Mohon tunggu...
Teddy Tedjakusuma
Teddy Tedjakusuma Mohon Tunggu...

Ikut mengumpulkan, menyebarkan, dan mewujudkan nilai-nilai kebaikan, insya Allah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prabu Citragada dan Prabu Wicitrawirya (seri Mahabharata - Bhisma Dewabharata (2)

6 Agustus 2012   11:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:11 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

In memoriam R.A. Kosasih

Prabu Citragada dan Prabu Wicitrawirya

Diceritakan kembali dari komik "Mahabharata" karya R.A. Kosasih

-  Hastinapura -

Kebahagiaan Prabu Sentanu mempersunting Setiawati bertambah dengan kehadiran dua buah hati, Citragada dan Wicitrawirya.  Sayang, usia sang prabu tidak panjang, ia meninggal karena sakit.  Duka menyelimuti keluarga istana dan rakyat Hastinapura.  Apalagi Bhisma Dewabharata yang sangat mencintai ayahnya.  Dan kini tanggung jawab menjalankan roda pemerintahan berada di pundaknya, karena Citragada dan Wicitrawirya masih kecil.

Berbagai persoalan kenegaraan di Hastina dapat ditangani Bhisma dengan baik berkat kejujuran, keadilan dan kepandaiannya.  Ia menjalankan pemerintahan tanpa kedudukan resmi sebagai raja berhubung sumpah yang telah diucapkannya, namun pada hakikatnya dialah pengganti ayahnya selama kedua saudara seayahnya tumbuh dewasa.  Bhisma pun mendidik keduanya dalam segi budi pekerti, berbagai ilmu dan kesaktian serta ketatanegaraan.  Citragada si sulung ternyata dapat mewarisi berbagai kecakapan dan kesaktian Bhisma dengan cepat, sedang Wicitrawirya si adik rupanya kurang tertarik dan kurang tertarik dengan ilmu-ilmu peperangan, namun ia lebih suka dengan ilmu-ilmu budi pekerti dan ketatanegaraan.  Sesuai dengan hukum kenegaraan, Citragada sebagai anak pertama berhak menduduki tahta kerajaan Hastinapura.

Sayang, dengan bertambah usia mulai terlihat Citragada bukanlah seorang raja yang baik dan adil.  Dia cenderung angkuh dan rakus kekuasaan.  Tak merasa puas dengan kekuasaannya sebagai raja Hastina, ia pun mulai berusaha melebarkan kekuasaannya ke negara-negara sekitar dengan mengobarkan berbagai peperangan.  Hastinapura yang awalnya merupakan negara pengayom dan penjaga kedamaian berubah menjadi negara pengacau dan agresor.  Tak terkira banyaknya korban rakyat tak berdosa baik dari Hastina maupun negara-negara sekitar akibat perbuatan Citragada.  Bhisma pun tak mampu berbuat banyak untuk menghentikan Citragada karena kekuasaan Citragada sebagai raja makin besar dan kedudukan resmi Bhisma pun hanyalah sebagai penasihat kerajaan.

Kekacauan yang telah ditimbulkan Citragada mulai meluas, dan menimbulkan kegoncangan di kahyangan.  Para dewata pun cemas, dan kemudian setelah berunding mereka memutuskan untuk mengakhiri kekacauan ini dengan berusaha menghabisi sang prabu yang lalim.  Maka kemudian diutuslah seorang genderewo sakti.  Ia dapat berganti rupa menyerupai Citragada.  Sekonyong-konyong ia hadir di istana dan menantang Citragada untuk bitotama.  Tentu saja para ponggawa kebingungan dengan dua sosok Citragada, mereka tak dapat membedakan mana Citragada yang asli dan yang gadungan.  Prabu Citragada pun dengan kebingungan berhadapan dengan sosok 'kembarnya', menjawab tantangan itu.  Perkelahian hebat berlangsung lama, namun pada akhirnya salah satu Citragada kalah dan mati.  Rakyat, yakin bahwa yang menang adalah rajanya, bersorak sorai kegirangan.  Betapa terkejut mereka ketika Citragada yang menang berubah wujud menjadi seorang genderewo.  Sang genderewo sakti pun berkata pada rakyat Hastina bahwa ia diutus untuk mengakhiri hidup sang raja yang lalim.  Ia pun kemudian melesat terbang kembali ke asalnya.

----

Bhisma merasa gundah dengan kematian sang raja, namun ia sadar pasti ada hikmah yang besar di balik kejadian ini untuk kebaikan Hastina.  Tak lama kemudian Wicitrawirya si adik pun diangkat menjadi raja menggantikan kakaknya.  Benar firasat Bhisma dan beruntung rakyat Hastina, raja muda ini jauh berbeda dengan perangai mendiang kakaknya.  Walau tak sakti seperti kakaknya, ia raja yang jujur, adil, pandai mengelola negara dan sayang pada rakyatnya.  Ia pun mengembalikan hak-hak negara tetangganya, dan berkat keadilan dan kejujurannya serta bimbingan Bhisma sebagai penasihat, Hastina kembali disegani sebagai negara penjaga kedamaian.

Kini, tibalah saatnya bagi sang prabu untuk mencari seorang permaisuri sebagai pendampingnya dalam mengayomi rakyat Hastina.  Pada saat yang bersamaan terdengar pula kabar dari negara Kashi yang mengadakan sayembara memperebutkan ketiga putri raja Kasya, yaitu Amba, Ambika dan Ambalika,   bagi siapa saja kesatria yang menunjukkan kesaktian paling tinggi.  Mendengar kabar sayembara ini, Setiawati, ibu prabu Wicitrawirya, memanggil Bhisma anak tiri yang disayanginya yang merupakan penasihat kerajaan.  Sang ibu sadar bahwa prabu Wicitrawirya bukanlah raja yang sakti yang dapat memenangkan sayembara tsb.  Ia mengadukan persoalan ini pada Bhisma, bahwa saatnya bagi prabu untuk mendapatkan permaisuri namun peluang untuk memenangkan sayembara di negara Kashi sangatlah kecil mengingat sang prabu tidak memiliki kecakapan perang maupun kesaktian.  Menyimak pengaduan ibu tirinya, keluhuran budi, keberanian, rasa sayang pada adik dan tanggung jawab pada negara ditunjukkan oleh Bhisma.  Ia katakan pada ibunda tirinya bahwa ia sendiri yang akan berangkat ke kerajaan Kashi untuk bertarung dan akan membawa ketiga putri itu untuk menjadi para permaisuri sang prabu.  Sungguh haru sang ibu mendengar tekad anak tiri yang ia sayangi ini.  Ia pun bersama prabu Wicitrawirya merestui keberangkatan Bhisma ke negara Kashi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun