Mohon tunggu...
Abrian Satriyanto
Abrian Satriyanto Mohon Tunggu... Masih menjadi mahasiswa

Hanya sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Banjir Di Samarinda

5 Oktober 2025   20:41 Diperbarui: 5 Oktober 2025   19:46 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banjir Samarinda: Masalah Sosial yang Tak Kunjung Usai

Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, dikenal sebagai kota perdagangan sekaligus pintu gerbang menuju Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun di balik geliat pembangunan itu, Samarinda menyimpan persoalan sosial yang tak kunjung selesai: banjir. Hampir setiap musim hujan, genangan air setinggi lutut hingga pinggang muncul di berbagai titik kota. Masalah ini bukan semata urusan teknis drainase, melainkan juga problem sosial yang memengaruhi kehidupan ribuan warga.

Akar Permasalahan

Ada beberapa penyebab utama banjir di Samarinda.

Pertama, pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang pesat tidak seimbang dengan penataan ruang. Alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan permukiman dan pertokoan mengurangi daerah resapan air.

Kedua, penumpukan sampah rumah tangga di saluran air. Masih banyak warga yang membuang sampah sembarangan, menyebabkan drainase tersumbat dan air meluap ke jalan maupun permukiman.

Ketiga, aktivitas pertambangan batubara di sekitar kota turut memperparah situasi. Lubang bekas tambang dibiarkan terbuka, menampung air hujan, dan kerap meluap ke kawasan sekitarnya. Persoalan ini telah lama menjadi sorotan, namun hingga kini belum terselesaikan dengan tuntas.

Dampak Sosial yang Luas

Banjir tidak hanya mengganggu lalu lintas atau merusak rumah warga. Lebih dari itu, ia berdampak langsung terhadap kualitas hidup masyarakat. Anak-anak kesulitan bersekolah karena akses jalan tergenang. Pedagang kecil merugi karena lapaknya tidak bisa beroperasi. Warga berpenghasilan rendah menjadi kelompok paling terdampak, karena umumnya tinggal di dataran rendah dengan fasilitas terbatas.

Dampak kesehatan juga tak kalah serius. Genangan air yang bertahan berhari-hari menjadi sarang nyamuk, meningkatkan risiko demam berdarah. Air yang tercemar juga membawa ancaman penyakit seperti diare dan infeksi kulit. Semua ini memperlihatkan bahwa banjir bukan sekadar bencana alam, melainkan masalah sosial dan kesehatan publik.

Langkah yang Perlu Diperkuat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun