Bulan Ramadan 2024 lalu adalah bulan penuh berkah, bukan hanya karena ibadah dan amalan yang bertambah, tetapi juga karena satu fenomena unik yang meramaikan media sosial: War Takjil!
Dari TikTok sampai Instagram, video-video war takjil berseliweran di beranda. Tapi yang paling mengejutkan adalah banyaknya umat nonmuslim yang juga ikut berburu takjil. Mereka bukan hanya ikut-ikutan, tapi benar-benar serius! Saat kami yang berpuasa masih harus menahan lapar dan haus di siang bolong, mereka malah sudah siap siaga mencari spot berbuka paling strategis. Tidak ada kewajiban puasa bagi mereka, tapi mereka dengan semangat tinggi berburu takjil gratis. Luar biasa!
Sebagai umat muslim yang berjuang bertahan hidup sepanjang hari, aku dan sahabatku, sebut saja Tomi -- yang kebetulan nonmuslim -- memutuskan untuk berbuka bersama di Masjid Istiqlal. Masjid terbesar di Asia Tenggara ini adalah benteng pertahanan terakhir bagi para pejuang war takjil. Gratis, nyaman, dan pastinya meriah!
Namun, di sinilah awal mula petaka kami.
Terlambat, Terancam, Terkhianati
Kami berangkat dengan semangat menggebu. Tomi, dengan senyumnya yang menyebalkan, sudah menyusun strategi berburu takjil. "Bro, kita harus gercep! Katanya kalau weekend, takjil di Istiqlal kayak tiket konser K-pop. Habis dalam hitungan menit!"
Aku tertawa, setengah tak percaya. "Yakin segitunya? Ini masjid, bro. Bukan festival makanan gratis."
Tapi ternyata... Tomi benar.
Kami tiba di Istiqlal sekitar pukul 17.10. Masih ada sekitar 30 menit sebelum azan Maghrib, tapi suasananya sudah seperti pasar malam. Ribuan orang memadati area berbuka. Mataku langsung mencari lahan. Benarlah. Kami mendapatkan barisan paling akhir. Petugas yang membagikan kotak takjil trolinya sudah kosong. Yang terlihat hanya wajah-wajah puas orang-orang yang sudah mengamankan jatah mereka. Tomi menepuk bahuku, wajahnya datar.
"Bro... kita terlambat."