Mohon tunggu...
Ramdhan hunowu
Ramdhan hunowu Mohon Tunggu... Penulis

Penulis aktif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Kebudayaan Sulawesi Tenggara

28 Oktober 2024   12:29 Diperbarui: 28 Oktober 2024   12:38 2352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto upacara adat Sulawesi Tenggara sumber gambar kanalkaltim.com

Alat Musik Tradisional

Seni musik juga menjadi bagian penting dari budaya Sulawesi Tenggara. Berbagai alat musik tradisional, seperti gendang, kolintang, dan alat musik tiup, sering digunakan dalam upacara adat dan perayaan. Musik tradisional ini tidak hanya menghibur, tetapi juga berfungsi untuk menyampaikan pesan-pesan budaya dan sejarah masyarakat.

Secara keseluruhan, seni dan kerajinan di Sulawesi Tenggara merupakan bagian integral dari identitas budaya masyarakatnya. Melalui berbagai bentuk seni ini, nilai-nilai dan tradisi yang telah ada selama berabad-abad tetap dilestarikan dan dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Sejarah seni dan kerajinan di Sulawesi Tenggara dapat ditelusuri kembali ke zaman prasejarah ketika masyarakat setempat mulai menggunakan bahan-bahan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dengan berjalannya waktu, keterampilan dalam membuat barang-barang dari bahan-bahan tersebut berkembang menjadi seni dan kerajinan yang lebih kompleks. Keterampilan menenun kain, misalnya, sudah ada sejak abad ke-14 di komunitas Buton. Teknik tenun yang digunakan dalam pembuatan kain ini tidak hanya berfungsi untuk menghasilkan pakaian, tetapi juga sebagai simbol status sosial dan identitas budaya. Kain tenun sering kali digunakan dalam upacara adat dan perayaan penting, menunjukkan betapa pentingnya seni ini dalam kehidupan masyarakat.

Arsitektur tradisional di Sulawesi Tenggara merupakan cerminan dari kebudayaan dan identitas masyarakat setempat. Setiap suku bangsa di provinsi ini memiliki arsitektur rumah adat yang unik dan khas, mencerminkan adaptasi terhadap lingkungan serta filosofi budaya lokal. Dalam pembahasan ini, kita akan menguraikan secara mendalam tentang berbagai jenis rumah adat di Sulawesi Tenggara, termasuk Rumah Adat Banua Tada, Rumah Adat Laika, Rumah Adat Mekongga, dan Rumah Adat Buton.

Banua Tada adalah rumah adat milik Suku Wolio atau orang Buton yang tinggal di Pulau Buton. Rumah adat ini dikenal sebagai Banua Tada. Dalam bahasa setempat, kata "Banua" berarti rumah, sedangkan "Tada" berarti siku. Oleh karena itu, Banua Tada dapat diterjemahkan sebagai "rumah siku." Penamaan ini mencerminkan struktur rangka bangunan yang berbentuk siku.

Foto rumah adat Sulawesi Tenggara sumber gambar Antaranews.com
Foto rumah adat Sulawesi Tenggara sumber gambar Antaranews.com

Keunikan rumah ini terletak pada desain, struktur, dan fungsinya yang mengandung nilai-nilai filosofis. Rumah Banua Tada memiliki bentuk rumah panggung dan dibangun tanpa menggunakan paku sama sekali. Struktur bangunan ini mencerminkan tradisi Suku Wolio di Sulawesi Tenggara, di mana kata "banua" berarti rumah dan "tada" berarti siku, menunjukkan bentuk bangunan yang khas. Ini menunjukkan kreativitas masyarakat Buton dalam menggunakan bahan-bahan alam untuk membangun infrastruktur yang kokoh. Desain rumah ini juga mencerminkan keharmonisan antara manusia dengan alam. Atapnya biasanya dibuat dari rumbai alang-alang atau nipah, yang merupakan bahan alami yang mudah didapatkan di daerah tersebut. Bagian bawah rumah sering digunakan sebagai kandang hewan seperti ayam dan babi, menunjukkan integrasi antara habitat manusia dan hewan.

Laika adalah rumah tradisional milik Suku Tolaki, berbentuk persegi panjang dan umumnya berukuran besar. Rumah ini memiliki tiga atau empat lantai, terbuat dari kayu, dan berdiri di atas tiang setinggi sekitar 20 kaki. Lokasinya strategis di area terbuka dalam hutan, dikelilingi rumput alang-alang. Bagian bawah sering digunakan sebagai kandang hewan seperti ayam dan babi. Uniknya, rumah ini dibangun tanpa menggunakan bahan logam atau paku, melainkan memanfaatkan bahan alami untuk menyatukan komponen-komponennya. Atapnya biasanya dibuat dari rumbai alang-alang atau nipah, yang merupakan bahan alami yang mudah didapatkan di daerah tersebut. Desain dan struktur rumah ini mencerminkan adaptasi terhadap lingkungan antropis dan keharmonisan antara manusia dengan alam.

Mekongga adalah rumah tradisional milik Suku Mekongga. Struktur bangunan ini berbentuk persegi dan ditopang oleh dua tiang. Di bagian tubuh rumah, terdapat ornamen berwarna-warni yang dibuat oleh masyarakat setempat. Rumah ini juga dilengkapi dengan tiga tangga.

Rumah tradisional Mekongga dihiasi dengan hiasan berwarna cerah yang dibuat oleh masyarakat setempat. Menariknya, bangunan ini memiliki tiga anak tangga di bagian depan. Salah satu tangga tersebut adalah tangga utama yang memiliki tujuh anak tangga, yang berarti "na’ motuo", yaitu tujuh pintu adat. Di bagian luar atap rumah ini terdapat kayu yang ujungnya runcing, melambangkan sebuah tombak. Pada masa lalu, sering kali seekor burung besar yang disebut burung Kongga bertengger di atap dan mengganggu penduduk setempat. Untuk mengatasinya, atap dibuat dengan bentuk runcing guna mengusir burung tersebut. Bentuk atap ini juga digunakan untuk menerima tamu dan mengadakan musyawarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun