Moshing atau moshpit merupakan fenomena yang sering kita jumpai dalam konser musik atau gigs, terutama pada genre hardcore, punk, metal, hingga EDM. Aktivitas moshing ini melibatkan gerakan saling dorong, menabrak, dan terkadang sangat agresif. Meskipun sering disalahpahami oleh sebagian orang sebagai tindakan kekerasan dan kekacauan, namun bagi banyak remaja, moshing merupakan bentuk ekspresi kebebasan dan keterlibatan emosional dengan musik.
Asal-Usul MoshingÂ
Moshing pertama kali muncul pada akhir 1970-an hingga awal 1980-an dari skena punk rock dan hardcore di Amerika Serikat, fenomena moshing ini mulai berkembang dari club-club musik bawah tanah seperti The Masque Los Angeles dan CBGB New York. Fenomena moshing juga meledak di kalangan fans band seperti Black Flag dan Minor Threat. Seiring berjalannya waktu moshing sudah menjadi bagian di dalam gigs, budaya ini pun akhirnya menyebar ke berbagai genre dan negara, termasuk Indonesia.Â
Masuknya Moshing di IndonesiaÂ
Pada era awal 1990a-an moshing mulai dikenal di Indonesia, berbarengan dengan berkembangnya musik skena punk dan metal di Indonesia. Budaya moshing di Indonesia terus berkembang dengan dorongan dari band-band lokal seperti Superman Is Dead, Burgerkill, dan Seringai. Budaya moshing di Indonesia berkembang sangat unik karena dipengaruhi oleh budaya lokal.
Kontroversi yang Muncul
Fenomena moshing ini kembali naik daun di awal tahun 2020-an akibat pengaruh media sosial. Hal tersebut membuat moshing mulai  dikenali oleh banyak kalangan terutama kalangan muda, bahkan oleh yang sebelumnya nggak familiar dengan skena musik keras. Nggak sedikit juga yang akhirnya penasaran dan ingin mencoba sendiri sensasi moshing.
Walaupun moshing mulai dikenali oleh banyak kalangan, namun hal ini justru hanya menimbulkan banyak kontroversi. Tak sedikit  kalangan khususnya remaja  yang ingin mencoba moshing  hanya karena  ingin ikut-ikutan atau gaya-gayaan, tentu hal ini menimbulkan banyak orang beresiko terkena cedera fisik akibat kurangnya pemahaman tentang budaya moshing. Bahkan dalam beberapa kasus, ada yang sampai harus dilarikan ke rumah sakit karena jatuh atau tertendang tanpa sengaja, Selain itu banyak kalangan yang melakukan moshing tidak pada waktu dan tempatnya, hal ini menimbulkan keresahan dan salah paham oleh masyarakat.
Kesimpulan
Fenomena moshing emang jadi salah satu cara paling ekspresif dan seru dalam menikmati musik, di konser dengan energi tinggi terutama oleh kalangan remaja. Lewat media sosial, tren ini semakin populer dan jadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda. Tapi di balik semua keseruannya, moshing juga menyimpan risiko kalau dilakukan tanpa pemahaman dan etika yang tepat.
Moshpit bukan ajang kekerasan, tapi ruang di mana energi, emosi, dan solidaritas dilepaskan dalam bentuk yang agak 'liar' tapi terarah. Saat budaya ini viral dan makin banyak pemula yang ikut-ikutan tanpa tahu aturan, di situlah risiko jadi makin besar. Oleh karena itu budaya dan etika moshing perlu diperhatikan terlebih dahulu dengan pendekatan yang tepat. Moshing bisa tetap jadi ruang ekspresi seru bagi remaja tanpa harus jadi sumber bahaya. Karena pada akhirnya, musik adalah soal kebebasan---tapi kebebasan yang tetap bertanggung jawab.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI