Mohon tunggu...
Abu Nawas
Abu Nawas Mohon Tunggu... Santri IRo-Society Bertinggal di Jayapura

Hobbi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kita Masih Mengejar Digitalisasi, Swedia Justru Kembali ke Papan Tulis: Apa yang Harus Kita Renungkan?

27 Juli 2025   01:00 Diperbarui: 26 Juli 2025   16:35 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Teknologi itu alat bantu, bukan penentu. Pendidikan sejati tetap membutuhkan sentuhan hati."

Ketika banyak sekolah di Indonesia berlomba memperkenalkan perangkat digital ke ruang kelas --- dari tablet, layar sentuh, hingga aplikasi belajar daring --- Swedia, negara yang lebih dahulu maju dalam digitalisasi pendidikan, justru memutuskan untuk kembali ke cara-cara tradisional. Mereka mengurangi penggunaan gawai, memperbanyak buku cetak, menekankan latihan menulis tangan, dan membangkitkan kembali suara spidol di papan tulis.

Kabar ini seharusnya tak membuat kita panik, tapi justru mengajak kita merenung lebih dalam: ke mana sebenarnya arah pendidikan kita?

Swedia Mundur untuk Maju: Bukan Anti Teknologi, Tapi Pro Akal Sehat

Swedia bukan menolak teknologi. Mereka hanya mengakui bahwa terlalu dini dan terlalu banyak teknologi di ruang kelas justru berdampak negatif, terutama bagi anak-anak usia dini. Kementerian pendidikan Swedia menyadari bahwa literasi dasar siswa menurun, keterampilan menulis tergantikan oleh ketikan, dan konsentrasi belajar terpecah oleh layar.

Mereka pun memilih untuk menata ulang: mendahulukan fondasi membaca, menulis tangan, dan buku fisik, sembari tetap menyisakan ruang bagi teknologi secara bijak.

Langkah ini bukan kemunduran, tapi sebuah keberanian untuk kembali ke titik keseimbangan.

Indonesia Masih Belajar Teknologi, Tapi Jangan Lupakan Manusia

Di Indonesia, kita masih dalam tahap mengejar teknologi dalam pembelajaran. Banyak guru belum terbiasa, infrastruktur belum merata, dan siswa pun berbeda latar belakang sosial-budaya. Maka pertanyaannya: perlukah kita ikut Swedia?

Jawabannya bukan soal meniru, tapi mengambil hikmah. Swedia mengajarkan bahwa:

  • teknologi bukan solusi segala hal,
  • guru tetap pusat pembelajaran,
  • dan pembentukan karakter tak dapat di-download dari aplikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun