Mohon tunggu...
Acep Suhendar
Acep Suhendar Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Swasta di Cikarang

penulis pemula dari kabupaten Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Angkasa dan Azka

29 Agustus 2020   12:00 Diperbarui: 14 September 2020   09:58 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Zaskia Amanda (Siswa SMPIT ANNUR) 

Angkasa menekan tuts-tuts piano di dalam hutan belakang sekolah. Senyum hambar terbentuk di wajahnya. Angkasa cuma murid biasa yang tidak terkenal dan tidak punya banyak teman. Saking tidak terkenalnya bahkan di seluruh sekolah tidak ada yang menyadari kalau mereka semua jadi korban kejahilannya selama ini. Dia selalu menertawakan murid murid di sekolahnya dalam hati setiap mereka membicarakan cerita 'Hantu Piano' di sepanjang koridor, kelas-kelas, kamar mandi, bahkan ruang guru. "Dasar aneh", cibirnya dalam hati. "Bukan hantu yang main piano di hutan belakang sekolah, itu aku. Lagian mana ada hantu siang bolong begini" Angkasa memang sering main piano tua di hutan belakang sekolah yang sepi dan angker itu. Sebenernya dia bukan cowok yang pemberani, tapi cukup pintar untuk tidak dibohongi dengan cerita horror hutan belakang sekolah. Dia tahu kalau itu cuma cerita karangan guru guru supaya anak-anak sekolahnya tidak melakukan hal yang tidak-tidak di hutan itu. Soal piano berhantu itu, piano itu memang sudah ada di sana dari awal tapi yang jelas piano itu masih berfungsi dengan baik dan sejak itu angkasa mulai memainkannya setiap istirahat kedua di siang hari. Angkasa memang sering berkeliaran di hutan belakang sekolah setiap istirahat kedua. Menurut angkasa itu adalah kegiatan yang lebih menyenangkan daripada harus ada ditengah kantin yang sangat berisik ---aneh memang. Angkasa memang anak yang agak anti sosial, karena dia tidak begitu menyukai ada di tempat yang ramai dan berisik. Tapi angkasa punya beberapa teman baik di sekolahnya walaupun tidak bisa dibilang teman dekat. Siang ini disaat murid murid di sekolah angkasa menuju kantin untuk istirahat. seperti biasa dia akan memainkan piano di hutan belakang sekolah. Dia tidak punya alasan khusus melakukan kegiatan tak berguna ini. Yang penting baginya ini cukup menyenangkan untuk mengisi hari harinya yang membosankan mengingat dia tidak punya banyak teman. Saat ini ia kira tidak ada yang tahu, kalau sebenarnya dialah si hantu piano. Tapi ternyata ada yang diam-diam sering memperhatikannya dari jauh. Angkasa's side, Jam pelajaran selesai. Sekolah kali ini sangat melelahkan dan membosankan. apalagi untuk ukuran siswa seperti aku yang tidak populer. Aku bergegas keluar kelas tanpa peduli pada anak-anak lain. Terus melewati koridor utama sambil melamun. Lelah, tentu saja, mungkin itu sebabnya pikiranku mulai melayang-layang kemana saja, sampai-sampai tidak dengar derap langkah dua orang lain di belakangnya. "Oi, Angkasa! Kok nggak nungguin kita sih?" tegur arga, salah satu temanku yang lumayan dekat. "Sorry, suasana kelas gak enak banget pada berisik, nggak tau tuh pada ribut gara-gara apa. Jadi aku pengen buru-buru pergi" jawabku. "Jangan-jangan mereka ribut karena hantu piano belakang sekolah berulah lagi? Itu kan ulahmu, dasar tukang bikin rusuh! Hahahaha", kata cowok satunya lagi, Bintang, membuat Arga tertawa.Memang sih, aku sempat mendengar beberapa anak perempuan bergosip tentang kemunculan hantu piano tadi siang. Mungkin itu yang sekarang sedang diributkan anak-anak, saling bertukar spekulasi seperti biasanya. "Iya juga ya, aku yang bikin sekolah ini gempar lagi" jawabku sambil terus terkekeh tertahan, geli membayangkan ekspresi ketakutan teman-temannya."Kamu mau langsung pulang? Mau ikut kita nggak?" tanya Arga. "Ke?" aku bertanya balik. "Main PS dirumah luthfi sama yang lainnya", Bintang yang menjawabnya. "Nggak ah. Aku nggak suka tempat ramai", jawabku tanpa banyak berpikir. "Ish kebiasaan. Ya udah terserah deh, duluan ya", kata Arga. "Kita duluan kalau gitu. Dah" bintang menepuk pundakku sebelum ia dan Arga melambaikan tangan sambil berbelok ke koridor lain. Setelah meraka pergi, aku terus menelusuri koridor menuju pintu belakang sekolah, aku selalu berjalan lewat pintu belakang sekolah supaya tidak perlu bertemu banyak orang. Ternyata di luar hujan cukup deras. "Ish.. segala hujan", gumamku sambil menyeberangi jalan dan berteduh di bangunan belakang sekolah. Di sini sepi, jarang banget ada yang lewat pintu ini. Karena aku tak suka keramaian, jadi sering lewat sini setiap berangkat dan pulang sekolah. Sebenarnya bisa saja aku menunggu di bangunan utama tadi, tapi suasananya terlalu berisik karena banyak kegiatan ekskul setelah jam belajar berakhir. Tapi ada yang sedikit berbeda. Ada Seorang siswa perempuan seumuranku berdiri berteduh di sisi lain bangunan. Tumben ada yang lewat sini, rasanya baru kali ini ada orang lain selain aku yang berkeliaran di sekitar sini. Perempuan tadi terlihat sangat pucat, benar benar sangat pucat dan tampak sedikit basah karena hujan. Dia menoleh ke arahku yang baru datang. Aku memandangi wajah dia tapi aku tidak mengenali dia. anak perempuan ini memakai seragam yang sama denganku, tapi kenapa aku tidak pernah lihat dia, ahh aku lupa aku kan lebih sering menghabiskan waktuku di hutan belakang atau di kelas saja, tapi setidaknya kalau dia seumuranku aku pernah melihatnya walaupun hanya sekali, tapi kenapa dia terlihat asing banget. Perempuan tadi sepertinya mulai risih kuperhatikan. Awalnya dia mengacuhkan kemunculanku. Sekarang juga masih mengalihkan pandangannya ke jalan. Aku pura-pura tidak peduli. Saat melihat jari-jari gadis itu gemetar pelan dan kakinya bergerak-gerak gelisah. Sepertinya dia kedinginan karena hujan. Akhirnya saat mengeluarkan handuk kecil dari tas untuk mengelap kepalaku yang basah, niatku urung karena perempuan itu. Ragu-ragu, kuulurkan handuk putih di tangannya. "Ng... Ini, biar nggak basah," aku bicara dengan agak terbata karena memang aku jarang sekali berinteraksi dengan murid lainnya apalagi dengan perempuan. Perempuan itu tampak bingung, tapi dia menerima handukku. "Makasih", ucapnya singkat. Hening lagi. "Tapi... Ini jadi basah. Aku cuci dulu ya?" semenit kemudian dia bersuara. "Nggak usah," jawabku dengan nada berusaha ramah. "Nggak apa-apa, aku azka dari kelas mipa 11-3." aku diam beberapa detik lalu menjawab "Ahh aku angkasa, dari mipa 11-1." Azka tersenyum, lalu diam lagi karena canggung. Banyak kata-kata yang berputar-putar di dalam kepalaku, tapi tak satupun yang keluar dari mulut. Gerimis belum juga mereda, aku jadi menyesal tidak membawa payung yang sudah disiapkan kakakku tadi malam. "kamu selalu lewat sini? Kalau iya kok aku belum pernah liat kamu" tanyaku "Nggak selalu sih, baru akhir akhir ini aku lewat sini, tapi akunya aja yang emang jarang masuk sekolah" jawabnya ramah sambil tersenyum. "Kenapa jarang masuk? " Tanyaku lagi tapi hanya dibalas senyuman oleh azka. Dalam hati aku berpikir 'jarang masuk sekolah ' ? maksudnya dia bolos gitu?, tapi kayaknya gak mungkin dia keliatannya anak baik baik. "Ngomong-ngomong ternyata kamu ya? Hantu piano selama ini" Mataku membulat saking kagetnya. Dari mana dia tahu? Melihat reaksiku azka tertawa puas. "Kok tau?" Tanyaku. "Ya siapa lagi kalau bukan kamu, gak ada yang berani lewat pintu ini karena hantu piano itu selain kamu, lagian aku juga udah sering liat kamu main piano". "Oh.. pantesan aku pernah ngerasa ada yang merhatiin dari jauh " lali kita diam sejenak. " Kamu lebih suka menyendiri kayak gini dari pada bermain sama temen temen kamu?" Tanya azka, "iya, lagian kan aku gak punya temen, ada sih tapi gak terlalu dekat, itu juga cuma beberapa" jawabku. "Oh ya jangan terlalu sering menyendiri kayak gini di dalem hutan, sesekali kamu harus ikut main sama temen temen kamu " kata azka tiba tiba. " Aku kurang suka tempat yang berisik, terlalu mengganggu " jawabku, azka tersenyum " tapi nanti kamu akan menyesal kalau tidak memanfaatkan waktumu bersama mereka di masa masa seperti ini" aku hanya terdiam mendengar jawaban azka sambil berpikir maksud dari perkataannya Setelah 5 menit akhirnya hujan reda. Aku melihat ke arah azka yang sudah bersiap untuk pulang. "Aku duluan ya, makasih handuknya, aku mungkin gak bakal bisa kasih handuknya besok tapi kalau kita ketemu lagi aku bakal balikin, dah angkasa" tapi saat baru 3 langkah dia berjalan tiba tiba dia berbalik dan menatapku, " oh ya, jangan heran ya kalau besok besok kita bakal jarang ketemu" ucapnya sambil tersenyum lalu pergi. Aku masih diam mematung mencerna kalimat yang baru diucapkan azka tadi, dari mulai dia yang jarang masuk sekolah sampai kita yang bakal jarang ketemu. Entah kenapa aku sangat penasaran dengan azka. Besoknya, berbeda dengan hari hari sebelumnya, aku tidak pergi ke hutan belakang, tapi aku pergi ke kelas ipa 11-3 untuk menemui azka. Setelah sampai dikelasnya aku tidak menemukan azka sama sekali. "Luthfi!" Panggilku pada luthfi yang kebetulan sekelas dengan azka. "Angkasa? Tumben kamu kesini, ada apa? " , "Kamu kenal azka kan? Dia sekarang ada dimana? " Tanyaku pada luthfi. "Azka? Ohh kayak biasa dia sekarang lagi gak masuk" jawabnya, "Maksudnya kayak biasa?" Jawaban azka malah membuatku bingung. " Iya, dia kan emng sering gak masuk palingan seminggu sekali dia masuk", "lah kenapa?", "ya mana ku tau, tapi katanya sih denger denger dia sakit parah, jadi dia dateng ke sekolah jarang banget, tapi gak tau juga sih". Aku berterima kasih kepada luthfi dan langsung beranjak ke hutan belakang, lagi lagi azka membuatku semakin penasaran. Seminggu telah berlalu tapi aku masih belum bertemu dengan azka. Dan sudah kuputuskan untuk datang kerumahnya karena aku terpikirkan oleh kata kata luthfi kalau azka sakit parah. Aku sadar aku bukan siapa siapanya azka dan bahkan baru kenal seminggu yang lalu, tapi entah kenapa sosok azka ini sangat membuatku penasaran dengan dirinya. Setelah susah payah memohon ke wali kelas azka untuk meminta alamat rumahnya azka, aku pun segera menuju rumah azka. Sesampainya dirumah azka, aku memencet bel rumahnya dan keluarlah seorang wanita paruh baya yang aku yakini pasti itu ibunya azka. "Cari siapa ya?" Tanyanya. "Apa azkanya ada?" Tanyaku langsung menanyakan keberadaan azka. Wanita paruh baya itu diam sebentar lalu tersenyum " temannya azka ya? Saya ibunya azka, silahkan masuk dulu". Aku dan ibunya azka pun masuk, lalu aku langsung diantar ke suatu kamar, "azka ada di dalam, masuk saja" aku pun tersenyum mengangguk lalu masuk kedalam kamar tersebut. Aku melihat azka yang sedang duduk bersandar diatas kasurnya sambil melihat ke jendela kamarnya dalam keadaan yang sama saat pertama kali aku melihatnya, pucat. Azka langsung menengok kearah pintu saat tersadar ada yang masuk ke kamarnya. Awalnya mukanya tampak kaget tapi dia langsung tersenyum. "Hai" kata yang pertama kali diucapakan oleh azka. Aku membalasnya dengan senyuman dan langsung duduk di kursi yang ada di sebelah azka. "Kamu kemana aja? Kok gak masuk masuk?" Tanyaku langsung pada azka "Udah aku duga, pasti banyak pertanyaan yang bakal kamu tanyain ke aku kan?" Aku mengangguk. "Kayaknya kalau untuk keadaanku saat ini kamu udah tau jawabannya " , " sakit? " Tebakku lalu dia mengangguk. "Aku sakit parah, leukimia. Aku juga punya gangguan mental karena masa laluku" aku tertegun mendengar jawabannya. " Aku udah mengidap penyakit leukimia mulai dari pertengahan kelas 10, sedangkan gangguan mentalku udah dari kelas 10 awal. makanya aku jarang masuk sekolah karena setiap aku masuk sekolah besoknya aku langsung drop" aku hanya diam karena masih terkejut dengan keadaan azka yang sepertinya sudah sangat parah. "Mau dengar ceritaku gak?" Aku mengangguk lalu azka memulai ceritanya. "Banyak yang bilang dulu aku itu sosok yang ceria dan mood maker untuk orang orang, tapi setelah aku mengidap gangguan mental aku mulai menutup diri, mereka juga menjauh karena pernah melihat gangguan mentalku kambuh dan menganggapku aneh. Kalau kamu tanya kenapa aku tetep maksa untuk sekolah, itu karena aku mau habisin sisa hidup aku kayak murid lainnya, walaupun aku udah gak punya temen lagi setidaknya aku bakal punya kenangan masa remaja disisa hidupku. makanya kadang aku iri sama mereka yang masih bisa bermain sama teman temannya, tapi aku sadar sama penyakitku yang ngebatasin untuk ngelakuin itu semua" jelas azka sambil tersenyum miris, penjelasan azka rasanya hampir membuatku nangis, ternyata itu alasan dia selama ini. " Kamu bisa anggap aku temen kamu kok, kamu gak perlu khawatir aku bakal menjauh cuma karena kalau penyakit kamu kambuh " ucapku sambil tersenyum setulus mungkin yang dibalas senyuman oleh azka. "Oh ya ini handuk kamu, maaf baru bisa balikin sekarang, sekali lagi makasih untuk handuknya dan makasih udah mau jadi teman terakhirku mungkin, haha " azka memberikan handuknya kepadaku sambil tertawa miris. "Buat kamu aja gak apa apa, sekalian buat hadiah pertemanan kita, ya walaupun cuma handuk sih hahaha" aku dan azka lalu hanya tertawa kecil. Sekarang aku paham maksud perkataan azka saat pertama kali kita bertemu. Dia tidak ingin aku yang masih sehat dah mempunyai waktu yang panjang hanya menghabiskan waktu remajaku hanya untuk kesenangan tersendiri, sedangkan dia yang umurnya mungkin gak akan lama lagi harus meninggalkan masa remajanya ini, padahal dia juga ingin merasakan bagaimana bermain bersama teman temannya lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun