Mohon tunggu...
Abi Permana
Abi Permana Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menulis

Bertamasya dengan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rebutan Klaim Pembangunan, Massa Ahok Teladanilah Pendukung SBY

27 Juli 2018   02:32 Diperbarui: 27 Juli 2018   02:34 1341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertengkaran kelompok warga akibat perbedaan pandangan politik di Ibu Kota seakan tidak ada habisnya. Setelah ribut-ribut soal tiang bambu untuk bendera peserta Asian Games, lalu memperdebatkan kritik media luar negeri tentang air kali yang berwarna hitam, kini gaduh lagi soal klaim pembangunan. Bahkan, persoalan yang terakhir ini cukup memalukan, lantaran segelintir orang nyaris membuat keributan di acara peresmian. Sebuah perilaku yang merusak keteladanan.

Pada peresmian Revitalisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Rabu (25/7/2018) malam, segelintir pendukung mantan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Syaiful Hidayat, membuat kegaduhan.

Mereka meneriakkan kata-kata "hidup Ahok" dan "terima kasih Ahok-Djarot", saat Anies tengah berpidato. Itu dilakukan karena bagi mereka, revitalisasi itu merupakan buah karya pemikiran Ahok, sehingga tak pantas Anies mengambil kredit dari pembangunan tersebut.

Kelakuan pendukung Ahok ini tidak hanya melanggar etika, tetapi juga cacat logika. Jika mereka keberatan dengan klaim pembangunan yang dilaksanakan Anies, protes secara beradab semestinya bisa dilakukan. Bukan dengan cara-cara membuat keonaran. Bikin malu warga Ibu Kota saja.

Sebenarnya, tak penting siapa yang menggagas apa, dan siapa pula yang membangun apa. Memang sudah sewajarnya pembangunan di negeri ini dilakukan secara berkelanjutan. Tidak ada yang salah dengan itu. Yang keliru adalah membuat kegaduhan di acara peresmian, yang tanpa mereka sadari hal itu hanya akan semakin memantik perpecahaan.

Seandainya jika mereka fair melihat, perilaku suka klaim hasil kerja pendahulu justru kerap dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Berkali-kali ia meresmikan berbagai pembangunan, nyaris tak pernah sekalipun menyebut jasa besar pendahulunya.

Padahal, selama empat tahun kepemimpinannya, baru menyelesaikan empat dari total 245 Proyek Strategis Nasional (PSN). Keempatnya itu adalah satu jalan tol akses Tanjung Priok dan tiga sisanya merupakan Pos Lintas Batas Negara (PLBN).

Sementara, puluhan peresmian pembangunan yang ia lakukan selama ini merupakan hasil rancangan dan pembangunan yang dimulai sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pemimpin sebelumnya. Namun, itu tak pernah diungkapkan Jokowi. Di tiga tahun pertama pemerintahannya, ia seolah mengklaim semua pembangunan yang diresmikan.

Sangat berbeda dengan sikap SBY dulu. Ia selalu menghargai presiden-presiden sebelumnya. Misalnya, saat meresmikan jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dengan Madura, SBY tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pendahulunya. Baginya, keberhasilan itu adalah kerja bersama.

Memang kajian pembangunan jembatan itu dimulai di era Presiden Soeharto. Kemudian berlanjut ke pemerintahan BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), hingga akhirnya di zaman Megawati dilakukan ground breaking, meski kemudian mangkrak, sehingga pembangunan dimulai pada era SBY.

Begitulah seharusnya jiwa besar seorang pemimpin. Meski pembangunan itu dilakukan SBY, tetapi ia merasa pendahulunya tetap memiliki andil terhadap capaian itu. Ia tidak mau mengklaim sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun