Mohon tunggu...
Muhammad Aby Pranata Ramadhan
Muhammad Aby Pranata Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

A curious man

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Reformasi Makna Toleransi

7 Juli 2020   13:34 Diperbarui: 25 Juli 2020   07:48 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh johnhain dari Pixabay

Kita sebagai manusia dilahirkan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kita tidak bisa memilih untuk lahir di tanah Indonesia atau Malaysia, memiliki warna kulit eksotis atau pucat, lahir dalam keluarga Islam atau Hindu. Kita hanya bisa menjalankan apapun yang Tuhan berikan. Tuhan menciptakan keunikan bagi setiap manusia untuk membuat sebuah keberagaman di dunia. Bagi Tuhan, setiap manusia itu sama walaupun bagi kita setiap manusia itu berbeda. Tidak salah jika kita memandang orang lain berbeda dengan kita karena memang terlihat sebuah perbedaan yang jelas oleh kita.  Cara kita memandang sesuatu memang berbeda dengan cara Tuhan memandang dan cara kita berpikir tentu berbeda juga dengan cara Tuhan berpikir. Tuhan tahu bahwa kelak manusia akan menyadari adanya perbedaan sesama manusia, karena itulah Tuhan menciptakan sebuah gumpalan daging yang dinamakan hati. Manusia dianugerahi keagungan akalnya yang mampu berpikir dengan baik dan manusia juga dianugerahi sebuah hati agar bisa menyimpan sebuah perasaan. Apapun yang kita yakini kadang lebih sering dipengaruhi oleh hati dibandingkan oleh akal jadi kita cenderung mempertahankan apa yang kita yakini terlepas dari benar atau salahnya menurut akal kita. Kepercayaan atau keyakinan kita pada sesuatu membuat perasaan aman, nyaman, dan damai dalam diri kita sehingga kita cenderung mempertahankan apa yang kita yakini. Banyak yang berkata bahwa manusia memiliki sifat ego yaitu hanya melakukan kepentingan yang baik untuk dirinya sendiri tetapi ternyata tidak selalu seperti itu. Di lain sisi, manusia sebagai makhluk yang sosial juga memiliki keinginan untuk saling bergantung kepada manusia yang lain sehingga kita cenderung mempertahankan kebergantungan pada manusia yang memberikan hasil yang baik menurut kita. Dalam kebergantungan tersebut, kita cenderung ingin manusia lain mendapatkan rasa aman, damai, dan nyaman seperti yang kita rasakan tetapi di sini letak permasalahannya bahwa kita cenderung menganggap rasa aman, damai, dan nyaman pada setiap manusia itu sama dan diraih dengan cara yang sama dengan kita.

Beberapa manusia mendapatkan kenyamanan dan kedamaian setelah beribadah di masjid, beberapa manusia yang lain mendapatkannya di gereja, dan beberapa manusia yang lain mendapatkannya dengan cara yang lain. Manusia yang mempunyai cara yang sama dalam mendapatkan rasa itu, akan bergabung untuk menciptakan sebuah kelompok besar untuk menyatukan tujuan dalam meraih rasa kedamaian dan kenyamanan tersebut. Konflik mulai terjadi ketika beberapa kelompok menyalahkan cara kelompok yang lain dalam mendapatkan rasa itu bahkan berrniat meruntuhkan tempat kelompok-kelompok tersebut berkumpul. Sebenarnya tidak masalah bagaimana manusia membuat rasa damai dan nyaman menurut caranya karena kita sebagai manusia memiliki keberagaman cara pandang dan pola pikir karena lingkungan dan genetik kita yang berbeda. Permasalahan yang sebenarnya adalah ketika kelompok-kelompok tersebut mempunyai cara yang merugikan orang lain untuk mendapatkan rasa nyaman dan damainya tersebut seperti kelompok teroris yang membunuh banyak orang karena dijanjikan sebuah rasa damai menurut akalnya sehingga hatinya yang seharusnya tersimpan sebuah perasaan, tidak ikut dilibatkan.

Setiap agama pasti mengajarkan sesuatu yang berbeda dengan agama lain begitu pula dengan setiap suku memiliki tradisi yang berbeda dengan suku yang lain. Namun, perbedaan tersebut bukan berarti harus dipermasalahkan apalagi diperangi karena kita memiliki cara sendiri dalam mendapatkan sebuah rasa nyaman dan damai asalkan dengan cara yang tidak merugikan orang lain. Kita juga harus berpendirian teguh pada apa yang kita yakini tetapi tetap menghargai apa yang orang lain yakini. Misalnya, seorang Muslim yang tidak mengucapkan Selamat Natal karena itu berlawanan dengan apa yang dia yakini begitu pula dengan seorang Kristiani yang tidak mengucapkan selamat atas Kelahiran Nabi Muhammad karena bertentangan dengan apa yang dia yakini. Walaupun hanya sekadar ucapan atau hal kecil lainnya, tetapi hati kecil kita akan berbisik bahwa itu secara perlahan akan mengubah apa yang kita yakini sehingga kita seolah-olah tidak cinta pada agama atau suku kita sendiri. 

Makna toleransi sebenarnya bukan berarti kita mengikuti apa yang tidak kita yakini tetapi menghargai apa yang tidak kita yakini. Bukankah pelangi itu indah karena memiliki beragam warna ? Bagaimana jika warna merah pada pelangi memiliki keinginan menjadi biru ? Pelangi menjadi indah karena setiap warna tetap konsisten pada dirinya dan menghargai warna yang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun