Ada penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa lebih banyak rumah tangga yang kurang energi dibanding dengan kurang protein. Ini hasil survei lama yang dilakukan oleh Sayogyo tahun 1973. Sayogyo mengevaluasi efektivitas program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang sudah dijalankan selama sepuluh tahun (sejak tahun 1963).Â
Dari 8 provinsi dan 15 kabupaten di Jawa, Bali dan NTB untuk pertama kalinya diperoleh data proporsi rumah tangga yang kurang energi dan protein. Hasil survei ini sesuai dengan hasil penelitian di beberapa negara berkembang lain. Ini sekali gus mengoreksi pendapat umum waktu itu yang menganggap bahwa masalah gizi utama di negara berkembang adalah masalah kurang protein.Â
Namun jika dicermati masih banyak negara yang membuat berbagai kebijakan pemerintah diarahkan untuk mengatasi masalah kekurangan protein baik yang bersumber dari hewani maupun nabati.
Nampaknya pendulum permasalahan telah bergeser. Jika dilihat berbagai keadaan kesehatan yang dialami oleh masyarakat maka bermunculan berbagai penyakit tidak menular yang prevalensinya semakin lama semakin merambat naik. Tidak dapat dipungkiri dari berbagai penelitian hal ini terkait dengan pola makan dan gaya hidup di era moderen ini.Â
Lihat saja jenis makanan yang tersedia dan dikonsumsi oleh masyarakat terutama oleh anak-anak dan kaum remaja. Makanan tinggi protein, lemak, gula, garam dan berbagai zat pengawet ditambahkan ke dalam berbagai jenis makanan kekinian. Gaya hidup pun bergeser, terlihat pada kaum perempuan.Â
Dulu sebagian besar tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga. Kini lebih banyak yang menjadi Wanita karier atau memang terpaksa untuk menambah penghasilan keluarga karena kebutuhan ekonomi yang mendesak atau rangsangan hedonisme yang yang mengusik selera.
Saat ini mungkin Masyarakat lebih banyak mengenal kata stunting atau dalam padanan kata bahasa Indonesianya Tengkes. Ini memang keadaan yang disebabkan oleh kekurangan zat gizi dalam waktu yang lama. Tetapi data juga menunjukkan bahwa kini Indonesia menanggung beban ganda bahkan "triple" yaitu selain masih ditemukan masalah kekurangan energi dan protein yang belum tuntas diatasi, kini harus menghadapi masalah kelebihan gizi yang ditandai dengan meningkatnya kelebihan berat badan terutama pada anak-anak dan remaja, lalu ditambah dengan kekurangan zat gizi mikro. Masalah gizi ini tentu berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Upaya penanggulangan tentu harus dilakukan secara komprehensif, lintas sektor dan lintas program secara kolaboratif dan integrative. Pokok permasalahannya tidak hanya menanggulangi kekurangan zat gizi mikro, tetapi terletak pada integritas dan komitmen masing-masing pihak yang terlibat untuk menangani permasalah gizi secara komprehensif. Tidak hanya dari satu sisi apalagi fokus pada masalah kekurangan protein. Ini bukan soal bisa atau tidak bisa tetapi mau atau tidak melakukannya.