Mohon tunggu...
Nurudin
Nurudin Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Seorang 'pembaca' yang sedang belajar 'menulis'. Pernah belajar menulis di eramuslim, dan dakwatuna, Penulis buku Remah-Remah Hikmah sebagai Abi Sabila

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bukan Begini yang Diinginkan Kartini

19 April 2016   16:56 Diperbarui: 20 April 2016   13:43 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Harus diakui bahwa Aisyah memiliki pesona yang diinginkan setiap laki-laki, didambakan setiap suami. Tapi bukan itu yang menjadi alasan Fahri ada di sana, di ruang kerja Aisyah. Bukan untuk kepentingan pribadinya, tapi untuk  Anisa dan puluhan teman-temanya, demi masa depan mereka.

Semua berawal dari surat edaran yang Anisa berikan malam sebelumnya. Tanpa menunggu Fahri selesai membaca, Anisa berinisiatif merangkumnya jadi dua poin. Pertama ijin untuk mengikuti lomba peragaan busana daerah di sekolah dalam rangka peringatarn Hari Kartini, tanggal 21 April nanti. Yang kedua, Anisa meminta sejumlah uang sebagai syarat pendaftaran lomba tersebut. Untuk apa uang tersebut digunakan, sudah disebutkan dalam surat yang kini ada di tangan sang ayah, Anisa tak perlu menjelaskan. Selain diambil dari iuran peserta, karena keterbatasan dana, hadiah yang disediakan hanya untuk juara satu, dua dan tiga. Ini yang menggerakkan Fahri untuk menemui sang guru yang memiliki keindahan kejora di kedua matanya.

“Maaf, Bu Aisyah. Ini bukan masalah uang yang harus dibayarkan, tapi hadiah yang dibeli dari uang peserta.”  tegas Fahri.

“Sebelumnya kami mohon maaf, Pak Fahri. Pihak sekolah terpaksa mengambil jalan ini karena keterbatasan dana, sementara kegiatan ini sudah menjadi agenda tahunan sekolah. Hadiah yang disediakanpun tidak seberapa, sekedar untuk merangsang semangat berkompetisi para siswa, juga sebagai kenang-kenangan bagi mereka yang nantinya terpilih sebagai juara.”  Meski terkejut, Aisyah sudah terlatih menghadapi situasi seperti ini, wali murid menemuinya untuk beberapa alasan dan kepentingan.  Dan Fahri datang lebih sopan dan ramah dibanding wali murid yang pernah menemuinya.

 “Bu Aisyah mendengar berita tentang beberapa warga digerebek polisi saat bermain kartu di pos ronda dua hari yang lalu?”

Aisyah melipat dahinya. Baru saja Fahri membicarakan tentang lomba peragaan busana daerah dalam rangka peringatan Hari Kartini, tiba-tiba berganti tema. Apa dan di mana hubungannya?  Sebersit muncul rasa curiga, jangan-jangan Fahri sengaja mencari alasan hanya untuk sekedar bisa bertemu dengannya. "Astaghfirulloh!," Aisyah membuang jauh-jauh pikiran buruk ini.

 “Iya, saya juga mendengar kabar itu. Tapi maaf, saya belum mengerti kaitannya apa dengan yang sedang kita bicarakan, Pak Fahri?”

“Menurut Bu Aisyah, apa alasan polisi menggerebek mereka?”

“Tentu bukan karena sekedar main kartu, Pak Fahri. Kabarnya mereka juga berjudi”

“Nah itu dia!. Apapun nama dan bentuknya, judi itu dilarang agama dan juga negara.  Walau bagi sebagian masyarakat bermain kartu identik dengan judi, sesungguhnya bukan main kartunya yang salah, tapi taruhan di dalamnya yang jadi masalah. Dan saya tidak ingin peringatan Hari Kartini di sekolah ini diwarnai dengan taruhan. Setiap peserta diwajibkan membayar sejumlah uang sebagai salah satu syarat pendaftaran. Dari uang yang terkumpul kemudian dibelikan beberapa barang sebagai hadiah yang akan diberikan kepada para pemenang. Di sinilah yang sering terlupakan. Permainan kartu, pertandingan sepak bola, peragaan busana hanyalah kegiatan saja, tidak menjadi haram sampai kemudian ada taruhan di dalamnya. Ini yang harus Bu Aisyah dan guru-guru lain waspadai. Jangan sampai kegiatan untuk memperingati pahlawan emansipasi justru diwarnai dengan judi.” Panjang lebar Fahri menjelaskan.

Aisyah terdiam. Apa yang baru saja dikatakan Fahri adalah benar. Meski tidak sevulgar taruhan dengan bermain kartu, dadu ataupun pertandingan olah raga, dalam perlombaan yang akan diadakan juga terdapat unsur-unsur taruhan. Seandainya hadiah disediakan oleh pihak diluar yang berkompetisi, tentu berbeda. Juga kalau peserta harus mengeluarkan sejumlah uang untuk sewa baju atau jasa tata rias, itu tidak termasuk dalam unsur taruhan. Bagaimanapun, untuk sebuah cita-cita dan keinginan, seringkali dibarengi dengan perjuangan dan pengorbanan. Dan perjuangan serta pengorbanan yang dilakukan haruslah dengan cara dan jalan yang baik dan benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun