Mohon tunggu...
Jong Celebes
Jong Celebes Mohon Tunggu... Administrasi - pengajar

"Tidak ada kedamaian tanpa Keadilan"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ulama tapi Sombong

24 Juli 2015   08:18 Diperbarui: 24 Juli 2015   08:18 1280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara bahasa, kata Ulama adalah bentuk jamak dari 'alim, artinya orang yang berilmu.  Rasulullah bersabda:"sesungguhnya perumpamaan ulama di muka Bumi ini,seperti bintang-bintang di langit, yang memberikan petunjuk di dalam kegelapan bumi dan laut.  apabila Ia terbenam maka jalan akan kabur" (HR.Ahmad).  Dalam Hadis lain, disebutkan "Ulama adalah warasatul anbiya atau para pewaris Nabi" (HR.Abu Dawud dan At-Tirmidzi).  

Oleh karena itu, Ulama bukan hanya yang tergabung di sebuah majelis fatwa tertentu, bukan hanya dilihat dari paras rupanya, pakaiannya, gelarannya, atau keturunannya.  peran ulama sangat penting di tengah umat, seperti yang ditulis Imam Ghozali dalam bukunya 'Ihya Ulumuddin, VII/92": "Dahulu, tradisi para ulama adalah muhasabah (mengoreksi) dan menjaga penguasa untuk menerapkan hukum Allah".  Namun, Ulama sekarang banyak kita jumpai hanyalah tukang stempel belaka, tidak membumi dan cenderung berkutat dengan fatwa-fatwa yang 'komersial' belaka.  Jika penguasa sewenang-wenang, ulama hanya diam saja, jika pun bereaksi kadang tidak sesuai kenyataannya.  kerusakan umat karena rusaknya penguasa, dan rusaknya penguasa karena rusaknya para Ulama.

Rusaknya para ulama (sebagian) karena beberapa faktor, dan salah satunya menurut Imam Ghozali adalah penyakit Sombong.  Sebagai sebuah penyakit, sikap sombong dan congkak (al-kibr), menurut Imam Ghazali, lebih mudah menyerang para ilmuan (ulama) dan kaum cerdik pandai daripada orang awam.

Mengapa demikian? Karena, menurut Ghazali, berakar dari dua sebab.  Pertama, para ilmuan dan kaum cerdik pandai dengan ilmu dan kepandaian yang dimiliki, sangat sukar untuk tidak membanggakan diri.  Kedua, mereka sering merasa pakar dalam bidang tertentu; dan pakarnya mereka lantas merasa superior.  Perasaaan superioritas inilah yang sering membuat mereka bersikap sombong dan arogan.

Kesombongan intelektual ini, lanjut Ghazali, akan semakin bertambah manakala ilmu yang digeluti sang pakar bukan ilmu yang hakiki.  Yang dimaksud ilmu hakiki adalah ilmu yang dengannya seorang dapat mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya.  Ilmu yang disebut terakhir ini, tidak saja dapat membebaskan seorang dari kesombongan, tetapi juga dapat mempertinggi rasa takut dan rasa kagum kepada Allah azza wajalla.  Inilah, menurut imam Ghazali yang sesuai dengan firman Allah :

Artinya: “sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambanya adalah ulama (ilmuan).” (QS. Fathir [35]:28)

Disamping ilmu pengetahuan, sebenarnya banyak faktor lain yang mendorong orang menjadi sombong dan arogan.  Misalnya, prestasi kerja (al-‘amal), kecantikan (al-jamal), harta kekayaan (al-mal) serta pengikut atau anak buah (al-athba’ wa al-anshar). Namun disbanding itu semua, ilmu pengetahuan mmenurut Ghazali, merupakan faktor yang paling dominan.

Oleh karena itu, lanjut Ghazali ada beberapa cara untuk meredam agar kita terhindar dari kesombongan intelektual, diantaranya :

Pertama, kita harus belajar bersikap rendah hati dengan tidak mengklaim paling tahu dan paling benar.  Sikap seperti ini bisa bermakna menuhankan diri sendiri, juga sangat berlawanan dengan do’a yang diajarkan Tuhan kepada para Nabi “Rabbi zidni ‘ilman (Ya Tuhan, tambahkan kepadaku ilmu pengetahuan)

Kedua, ulama harus menyadari bahwa di pundak mereka terdapat tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan.  Sebagai ulama, mereka harus selalu konsisten dan memiliki komitmen untuk selalu berpihak kepada kebenaran serta menggunakan keilmuannya untuk memecahkan persoalan umat dan bangsa.

Akhirnya, kita semua harus berusaha melepaskan diri dari penyakit sombong, termasuk kesombongan intelektual.  Sebab sombong adalah hanya  hak Allah, manusia tidak memiliki hak untuk itu.  Dan para ulama tidak hanya pandai berdebat dalam menentukan 1 syawal dan halal haram semata, tapi juga bisa memecahkan persoalan besar umat dan bangsa saat ini yaitu, intoleransi dan radikalisme dalam beragama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun