Created By MUSRIFAT LAODE RAEHA-MARDIA BIN SMITH-BIMBINGAN DAN KONSELING- UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Sulawesi Tenggara merupakan provinsi di Indonesia yang kaya akan budaya dan sejarah. Terletak di bagian tenggara Pulau Sulawesi, provinsi ini dihuni oleh berbagai suku yang memiliki tradisi dan kebudayaan yang beragam. Dalam konteks sejarah, kebudayaan Sulawesi Tenggara tidak terlepas dari pengaruh berbagai peristiwa, interaksi antarsuku, serta pengaruh luar yang membentuk identitas masyarakatnya. Pembahasan ini akan menguraikan secara mendalam sejarah dan latar belakang kebudayaan Sulawesi Tenggara, termasuk asal-usul suku-suku yang ada, perkembangan kerajaan, serta pengaruh agama dan perdagangan.
Masyarakat di Sulawesi Tenggara terdiri dari berbagai suku bangsa, di antaranya adalah suku Muna, Tolaki, Buton, Bajo, Wakatobi, Kabaena, dan Wolio. Setiap suku memiliki karakteristik budaya yang unik dan telah berinteraksi satu sama lain selama berabad-abad. Suku Muna adalah salah satu suku terbesar di Sulawesi Tenggara yang memiliki sejarah panjang. Mereka dikenal sebagai masyarakat agraris yang mengandalkan pertanian dan perikanan. Suku Muna memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Muna, yang termasuk dalam kelompok bahasa Austronesia.
Suku Tolaki juga merupakan suku penting di Sulawesi Tenggara. Mereka mendiami daerah Kendari dan sekitarnya. Suku ini dikenal dengan sistem pemerintahan adat yang kuat dan memiliki struktur sosial yang jelas. Dalam sejarahnya, suku Tolaki pernah membentuk Kerajaan Konawe pada abad ke-10, yang menjadi pusat kekuasaan di wilayah tersebut.
Suku Buton berasal dari Kepulauan Buton dan dikenal dengan sistem pemerintahan kesultanan. Menurut catatan sejarah, nenek moyang masyarakat Buton berasal dari Semenanjung Johor pada abad ke-13. Mereka mendirikan pemukiman pertama di daerah Kalampa, Bau-Bau, yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Buton.
Suku Bajo adalah masyarakat pesisir yang terkenal sebagai pelaut ulung. Mereka tinggal di daerah pesisir hingga pulau-pulau kecil di sekitar Sulawesi Tenggara. Kehidupan mereka sangat bergantung pada hasil laut.
Sejak awal berdirinya, berbagai kerajaan telah muncul di Sulawesi Tenggara. Salah satu kerajaan yang paling terkenal adalah Kerajaan Buton. Kerajaan ini didirikan pada abad ke-13 oleh empat tokoh pendiri: Sipanjonga, Sitamanajo, Sijawangkati, dan Simalui. Mereka membangun pemukiman pertama di Kalampa dan mengembangkan wilayah kekuasaan mereka seiring waktu.
Kerajaan Buton awalnya dipimpin oleh raja-raja dari Dinasti Wa Khaa-Khaa hingga abad ke-16. Pada masa pemerintahan Raja Tuarade, pengaruh Islam mulai masuk dan memberikan dampak signifikan terhadap kebudayaan dan struktur pemerintahan di Kerajaan Buton.
Masuknya Islam ke Buton melalui seorang ulama bernama Syekh Abdul Wahid dari Johor pada tahun 1511 membawa perubahan besar dalam struktur pemerintahan kerajaan. Sistem monarki yang ada berubah menjadi kesultanan. Kesultanan Buton dikenal dengan sistem pemerintahan monarki parlementer yang berlangsung selama tujuh abad. Dalam sistem ini, terdapat lembaga-lembaga pemerintahan seperti Patalimbona (dewan menteri) yang berfungsi untuk membantu raja dalam mengambil keputusan penting. Selain itu, Kesultanan Buton juga terkenal dengan undang-undang adatnya yang disebut Sarana Wolio, yang mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat.