Mohon tunggu...
Rachmawati Achadiyah
Rachmawati Achadiyah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Dosen Pendidikan Bahasa Inggris

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jangan Sampai Kita Menjadi Guru "Jadul"!

30 Oktober 2019   20:00 Diperbarui: 3 November 2019   04:46 1089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Jonny Lindner dari Pixabay

Dalam tulisan Born Digital ; Understanding the First Generation of Digital Natives Oleh John Palfrey Urs Gassers (2008) bahwa Digital Natives adalah individu individu yang lahir pada era 1980 -1990n. Mereka lahir saat teknologi mulai digunakan secara luas dan saat mereka dewasa perkembangan teknologi tumbuh pesat dan massive penggunaannya

Di Indonesia sendiri tdak ada istilah yang mengartikan Digital Natives. OK, sebutlah Generasi Digital. (Penyebutan Pribadi)

Bisa ditemukan, bahwa balita dibawah usia lima tahun sudah mampu mencari video di youtube, membuka dan mengaktifkan smartphone lalu bermain game online.

Tidak perlu pergi ke perpus bagi pelajar zaman now, mereka hanya mengetik kata kunci di Mesin pintar Google dan menemukan apa yang mreka inginkan. tidak perlu dtang ke perusahaan untuk melamar kerja, cukup mengirim CV pada E-mail perusahaan.

Berita terkini juga tidak harus membeli koran, mengunduh platform berita sudah menginformasikan apa yang terjadi hari ini. Beli Baju atau makanan tidak perlu keluar, transfer melalui internet banking baju sudah datang, makanan yang kita inginkan diantar smpai depan rumah hanya tggal mmbuka mlalui platform Go*** atau Gr**. Semua serba digital

Sedangkan bagi mereka yang lahir sebelum 1980 di saat perkembangan teknologi belum sepesat sekarang, mereka besar pada era media cetak ada dipuncak penggunaanya.

Mereka harus pergi ke kantor pos untuk sekedar memberi kabar kepada sanak saudara, atau melamar pekerjaan, jika ingin cepat mereka harus menggunakan telegram yang tidak murah pembayarannya pada saat itu. Mesin ketik masih manual, Untuk menelpon juga harus ke Wartel.

Nah Generasi tua inilah yang hadir pada zaman digital namun masih kaku atau bahkan tak mampu memanfaatkan teknologi digital inilah disebut Digital Immigrant atau (translate into Indonesia) Generasi Digital Immigrant

Fenomena di atas jika dihubungkan dengan dunia pendidikan maka Digital Natives bertransformasi menjadi Digital Learners atau Siswa Digital, Digital Immigrant bertransformasi menjadi Guru Digital Immigrant (Khusus yang lahir sebelum 1980), dan Pembelajaran yang memanfaatkan teknologi digital disebut Technology digital Learning atau Pembelajaran Digital.

Munculnya ICT (Information of Communication and Technology) sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran menjadi penggeliat utama dalam CAL (Computer Assisted Learning), MAL (Mobile Assisted Learning) dan E-Learning yang semakin membuka lebar cakrawala pengetahuan. 

Digital Learning hadir untuk memberi warna baru dalam dunia pendidikan, Baik untuk Guru dan Siswa.

Namun akan terjadi kesenjangan Jika Guru sebagai Digital Immigrant tidak bisa menyesuaikan kemampuan menggunakan teknologi dengan Digital learners yang begitu masif menggunakan layanan digital

Saya berasumsi, Pemanfaatan ICT sebagai media pembelajaran adalah hal pokok yang harus dipenuhi oleh Guru pada era digital ini.

Apalagi penggunaan CBT (Computer based testing) sudah mulai menggeser pemggunaan PBT (Paper Based Testing) contohnya dalam pelaksanaan ujian nasional selama 3tahun belakangan ini

Jika Guru tidak mau ikut melibatkan dirinya dalam era digital, Siswa akan merasakan kejenuhan dengan sistem pembelajaran yang statis; memghabiskan waktu dikelas, pergi ke perpus, mengumpulkan PR dan mengerjakan latihan soal. Karena kegiatan di atas merupakan Traditional Teaching-Learning

Siswa akan lebih engage dalam kegiatan pembelajaran jika pembelajaran yang ditawarkan menggunakan teknologi digital yang juga mereka gandrungi. Guru harus bisa memahami kondisi siswa digital.

Guru harus terbiasa menggunakam slide presentasi Prezi daripada menulis/mendikte di papan tulis. Membagi materi pembelajaran yang atraktif dari berbagai sumber melalui google classroom, edmodo atau schoology dibandingkan meminta siswa untuk fotocopy.

Mentransformasi penilaian yang semula siswa harus meruncingkan pensil dan menghapus jawaban salah menjadi latihan soal yang memanfaatkan aplikasi ICT seperi hotpotato, wondershare, atau google form dan membagikan linknya di laman sosial media seperti facebook atau whatssapp.

Penulis yakin cara cara digital ini akan memberikan ketertarikan yang tinggi untuk siswa agar terus belajar (Continuing learning).

Pemanfaatan ini juga dapat mengurangi konsumsi internet siswa untuk hal hal yang lebih bermanfaat daripada bermain sosmed

Bayangkan sebagai Guru jika nanti setelah murid kita menyelesaikan belajarnya lalu di dunia luar, mereka tidak sedigital dengan yang lainnya. Siapa yang patut dipersalahkan?

Pasti Kita. Para Tenaga Pendidik.

Maka dari itu teramat penting bagi kita untuk mulai Meng-Upgrade skill, wawasan dsn kemampuan kita pada era yang serba digital seperti saat ini.

Harusnya Guru berlari lebih cepat dibanding para siswanya. Jangan mau status Guru Digital Immigrant disandang oleh kita.

Semangat, guru-guru Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun