang ini teori transisi demografi yang digagas olehnya semakin dipercaya sebagai teori kependudukan yang shahih.
Lalu, berdasarkan teori Thompson maka Indonesia saat ini sedang berada pada tahap ke tiga dalam transisi demografi. Awamnya kita melihat sekarang ini jumlah kelahiran di Indonesia menurun, dibuktikan dengan jumlah anak yang dimiliki oleh orang tua kita, saudara kita atau tetangga kita yang jumlahnya relatif lebih kecil ketimbang orang generasi dulu. Bandingkan saja, berapa jumlah saudara dari bapak atau ibu kompasianer ? atau dengan kata lain berapa jumlah anak dari kakek dan nenek kompasianer sekalian ? Begitu banyak bukan, bila dibandingkan dengan saudara kandung kita saat ini.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) Indonesia pada tahun 2017 adalah 2,6. Angka tersebut merupakan penurunan sebesar 0,2 poin dibandingkan pada tahun 2012. Meskipun turunnya TFR tidak begitu signifikan, namun dirasa penurunan ini cukup menekan angka kelahiran yang tidak terlalu besar. Kemudian yang dimaksud TFR pada angka 2,6 yaitu terdapat wanita (usia 15-49 tahun) secara rata-rata mempunyai 2-3 anak selama masa usia suburnnya. TFR yang tinggi cerminan dari rata-rata usia kawin pertama yang teramat rendah serta masih terjadi ketimpangan dalam hal pendidikan dan sosial ekonomi.
Hal tersebut kemudian sejalan dengan transisi demografi yang kini di alami Indonesia pada tahapan ke tiga. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi Indonesia. Tersebab karena penduduk Indonesia didominasi oleh usia produktif (usia 15-64 tahun). Keadaan yang dibilang sangat langka karena hanya terjadi pada ratusan tahun sekali. Keadaan ini sekaligus membawa Indonesia mengalami suatu fenomena kependudukan yang disebut dengan Bonus Demografi. Bonus demografi tentu saja berkaitan dengan keuntungan ekonomis, karena rasio ketergantungan (penduduk selain usia produktif) menjadi kecil sebagai akibat dari menurunnya angka kelahiran jangka panjang.
Kesempatan ini harus dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia yang diamanati sebagai generasi penerus dan generasi muda yang berdaya saing. Penduduk yang berusia produktif diharapkan dapat bekerja dan mengoptimalkan segala kompetensi untuk mendongkrak perekonomian bangsa. Percepatan pembangunan ekonomi harus disiasati sedemikian rupa guna memanfaatkan peluang strategis ini.